Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) mencatat sejumlah pelanggaran serius yang dilakukan anggota Kepolisian sepanjang tahun 2025.
Sebagai bentuk penegakan disiplin serta komitmen menjaga profesionalisme institusi, Polda NTT mengambil langkah tegas dengan memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) sebanyak 20 personel Polri.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra, menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers rilis akhir tahun 2025 yang dipimpin Kapolda NTT Irjen Pol. Rudi Darmoko, di Ruang Pertemuan Utama (Rupatama) Polda NTT, Selasa (23/12).
Konferensi pers tersebut turut dihadiri Irwasda Polda NTT, Karo Ops Polda NTT, jajaran pejabat utama Polda NTT, serta awak media cetak, online, televisi, dan radio.
Selain pemecatan, Polda NTT juga menjatuhkan berbagai bentuk sanksi disiplin dan kode etik kepada puluhan personel lainnya.
Tercatat, 22 personel dikenakan sanksi demosi atau penurunan jabatan, lima personel ditempatkan dalam penempatan khusus (patsus), dua personel ditunda pendidikan, dua personel ditunda ujian kenaikan pangkat, serta tujuh perkara dihentikan melalui Surat Penetapan Penutupan Pemeriksaan Pendahuluan (SP3P).
Henry menjelaskan, jenis pelanggaran yang dilakukan anggota Polda NTT cukup beragam. Namun, pelanggaran asusila menjadi kasus yang paling dominan sepanjang tahun 2025.
“Sepanjang tahun ini tercatat 22 kasus pelanggaran asusila yang melibatkan anggota Polri,” ungkap Henry.
Selain itu, Polda NTT juga menangani 13 kasus pelanggaran wewenang, sembilan kasus ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan tugas, delapan kasus terkait LGBT, enam kasus disersi, enam kasus penganiayaan, serta lima kasus penyalahgunaan senjata api.
Pelanggaran lainnya meliputi dua kasus pungutan liar (pungli), satu kasus penelantaran keluarga, satu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta satu kasus tindak pidana umum.
Kapolda NTT Irjen Pol. Rudi Darmoko menegaskan pihaknya tidak akan mentoleransi segala bentuk pelanggaran, terutama yang dipicu konsumsi minuman keras.
“Saya sangat tegas terhadap anggota yang melakukan pelanggaran, terutama akibat minuman keras. Mabuk lalu melakukan pelanggaran, apalagi sampai tindak pidana, itu tidak bisa ditoleransi,” tegas Kapolda.
Sebagai langkah pencegahan, Polda NTT saat ini juga menjalankan program pemulihan mental bagi anggota. Program tersebut bertujuan untuk menekan angka pelanggaran disiplin dan hukum di internal kepolisian.
“Kami sedang menjalankan program teknik pemulihan mental. Saya juga melatih anggota-anggota untuk menjadi terapis. Teknik ini efektif untuk mencegah pelanggaran hukum maupun disiplin, meskipun membutuhkan proses dan waktu,” jelas Rudi. (uge)