Jakarta (ANTARA) - Analis politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai strategi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong peningkatan realisasi pendapatan dan belanja daerah melalui kompetisi dengan insentif fiskal merupakan langkah yang tepat dan strategis.

“Strategi Mendagri ini bagus untuk mendorong pemda mengelola APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) secara optimal. Apalagi di tengah situasi efisiensi Transfer ke Daerah (TKD) yang sangat ketat,” kata Karyono saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, skema penghargaan dan insentif fiskal berpotensi memacu iklim kompetisi sehat antar pemda. Namun demikian, ia mengingatkan agar penilaian tidak semata-mata berfokus pada tingkat serapan anggaran.

“Bukan tidak mungkin belanja dilakukan hanya untuk memenuhi aspek administratif. Padahal yang terpenting adalah belanja yang benar-benar memberi dampak nyata bagi masyarakat,” katanya.

Senada, dosen Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh, menilai kebijakan insentif fiskal yang diinisiasi Mendagri Tito Karnavian merupakan langkah rasional dalam merespons potensi pelambatan ekonomi.

Sejalan dengan arahan Mendagri, ia mengingatkan bahwa peningkatan serapan anggaran perlu dibarengi dengan kualitas belanja yang tepat sasaran dan berdampak nyata bagi masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian agar penilaian kinerja daerah tidak semata-mata didasarkan pada angka serapan anggaran, melainkan juga pada efektivitas belanja dalam mendorong kesejahteraan masyarakat.

“Dalam literatur kebijakan publik, kinerja fiskal tidak pernah direduksi hanya pada tingkat penyerapan anggaran. Ukuran utama kinerja adalah outcome dan impact, bukan sekadar input. Dengan kata lain, yang relevan bukan seberapa besar APBD dibelanjakan, melainkan perubahan nyata apa yang dihasilkan bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Ricky.

Ia menambahkan tekanan untuk mencapai realisasi tinggi pada akhir tahun sering kali mendorong belanja yang dipaksakan, minim perencanaan matang, dan rentan inefisiensi.

“Akibatnya, APBD bisa terserap hingga 95 bahkan 100 persen, tetapi kemiskinan, pengangguran, dan lemahnya daya beli tetap menjadi persoalan yang berulang setiap tahun,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan seluruh kepala daerah untuk segera menggenjot realisasi pendapatan dan belanja daerah menjelang penutupan tahun anggaran pada 31 Desember 2025.

Ia menegaskan realisasi belanja pemerintah daerah merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

Mendagri menekankan pemerintah pusat akan memberikan reward dan award berupa insentif fiskal dengan total anggaran Rp1 triliun kepada pemerintah daerah (pemda) berkinerja terbaik. Salah satu indikator utama penilaian adalah kinerja pemda dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Mungkin nanti ada dua provinsi, dua kota, dan lima kabupaten terbaik yang akan kami beri reward pada Januari. Jadi sampai 31 Desember masih ada waktu bagi rekan-rekan kepala daerah untuk menggenjot pendapatan dan belanja,” ujar Tito.

Pernyataan tersebut disampaikan Mendagri Tito saat memimpin Rapat Evaluasi Realisasi APBD Tahun 2025 bersama seluruh kepala daerah yang digelar secara virtual dari Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta.

Mendagri menekankan idealnya realisasi pendapatan dan belanja daerah harus sama-sama tinggi dan seimbang. Menurutnya, pendapatan rendah dengan belanja tinggi berpotensi memicu defisit, sementara pendapatan tinggi dengan belanja rendah justru dapat menghambat perputaran ekonomi dan berdampak langsung pada masyarakat.

“Kami akan melihat data sampai 31 Desember untuk menentukan daerah yang paling bagus. Pada Januari nanti, seluruh kepala daerah akan dikumpulkan dan kemungkinan penghargaan akan diberikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto,” kata Tito.