Daftar Fakta Bripda Seili Bunuh Mahasiswi ULM di Banjar: Motif Cinta Segitiga, Kronologi, Nasib Karir Polisi
BANJARMASINPOST.CO.ID - Berikut ini sejumlah fakta terkait kasus pembunuhan terhadap mahasiswi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berinisial ZD (20), oleh anggota Sat Samapta Polres Banjarbaru Bripda Muhammad Seili (20).
Dalam konfrensi pers di Mapolresta Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Adam Erwindi mengungkapkan sejumlah fakta terkait Bripda Seili membunuh sang mahasiswi.
Bripda M Seili membunuh ZD karena motif cinta segitiga.
“Tersangka sudah sidang pernikahan dengan calon istrinya (rencana menikah pada 26 Januari 2026). Sedangkan korban adalah teman calon istrinya,” kata Kabid Humas Polda Kalsel, Jumat (26/12).
Baca juga: Motif 2 Oknum TNI Bunuh Janda Muda Akhirnya Terkuak, Prada Y Tak Mau Tanggung Jawab Usai Menghamili
Adam menjelaskan, pelaku panik dan emosi setelah korban menyampaikan akan mengungkap perbuatan pelaku kepada calon istrinya.
Adam Erwindi, menjelaskan peristiwa bermula saat pelaku dan korban bertemu Selasa (23/12) pukul 20.00 Wita di perempatan Malimali, Banjar.
“Korban menggunakan sepeda motor, sementara pelaku menggunakan mobil,” katanya.
Setelah bertemu, sepeda motor korban diparkir di minimarket tak jauh dari lokasi pertemuan.
Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan mobil milik pelaku ke wisata Bukit Batu, sekira pukul 21.00 Wita.
Pada pukul 23.00 Wita keduanya beranjak dari Bukit Batu, menuju Landasan Ulin Banjarbaru.
Di sana pelaku mampir ke rumah kakaknya.
“Pelaku mampir karena calon istrinya menelepon terus, sehingga membuat alibi sedang berada di rumah kakaknya,” ujar Kabid Humas tanpa menjelaskan apakah saat itu ZD ikut turun atau tetap di dalam mobil.
Masih sebagaimana pengakuan Seili yang kemarin mengenakan baju tahanan warna orange, keduanya melanjutkan perjalanan ke Banjarmasin, Rabu (24/12) dini hari dan berhenti di Jalan A Yani Km 15, Gambut.
“Di sana mereka ngobrol dan sempat melakukan hubungan badan,” jelas Adam menirukan keterangan pelaku.
Selanjutnya terjadi cekcok antara keduanya. Pelaku takut perbuatannya dilaporkan korban kepada calon istrinya.
Karena panik dan emosi, pelaku mencekik korban hingga tak sadarkan diri.
“Pelaku mengakui mencekik korban, hingga menyebabkan yang bersangkutan meninggal dunia,” terang Adam.
Mengetahui korban meninggal, pelaku kemudian membawa jasad korban dengan niatan membuangnya ke sungai bawah jembatan depan STIHSA, Banjarmasin.
Namun, niat itu diurungkan usai ia parkir di STIHSA, dan melihat gorong-gorong terbuka.
Ia pun langsung membuang korban di sana dan pulang ke rumah, hingga korban ditemukan pagi harinya.
Atas perbuatannya, oknum anggota Polri tersebut dijerat pasal berlapis. Pertama, M Seili dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman maksimal 20 tahun pidana penjara.
Selain itu, pelaku juga dijerat dengan pasal 364 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, maksimal penjara 9 tahun, karena ada sejumlah barang korban yang diambilnya, termasuk Hp korban yang dibuang di rawa.
Selain diproses hukum pidana, personel Sat Samapta Polres Banjarbaru tersebut juga dipastikan mendapat sanksi etik berupa pemecatan.
Hal itu diungkapkan langsung Kabid Propam Polda Kalsel, Kombes Pol Hery Purnomo. Dijelaskan Hery, berdasarkan hasil pemeriksaan telah didapat kesimpulan pelaku melakukan pelanggaran berat kode etik profesi Polri. Di antaranya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003, tentang Pemberhentian Anggota Polri dan PP Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Sanksi yang direkomendasikan adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH),” katanya.
Lebih lanjut Hery mengungkapkan, sidang kode etik akan dilaksanakan secara terbuka. “Kami rencanakan sidang kode etik Senin, silakan datang karena terbuka,” jelasnya.
Terungkap pula dalam pemeriksaan, pelaku berupaya menutupi perbuatannya dengan membawa dua nama pria, yang turut serta dalam pembunuhan tersebut.
“Dua orang sempat dikaitkan tersangka ikut terlibat, yakni Zaimul dan Guldam,” jelasnya.
