Eks Penyidik: KPK Harus Buka ke Publik Siapa Pemilik Tambang yang Kasusnya Di-SP3
December 27, 2025 05:04 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan korupsi izin pertambangan yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, menuai kritik keras.

Eks Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mendesak lembaga antirasuah tersebut untuk transparan membuka identitas pihak-pihak di balik perusahaan tambang yang diperiksa dalam kasus ini.

Yudi menilai, langkah SP3 pada kasus yang sempat disebut merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun ini sangat janggal dan berpotensi mencederai kepercayaan publik.

"KPK harus menjelaskan kepada publik apa faktor penyebab mereka men-SP3 kasus yang merugikan negara begitu besar tersebut. Termasuk siapa dugaan orang-orang atau perusahaan yang telah diperiksa terkait penyidikan tersebut," kata Yudi kepada wartawan, Sabtu (27/12/2025).

Menurut Yudi, tanpa transparansi dan akuntabilitas yang jelas terkait alasan penghentian perkara, kecurigaan masyarakat terhadap integritas KPK akan semakin meninggi.

Baca juga: Sosok Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman, Kasusnya Disetop KPK meski Rugikan Negara Rp2,7 T

Ia mengingatkan KPK agar tidak mengambil keputusan sepihak di ruang tertutup.

"KPK jangan bermain di ruang gelap. Dia yang menyidik, dia yang SP3. Masyarakat tidak tahu apa alat bukti yang dianggap KPK tidak cukup," ujarnya.

Yudi memaparkan logika hukum yang membuat alasan kurang bukti sulit diterima.

Baca juga: KPK Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi Tambang dan Suap Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman

Ia menjelaskan bahwa menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan bukanlah proses yang mudah.

Proses tersebut harus melalui gelar perkara (ekspose) yang dihadiri oleh penyelidik, penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), direktur, deputi, hingga pimpinan KPK.

"Tidak mungkin bukti kurang, karena menaikkan status ke penyidikan dari penyelidikan itu dengan gelar perkara. Apalagi saat itu Pak Saut (Saut Situmorang, mantan Wakil Ketua KPK) sudah tegas dalam konferensi pers. Tentu dua alat bukti sudah ditemukan. Ini benar-benar aneh, tidak ada hujan tidak ada angin, KPK SP3," jelas Yudi.

Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini menyarankan, jika memang bukti dianggap meragukan oleh pimpinan saat ini, KPK seharusnya tetap membawa kasus tersebut ke pengadilan (bertarung), bukan mematikannya lewat SP3.

"Kenapa tidak bertarung saja di pengadilan? Kalau di pengadilan kan jelas, terbuka. Dibanding mengeluarkan SP3 yang mana masyarakat tidak tahu alasannya," tambahnya.

Jejak Kasus yang Menguap

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari penetapan tersangka Aswad Sulaiman pada 3 Oktober 2017.

Aswad diduga mencabut kuasa pertambangan milik PT Aneka Tambang (Antam) Tbk secara sepihak dan menerbitkan 30 Surat Keputusan (SK) Kuasa Pertambangan Eksplorasi untuk delapan perusahaan lain.

Selain kerugian negara yang fantastis, Aswad juga disangkakan menerima suap Rp13 miliar.

Namun, pada Jumat (26/12/2025), Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengumumkan penerbitan SP3 dengan alasan tidak ditemukannya kecukupan bukti setelah pendalaman pada tahap penyidikan, mengingat tempus (waktu kejadian) perkara adalah tahun 2009.

Yudi Purnomo menyayangkan akhir dari kasus yang telah bergulir selama 8 tahun tersebut.

"Jika bukti kurang, bagi saya agak kurang dapat diterima logika," kata Yudi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.