Banjir, Mengapa Berulang?
December 29, 2025 06:52 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID - Bencana banjir kembali melanda Kalimantan Selatan (Kalsel). Bahkan, sejumlah wilayah seperti Balangan terbilang parah. Keadaan ini membuat ribuan warga harus mengungsi karena rumah mereka terendam air sampai atap.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalsel, banjir bandang ini dipicu oleh aktivitas Siklon Tropis Grant di Samudra Hindia serta bibit siklon 96-S yang memicu konvergensi awan hujan di wilayah Kalsel.

Oke, hal itu mungkin saja juga jadi satu pemicu bencana ini terjadi. Namun, mengutip dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, banjir bandang ini bukan hanya peristiwa cuaca ekstrem. Bencana ini juga bagian dari dampak krisis iklim yang diperparah kerusakan lingkungan.

Di antara pemicunya, hilangnya kawasan resapan air akibat alih fungsi hutan, aktivitas ekstraktif, serta buruknya tata kelola ruang. Ini membuat bentang alam kehilangan kemampuan alaminya untuk menahan air.

Data Walhi menunjukkan, Kalsel kini dibebani izin konsesi yang sangat masif. Sekitar 51,57 persen dari total luas wilayah provinsi, atau sekitar 3,7 juta hektare, telah dikapling dalam berbagai bentuk perizinan.

Rinciannya, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan mencapai 722.895 hektare (19,34 persen), Wilayah Izin Usaha Pertambangan seluas 559.080 hektare (14,96 persen), serta Hak Guna Usaha perkebunan mencapai 645.612 hektare (17,27 persen). Totalnya hampir 1,9 juta hektare wilayah Kalsel berada dalam cengkeraman izin konsesi.

Keadaan ini diperparah dengan krisis iklim sebagai akumulasi dari kerusakan lingkungan yang terus berlangsung. Peningkatan suhu bumi, perubahan pola hujan, dan cuaca ekstrem tidak terjadi tiba-tiba. Itu akibat dari kebijakan yang selama puluhan tahun mengabaikan keberlanjutan lingkungan.

Nah, pemerintah kini jangan hanya berfokus pada penanganan darurat ketika Bbencana datang. Namun, pemerintah harus memperbaiki kebijakan tata ruang dan perizinan. Jika tidak, banjir bandang seperti ini bukan yang terakhir. Bahkan, bisa jadi intensitasnya akan meningkat setiap tahun jika kebijakan tidak berubah.

Pemerintah daerah dan pusat mesti mengkaji ulang seluruh izin yang ada, memperketat pengawasan, serta menempatkan keselamatan rakyat dan keberlanjutan lingkungan sebagai prioritas utama.

Kita telah belajar dari bencana yang menimpa Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Betapa kerusakan lingkungan mengakibatkan kehancuran luar biasa ketika bencana itu datang.  Jangan sampai hal itu terjadi di Banua tercinta.

Sebagai penutup, ada baiknya satu ayat Al Quran yakni surah Ar-Rum ayat 41 untuk jadi perenungan. "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.