Namun berdasarkan fakta yang didapat petugas, hingga saat ini belum ditemukan adanya keterlibatan dua orang tersebut dalam kasus ini. “Zaimul itu mantan korban, sedangkan Guldam merupakan sahabat korban,” terang Adam.
Lebih lanjut Adam juga mengungkapkan, tersangka juga sempat membuat alibi untuk mengaburkan jejak, yakni dengan memberikan informasi kepada beberapa orang, bahwa korban tidak jadi bertemu dengannya.
“Informasi tersebut disampaikan pelaku menggunakan akun sosial media korban. Seolah disampaikan langsung oleh korban,” ungkap Adam.
Tak hanya bakal dipecat dari dinas di kepolisian, Bripda M Seili juga terancam dileluarkan dari tempatnya menempuh perkuliahan. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) MAB, Afif Khalid, menegaskan pihak kampus tidak akan menoleransi apabila mahasiswanya terbukti terlibat tindak pidana berat.
Diketahui, anggota M Seili merupakan mahasiswa dari Fakultas Hukum UNISKA. Jika status hukum pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, sanksi tegas hingga pemberhentian sebagai mahasiswa berpotensi dijatuhkan, sesuai hasil keputusan komisi etik kampus.
“Kalau memang secara hukum sudah ditetapkan sebagai tersangka, tentu ada konsekuensi akademik. Salah satunya bisa berujung pada dikeluarkan dari kampus. Namun, proses itu akan kami serahkan terlebih dahulu kepada komisi etik UNISKA untuk diputuskan sesuai mekanisme yang berlaku,” tegas Afif, Jumat (26/12).
Ia juga menegaskan bahwa kampus menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang tengah berjalan terkait dugaan tindak pidana pembunuhan yang melibatkan salah satu mahasiswa hukum UNISKA.
“UNISKA tidak mentoleransi segala bentuk tindak kekerasan maupun pelanggaran hukum, terlebih yang menghilangkan nyawa seseorang,” ujarnya.
Terpisah, Direktur Utama Lembaga Bantuan Hukum Borneo Nusantara (LBH BN), Mat Rosul menilai peristiwa ini tidak dapat dipandang sebagai musibah biasa.
Keterlibatan anggota kepolisian dalam kasus tersebut, menurutnya, justru menuntut penanganan yang lebih terbuka dan akuntabel agar tidak menimbulkan keraguan publik terhadap proses hukum.
Mat Rosul juga menekankan bahwa permintaan keluarga korban untuk dilakukan autopsi merupakan hak hukum yang wajib dihormati dan difasilitasi guna mengungkap penyebab kematian secara objektif dan ilmiah.
Sehubungan dengan itu, LBH BN mendesak Polri, khususnya Polresta Banjarmasin, untuk tidak terburu-buru menyimpulkan penyebab kematian sebelum seluruh proses penyelidikan dilakukan secara komprehensif.
Peristiwa ini juga memantik perhatian serius dari BEM Universitas Lambung Mangkurat (ULM), tempat korban ZD (20) menempuh pendidikan di Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Ketua BEM ULM Banjarmasin, Adi Jayadi, menegaskan pihaknya akan terus mengawal proses hukum hingga hak-hak korban benar-benar terpenuhi.
“Kami bakal mengawal dan mengadvokasikan baik dalam bentuk media, propaganda, maupun infografis. Sehingga perlu dukungan dari teman-teman juga untuk menyampaikan bahwa kasus ini perlu dikawal sampai selesai, sampai tuntas,” ujarnya.
Adi menekankan bahwa kasus ini bukan hanya soal keadilan bagi korban, tetapi juga menjadi peringatan keras agar tidak terjadi lagi peristiwa serupa di kemudian hari. Ia menuntut agar pelaku yang merupakan anggota Polri dijatuhi hukuman seadil-adilnya.
Selain itu, karena melibatkan oknum aparat, Social Justice Institute Kalimantan (SJIK) menegaskan, perkara ini harus ditangani secara terbuka dan akuntabel. Koordinator SJIK, Wira Surya Wibawa menyatakan, kasus ini tidak dapat dipandang semata sebagai tindak pidana pembunuhan.
Ia menilai perkara ini juga berkaitan dengan perlindungan hak atas kehidupan, kekerasan berbasis gender, serta prinsip persamaan di hadapan hukum. “Ketika pelaku adalah aparat penegak hukum, negara memiliki kewajiban lebih besar untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa konflik kepentingan,” kata Wira.
SJIK juga mendorong keterlibatan lembaga pengawas independen, seperti Komnas HAM, untuk memantau proses penyidikan dan persidangan. (Banjarmasinpost.co.id/sul/sai/msr)