TRIBUNNEWS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyambut baik langkah Thailand dan Kamboja yang kembali menyepakati gencatan senjata untuk kedua kalinya dalam waktu 3 bulan terakhir pada Sabtu (27/12/2025),
Seperti yang diketahui sebelumnya, kedua belah negara sempat menyepakati gencatan senjata pada 26 Oktober 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Namun demikian, kesepakatan ini hanya berlangsung dua bulan saja setelah kedua negara pada akhirnya saling melakukan serangan kembali pada awal bulan Desember ini.
Mengingat ini menjadi gencatan senjata kesekian kalinya bagi Kamboja dan Thailand, PBB berharap kesepakatan kali ini dapat mengarah pada pembangunan kepercayaan jangka panjang dan perdamaian abadi antara kedua negara.
Hal ini disampaikan oleh Kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk pada akhir pekan ini.
Dikutip dari Reuters, Turk mewakili PBB menyambut baik kabar bahwa Thailand dan Kamboja telah menyepakati gencatan senjata.
"Saya berharap hal ini akan membuka jalan bagi pembangunan kepercayaan dan perdamaian," ujarnya.
Dalam pernyataan resmi yang diposting di platform X, Turk juga menekankan bahwa kedua negara harus menjamin masyarakat sipil dan migran yang terdampak menerima semua bantuan yang diperlukan untuk kembali ke rumah mereka dengan aman dan bermartabat.
Adapun kesepakatan gencatan senjata ini dicapai setelah tiga hari pertemuan intensif dalam kerangka Komite Perbatasan Umum Khusus (General Border Committee/GBC) ke-3.
Gelaran GBC ke-3 ini dilakasanakan di titik perbatasan Prum (Provinsi Pailin, Kamboja) dan Ban Pak Kard (Provinsi Chanthaburi,
Thailand). Menteri Pertahanan Thailand, Natthaphon Narkphanit, dan Menteri Pertahanan Kamboja, Tea Seiha, secara pribadi menandatangani Pernyataan Bersama pada Sabtu pagi
Kesepakatan gencatan senjata tersebut kemudian berlaku efektif mulai pukul 12.00 siang waktu setempat.
Baca juga: Thailand–Kamboja Sepakat Gencatan Senjata, Akhiri Bentrokan Mematikan di Perbatasan
Konflik perbatasan yang kembali meletus pada 7 Desember 2025 ini telah menimbulkan korban jiwa yang signifikan.
Menurut laporan berbagai sumber internasional seperti Reuters dan Al Jazeera, setidaknya 101 orang tewas, termasuk tentara dan warga sipil.
Selain itu, konflik ini juga membuat sekitar 500 ribu warga mengungsi dari kedua belah pihak.
Bentrokan melibatkan penggunaan artileri berat, tank, drone tempur, roket, serta serangan udara terutama dari pihak Thailand yang melancarkan armada jet tempur hingga pagi hari sebelum kesepakatan ditandatangani.
Dikutip dari Khmer Times serta pernyataan Bersama yang dipublikasikan di situs resmi Kementerian Pertahanan Kamboja, kesepakatan gencatan senjata memuat poin-poin utama sebagai berikut:
1. Gencatan Senjata Segera dan Menyeluruh:
Kedua pihak sepakat menghentikan semua bentuk permusuhan menggunakan segala jenis senjata, termasuk serangan terhadap warga sipil, objek sipil, infrastruktur, serta sasaran militer pihak lawan, di semua wilayah dan dalam segala situasi.
Kesepakatan ini tidak boleh dilanggar dalam keadaan apa pun, dan kedua belah pihak harus menghindari penembakan tanpa provokasi atau pergerakan pasukan yang mendekati posisi lawan.
2. Pembekuan Penempatan Pasukan
Kedua negara berkomitmen mempertahankan posisi pasukan saat ini tanpa pergerakan atau penguatan lebih lanjut.
Segala bentuk pengiriman pasukan tambahan atau peralatan militer dilarang, karena dapat meningkatkan ketegangan dan menghambat upaya penyelesaian jangka panjang.
3. Larangan Pelanggaran Wilayah Udara
Tidak ada pelanggaran ruang udara militer pihak lain untuk tujuan apa pun, guna mencegah eskalasi lebih lanjut.
4. Pemulangan Tahanan Perang
Thailand berkomitmen memulangkan 18 tentara Kamboja yang ditahan sejak bentrokan Juli 2025, setelah gencatan senjata terbukti bertahan penuh selama 72 jam.
Periode ini dijadikan sebagai "masa observasi" untuk menguji keseriusan kedua pihak.
Baca juga: Di Tengah Perundingan Damai, Kamboja Tuduh Thailand Lakukan Serangan Brutal
5. Prioritas Kemanusiaan
Kesepakatan menekankan pemulangan cepat warga sipil yang mengungsi ke rumah mereka, dengan jaminan keamanan.
Kedua pihak juga sepakat bekerja sama dalam pembersihan ranjau darat (demining) di wilayah bekas pertempuran, serta memerangi kejahatan siber dan kejahatan lintas batas lainnya.
6. Pengawasan dan Komitmen Jangka Panjang
Gencatan senjata ini diawasi oleh tim pengamat dari ASEAN (ASEAN Observer Team) serta koordinasi langsung bilateral.
Pernyataan Bersama juga menegaskan kembali komitmen penuh terhadap gencatan senjata Juli 2025, Perjanjian Kuala Lumpur Oktober 2025, serta semua kesepakatan sebelumnya dalam pertemuan GBC dan Komisi Perbatasan Bersama.
Kesepakatan ini mendapat sambutan positif dari komunitas internasional termasuk ASEAN.
Anwar Ibrahim selaku Perdana Menteri Malaysia sekaligus Ketua ASEAN periode 2025 menyambut baik langkah ini sebagai bukti pengendalian diri demi melindungi warga sipil.
China dan Jepang juga menyatakan dukungan, sementara Uni Eropa menawarkan bantuan jika diperlukan.
Meski demikian, para analis memperingatkan bahwa keberhasilan kesepakatan bergantung pada kemauan politik kedua belah pihak.
Sengketa perbatasan yang telah berlangsung lebih dari satu abad ini, terutama di wilayah yang belum terdemarkasi dengan jelas, sering kali memicu kekambuhan konflik.
Gencatan senjata sebelumnya pada Juli dan Oktober 2025 sempat runtuh karena saling tuduh pelanggaran.
(Tribunnews.com/Bobby)