BANGKAPOS.COM--Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong telah mengetahui putusan Komisi Yudisial (KY) yang menyatakan tiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat melanggar kode etik dalam perkara dugaan korupsi impor gula yang sempat menjerat dirinya.
Meski demikian, Tom Lembong saat ini memilih tidak memberikan respons terbuka karena tengah merayakan Natal bersama keluarga.
“Beliau sudah mengetahui putusan Komisi Yudisial tersebut. Namun saat ini masih fokus merayakan Natal bersama keluarga,” ujar kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, Sabtu (27/12/2025).
Zaid menilai putusan KY menjadi bukti bahwa upaya koreksi terhadap proses penegakan hukum bukanlah perjuangan yang sia-sia.
Menurutnya, laporan yang diajukan Tom Lembong ke KY sejak awal tidak didorong kepentingan pribadi, melainkan bentuk tanggung jawab moral untuk menjaga integritas sistem peradilan.
“Laporan ke Komisi Yudisial ini bukan semata untuk kepentingan Pak Tom. Ini adalah bentuk tanggung jawab warga negara dalam mengoreksi aparat penegak hukum dan proses peradilan itu sendiri,” tegas Zaid.
Ia berharap putusan etik tersebut menjadi pelajaran penting agar praktik serupa tidak kembali terulang di masa mendatang.
“Semoga ke depan tidak ada lagi orang-orang yang mengalami apa yang dialami Pak Tom. Tidak ada lagi yang ‘dilembongkan’,” katanya.
Sebelumnya, Komisi Yudisial memutuskan bahwa tiga hakim yang memeriksa dan memutus perkara dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Ketiga hakim tersebut adalah Dennie Arsan Fatrika, Purwanto S. Abdullah, dan Alfis Setyawan. Mereka menangani perkara bernomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Memberikan usul sanksi sedang kepada Para Terlapor berupa Hakim Non Palu selama enam bulan,” demikian bunyi petikan putusan KY.
Putusan tersebut diambil dalam Sidang Pleno Komisi Yudisial pada 8 Desember 2025 dan dihadiri oleh Ketua KY Amzulian Rifai beserta empat anggota lainnya.
Tom Lembong sebelumnya divonis bersalah dalam perkara dugaan korupsi kebijakan impor gula periode 2015–2016.
Jaksa Penuntut Umum menilai kebijakan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp578 miliar.
Pada Juli 2025, Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Namun, pada Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi sehingga Tom Lembong dibebaskan dari seluruh tuntutan pidana.
Putusan etik terhadap majelis hakim kini menambah babak baru dalam perjalanan panjang kasus tersebut, sekaligus menegaskan pentingnya pengawasan terhadap independensi dan integritas lembaga peradilan.