Dokter Spesialis Nuklir dkk. Gugat UU ASN ke MK, Soroti Celah Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil
December 23, 2025 03:38 AM

 

TRIBUNNEWS.COM - Empat warga negara Indonesia mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Para pemohon menilai norma tersebut membuka celah bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Permohonan uji materiil itu diajukan oleh Evy Susanti, dr. Ria Merryanti A.P., dan Syamsul Jahidin.

Kemudian seorang lagi adalah dr. Hapsari Indrawati. Ia ahli dalam bidang kedokteran nuklir, menjadi anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI), serta menyelesaikan pendidikan spesialisnya di Universitas Mainz, Jerman. 

Keempatnya bertindak sebagai pemohon perorangan warga negara yang mengaku hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya norma yang diuji.

Adapun pasal yang dimohonkan pengujian adalah Pasal 19 ayat (2) huruf b, Pasal 19 ayat (3), dan Pasal 19 ayat (4) UU ASN. Ketentuan tersebut mengatur bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, dengan pengaturan teknis lebih lanjut diserahkan kepada peraturan pemerintah.

Para pemohon menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin prinsip negara hukum, kepastian hukum, persamaan di hadapan hukum, serta hak warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Dalam permohonannya, para pemohon menyoroti frasa “jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia” yang dinilai bersifat multitafsir dan tidak memberikan batasan tegas terkait status aktif atau nonaktif anggota Polri. 

Norma tersebut, menurut pemohon, berpotensi ditafsirkan bahwa polisi aktif dapat menduduki jabatan sipil di kementerian atau lembaga negara tanpa melepaskan statusnya sebagai anggota Polri.

Para pemohon juga mengaitkan keberlakuan norma UU ASN tersebut dengan terbitnya Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025, yang disebut telah membuka ruang penempatan anggota Polri aktif pada sejumlah jabatan sipil strategis. 

"Kondisi ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 28 ayat (3) yang menegaskan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun," terang Syamsul Jahidin, Senin (22/12/2025).

Baca juga: Mahfud Bantah Kompolnas Sebut Polisi Bisa Duduki Jabatan Sipil karena UU ASN: UU Polri Tak Mengatur

Menurut para pemohon, keberadaan pasal-pasal tersebut telah menciptakan ketidakpastian hukum, merusak prinsip meritokrasi ASN, serta menutup kesempatan warga sipil dan ASN karier untuk bersaing secara adil dalam pengisian jabatan pemerintahan. 

Mereka juga menilai norma itu berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi Polri yang bertentangan dengan semangat reformasi dan supremasi sipil.

Atas dasar itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 19 ayat (2) huruf b, Pasal 19 ayat (3), dan Pasal 19 ayat (4) UU ASN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, atau setidaknya dinyatakan konstitusional bersyarat dengan penafsiran bahwa anggota Polri hanya dapat mengisi jabatan ASN setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian

Kritik dari Eks Kabais TNI

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman B. Ponto menilai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Ia meminta Presiden Prabowo Subianto mengambil sikap tegas dengan memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut aturan tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Soleman Ponto dalam podcast bersama jurnalis Fristian Griec, membahas polemik penempatan anggota Polri aktif di sejumlah kementerian dan lembaga di luar struktur kepolisian, Kamis (18/12/2025).

Menurut Ponto, Perpol 10/2025 membuka kembali ruang penafsiran yang telah ditutup oleh Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan di luar struktur Polri.

“Putusan MK itu jelas. Polri aktif berada di luar struktur harus alih status, mengundurkan diri atau pensiun. Perpol ini justru menghidupkan kembali tafsir yang sudah dibatalkan MK,” ujar Ponto, dikutip dari tayangan YouTube Fristian Griec Media.

Ponto menjelaskan, kedudukan Polri telah diatur tegas dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang menyatakan Polri sebagai alat negara dengan tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengayomi, melindungi, melayani, serta menegakkan hukum.

