Bank Daerah Jepang di Ujung Tanduk, Terancam Restrukturisasi Konsolidasi
December 28, 2025 05:38 PM

 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Kenaikan suku bunga yang kembali terjadi di Jepang membawa harapan baru bagi industri perbankan. Namun, bagi bank daerah (chigin/地銀), perubahan ini justru memunculkan risiko serius.

Penyusutan saldo simpanan nasabah kini menjadi indikator utama bank-bank daerah yang dinilai rapuh dan berpotensi terdorong ke arah restrukturisasi atau konsolidasi.

"Isu ini menguat sejak Badan Jasa Keuangan Jepang dipimpin oleh Ito Yutaka, yang resmi menjabat sebagai komisaris pada Juli 2025. Ito dikenal sebagai birokrat “bertangan besi” yang mendorong reformasi tegas, termasuk percepatan restrukturisasi bank daerah," ungkap sumber perbankan Tribunnews.com Sabtu (27/12/2025).

Dari “Aset Beban” Menjadi Penentu Daya Saing

Di era suku bunga rendah, simpanan nasabah sempat dianggap “beban” karena sulit disalurkan secara menguntungkan. Namun kini, dalam rezim suku bunga yang mulai naik, besar-kecilnya dana simpanan justru menentukan daya saing bank.

"Masalahnya, bank daerah terjepit di antara bank digital yang menawarkan bunga lebih tinggi dan penyusutan populasi daerah. Di sisi lain, arus dana juga bergerak dari daerah ke kota besar, seiring konsentrasi ekonomi dan pewarisan aset ke bank-bank besar di Tokyo," katanya.

Baca juga: Wisatawan Jepang Dikritik Wartawan Aki Shikama: Pelanggaran Etika di Luar Negeri Bikin Malu

Hampir 40 Persen Bank Daerah Alami Penurunan Simpanan

Data tahun fiskal yang berakhir Maret 2025 menunjukkan, dari 97 bank daerah (61 bank daerah utama dan 36 bank daerah sekunder), sekitar 38 bank atau hampir 40 persen mengalami penurunan saldo simpanan dibandingkan tahun sebelumnya.

Fenomena ini memicu kekhawatiran regulator, terutama setelah kasus runtuhnya Silicon Valley Bank di Amerika Serikat pada 2023 akibat arus keluar dana secara cepat. Otoritas Jepang menilai skenario serupa bukan mustahil terjadi di Jepang jika pengawasan longgar.

Bank Daerah dengan Penurunan Simpanan Terbesar

Jika difokuskan pada simpanan individu (core deposits) sepanjang April–September 2024, sejumlah bank daerah mencatat penurunan signifikan:

Kirayaka Bank (Yamagata): minus 7,7 persen

Higashi-Nippon Bank (Tokyo): minus 2,7%

Fukuho Bank: minus 2,1%

Suruga Bank (Shizuoka): minus 2,0%

Kochi Bank: minus 1,8%

Fukuoka Chuo Bank: minus 1,7%

Chukyo Bank (Nagoya, kini Aichi Bank): minus 1,5%

Bank-bank di wilayah dengan penurunan populasi tajam seperti Yamagata dan Fukui menjadi contoh paling jelas sulitnya mempertahankan basis nasabah lokal.

Risiko Tambahan: Kerugian Tersembunyi Obligasi

Selain penyusutan simpanan, kenaikan suku bunga juga memperbesar risiko kerugian tersembunyi (unrealized loss) pada obligasi yang dimiliki bank daerah, terutama obligasi pemerintah Jepang.

Hingga akhir Juni 2025, total kerugian tersembunyi obligasi yen yang dimiliki bank daerah mencapai sekitar 2,63 triliun yen, dua kali lipat dibandingkan setahun sebelumnya. Ito Yutaka secara terbuka menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak kondisi ini pada kesehatan keuangan bank.

Restrukturisasi Tak Hanya Digagas Pemerintah

Dorongan restrukturisasi bank daerah tidak hanya datang dari regulator. Dari sektor swasta, SBI Holdings di bawah kepemimpinan Yoshitaka Kitao semakin agresif memperluas aliansi dengan bank daerah.

Hingga kini, SBI telah menjalin kerja sama modal dan bisnis dengan 10 bank daerah, dan mengusung gagasan “Mega Bank Keempat”, yakni konsorsium bank daerah untuk berbagi sistem dan layanan guna menyaingi bank raksasa nasional.

Selain itu, peran investor spesialis bank daerah seperti Ariaake Capital yang dipimpin Tanaka Katsunori juga makin menonjol. Dana ini terlibat dalam sejumlah transaksi lintas prefektur, termasuk akuisisi saham dan konsolidasi “lintas wilayah” yang kian marak.

Menuju Era “Satu Prefektur, Satu Bank”

Saat ini, Fukui, Nagano, dan Akita secara de facto telah memasuki fase “satu prefektur satu bank daerah”. Otoritas memperkirakan, dalam beberapa tahun ke depan, sekitar seperempat prefektur di Jepang akan berada pada kondisi serupa.

"Dengan kombinasi kenaikan suku bunga, penyusutan simpanan, dan tekanan demografi, tahun 2026 diprediksi menjadi titik krusial bagi peta perbankan daerah Jepang. Restrukturisasi tampaknya tak lagi menjadi opsi, melainkan keniscayaan."

Diskusi  perbankan di Jepang dilakukan Pencinta Jepang gratis bergabung. Kirimkan nama alamat dan nomor whatsapp ke email: tkyjepang@gmail.com

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.