Sementara itu, Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyebutkan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

“Masalahnya bukan jenis jabatan, sipil atau tidak. Intinya sederhana: di dalam struktur Polri atau di luar. Kalau di luar, harus alih status,” tegasnya.

Soleman Ponto juga menanggapi pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang menyebut Perpol 10/2025 tetap konstitusional karena MK hanya membatalkan frasa “tidak berdasarkan penugasan Kapolri”.

Menurut Ponto, tafsir tersebut keliru karena MK membatalkan penjelasan pasal yang membuka ruang Polri aktif berada di luar struktur, sehingga makna Pasal 28 ayat (3) kembali utuh dan mengikat.

“Putusan MK itu menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Sifatnya erga omnes, mengikat semua pihak, bukan hanya Polri,” ujarnya.

Baca juga: Perpol 10/2025 Jadi Polemik, Komisi Reformasi Polri Ingin Naikkan jadi PP Lewat Omnibus Law

Ponto pun mengkritik penggunaan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai dasar hukum dalam Perpol 10/2025.

Ia menegaskan Polri bukan ASN, melainkan alat negara yang tunduk pada UU Polri dan konstitusi.

“Kapolri tidak bisa menjadikan UU ASN sebagai landasan. Dalam hierarki hukum, Perpol berada di bawah undang-undang. Tidak boleh bertentangan dengan undang-undangnya sendiri,” kata Ponto.

Ia mengingatkan jika Perpol tersebut tetap dijalankan, kementerian dan lembaga yang menerima anggota Polri aktif berpotensi ikut melanggar UUD 1945.

“Kalau semua lembaga yang punya fungsi pengayoman dan penegakan hukum boleh diisi Polri aktif, negara bisa kacau. Polri bisa jadi ‘superman’, masuk ke semua sektor,” ujarnya.

Menurut Ponto, polemik ini seharusnya diselesaikan secara administratif tanpa perlu uji materi baru ke Mahkamah Agung. Ia menilai Presiden memiliki kewenangan langsung untuk membatalkan Perpol tersebut.

“Ini bukan norma baru, ini administrasi. Presiden bisa dan harus memerintahkan Kapolri mencabut Perpol 10/2025 untuk menunjukkan wibawa sebagai kepala negara,” tegasnya.

Ia menambahkan, membiarkan Perpol tersebut tetap berlaku atau diuji ulang justru akan memberi kesan pembenaran terhadap aturan yang secara hukum sudah jelas bermasalah.

“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya pembangkangan terhadap undang-undang, tapi juga terhadap konstitusi,” papar Ponto.

Alasan Kapolri

Kapolri menegaskan Perpol tentang penugasan polisi aktif di jabatan sipil disusun untuk menindaklanjuti dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Penyusunan Perpol tersebut dilakukan setelah melalui konsultasi dengan kementerian dan para pemangku kepentingan terkait.

Hal itu disampaikan Listyo Sigit saat ditemui usai sidang kabinet yang dipimpin Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

“Yang jelas, Polri tentunya menghormati putusan MK. Oleh karena itu, Polri menindaklanjuti dengan melakukan konsultasi terhadap kementerian terkait, terhadap stakeholder terkait, sebelum menerbitkan Perpol,” kata Listyo Sigit.

Ia menegaskan Perpol tersebut disusun dalam kerangka menindaklanjuti putusan MK, bukan untuk mengabaikannya.

“Jadi Perpol yang dibuat oleh Polri, tentunya dilakukan dalam rangka menghormati dan menindaklanjuti putusan MK. Saya kira itu,” ujarnya.

Terkait keberadaan polisi aktif yang saat ini sudah menjabat di luar ketentuan yang diatur, Sigit menyebut Perpol tersebut tidak diberlakukan secara surut.

“Yang jelas, Perpol ini tentunya nanti akan ditingkatkan menjadi PP dan kemudian kemungkinan akan dimasukkan direvisi undang-undang. Terhadap yang sudah terproses, tentunya ini kan tidak berlaku surut. Menteri Hukum kan sudah menyampaikan demikian,” ucapnya.

Saat ditanya mengenai anggapan bahwa Polri mengangkangi putusan MK, Kapolri menegaskan seluruh langkah yang diambil telah melalui proses konsultasi lintas lembaga.

“Biar saja yang bicara begitu. Tapi yang jelas, langkah yang dilakukan oleh kepolisian sudah dikonsultasikan baik dengan kementerian terkait, baik dengan stakeholder terkait, baik dengan lembaga terkait. Sehingga baru di sinilah Perpol tersebut,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa ruang penugasan polisi aktif di jabatan sipil saat ini diatur secara jelas dan masih akan dilakukan penyempurnaan.

“Di situ kan klausanya sudah jelas. Dan tentunya tentunya akan dilakukan perbaikan. Di situ kan yang dihapus dalam putusan MK, penugasan oleh Kapolri, kemudian frasa yang terkait dengan tugas-tugas kepolisian kan sudah jelas di situ,” ujarnya.

Menurutnya, ke depan ketentuan tersebut akan diperjelas secara limitatif agar tidak menimbulkan perbedaan tafsir.

“Untuk itu, kemudian itu harus diperjelas limitatifnya seperti apa. Jadi, apa yang dilanggar? Ya, saya kira cukup ya,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa Kapolri tidak dapat lagi menugaskan anggota polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun. 

Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Satu bulan berselang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meneken Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi.

Perpol itu mengatur soal anggota Polri aktif dapat mengisi jabatan di 17 kementerian dan lembaga.

Aturan itu terbit dalam jarak waktu 29 hari setelah MK mengeluarkan Putusan 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang Polri rangkap jabatan.

Berikut daftar 17 Kementerian dan Lembaga yang bisa ditempati anggota Polri:

1. Kemenko Polhukam

2. Kementerian ESDM

3. Kementerian Hukum

4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan

5. Kementerian Kehutanan

6. Kementerian Kelautan dan Perikanan

7. Kementerian Perhubungan

8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

9. ATR/BPN

10. Lemhannas

11. Otoritas Jasa Keuangan

12. PPATK

13. BNN

14. BNPT

15. BIN

16. BSSN

17. KPK

Harus Tunduk kepada Putusan MK

Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad mengingatkan Polri harus tunduk atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan rangkap jabatan.

Menurutnya dengan dikeluarkannya aturan Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Mengatur soal anggota Polri aktif dapat mengisi jabatan di 17 kementerian dan lembaga. Seperti pembangkangan putusan MK.

"Saya kira yang pertama, memang Polri harus tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," kata Hussein kepada Tribunnews.

Ia menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi itu harus ditaati dan kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan yang cermat. 

"Jangan seolah-olah kemudian melakukan pembangkangan terhadap Mahkamah Konstitusi," tegasnya.

Walaupun memang, lanjut dia, dalam konteks itu ada kekosongan hukum. Ada beberapa lembaga yang kalau tidak ada penempatan Polri menjadi tidak bisa bekerja, contohnya BNN.

Ketika misalnya tidak ada anggota Polri di BNN, diterangkan Hussein, BNN akan sulit melakukan pekerjaannya.

Dan beberapa lembaga-lembaga lain. 

"Oleh karena itu, itu penting bagi pemangku kebijakan untuk memperhatikan apa-apa saja yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi," kata Hussein.

Baca juga: Respons Kompolnas soal Perkap Polisi Aktif Boleh Jabat di 17 Kementerian: Bisa Digugat ke MK

"Agar kemudian kepentingan masyarakat menjadi terpenuhi dan tidak terjadi gaduh seperti sekarang. Seolah-olah ada pembangkangan dari Polri terhadap Mahkamah Konstitusi," tandasnya.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Igman Ibrahim)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.