Kolaborasi Olah Sampah Plastik Jadi Produk Bernilai
December 29, 2025 03:54 PM

KETIKA Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, meluncurkan Program Mas JOS (Masyarakat Jogja Olah Sampah), ia tidak sekadar mengajak warga untuk memilah sampah. 

Ia menawarkan cara pandang baru bahwa sampah bukan sekadar sisa, tetapi sumber daya. 

Dari lima langkah utama Mas JOS—mulai dari pilah sampah; setor anorganik ke bank sampah, olah organik, habiskan makanan, hingga penggunaan wadah berulang—terlihat sebuah upaya serius untuk membangun budaya baru pengelolaan sampah dari rumah.

Kredibilitas program ini bukan hanya karena pemerintah menginisiasinya, tetapi karena gerakan ini konsisten merangkul warga sebagai aktor perubahan. 

Salah satu wujud kredibilitas itu tampak melalui kolaborasi Jogja Life Cycle, Forum Bank Sampah Giwang Bersih, dan Rumah Zakat Kota Yogyakarta dalam kegiatan daur ulang sampah plastik bernilai ekonomi tinggi. 

Peluncurannya pada 15 Juli 2025 dihadiri langsung oleh Wali Kota, yang menegaskan dukungan penuh Pemkot terhadap inovasi warga dalam menyelesaikan isu sampah secara produktif.

Ke depannya, yang harus dipikirkan bersama adalah kontinuitas bahan baku plastik dan pemasaran agar usaha ini berkelanjutan. 

Pemkot Yogyakarta tidak hanya mendorong masyarakat mengurangi sampah, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi daur ulang yang dapat tumbuh dan memberi manfaat langsung kepada warga.

Menggerakkan Rasa Bersama, Membangun Kebanggaan Kolektif

Tidak semua orang membayangkan bahwa tutup botol plastik, botol oli bekas, atau gelas minuman dapat berubah menjadi kursi, papan bangunan, medali, plakat, tasbih, hingga gelang estetis.

Namun di tangan kreatif para pemuda Jogja Life Cycle, sampah plastik berubah menjadi produk bernilai tinggi—sebuah transformasi yang membangkitkan rasa bangga masyarakat terhadap inovasi anak-anak Jogja.

Kisah Ilham Zulfa Pradipta, pendiri Jogja Life Cycle, juga menyentuh emosi publik.

Ia memulai riset daur ulang pada 2022, merintis produksi pada 2023, dan kini menerima pesanan dari DIY hingga Jabodetabek. 

Tantangan bahan baku justru menghidupkan harapan baru: warga Giwangan didorong terlibat mencacah plastik agar merasakan langsung nilai ekonominya.

Gambaran para ibu memungut tutup botol, para pemuda mengolah plastik menjadi papan, dan penggerak bank sampah yang membawa hasil cacahan setiap minggu, menciptakan energi kolektif.

Kota yang bersih tidak lagi menjadi slogan, tetapi menjadi karya bersama. 

Di sinilah Mas JOS membangun ikatan emosional: bahwa setiap warga berkontribusi pada hal besar.

Secara logis, program ini memberikan kontribusi nyata bagi penyelesaian masalah sampah Kota Yogyakarta. 
Daur ulang sampah plastik ini berfungsi untuk:

1. Mengurangi sampah ke TPA

Dengan meningkatnya pemilahan sampah—bagian dari lima langkah Mas JOS—Jogja Life Cycle membutuhkan 35–50 kg plastik per hari. 

Dengan memasok plastik melalui bank sampah, plastik tidak berakhir di TPA tetapi diolah menjadi produk bernilai tinggi.

2. Menciptakan nilai ekonomi baru

Harga produk daur ulang sangat kompetitif: coaster Rp 25 ribu, gelang Rp 30 ribu, tasbih Rp 35 ribu, kursi Rp 250 ribu, hingga papan plastik Rp 250 ribu. 

Nilai ekonomi ini membuka peluang warga—mulai dari penggerobak, ibu rumah tangga, hingga bank sampah—untuk mendapatkan penghasilan dari sampah.

3. Mendukung pengurangan plastik sekali pakai

Dengan memproduksi barang-barang tahan lama seperti papan, kursi, hingga material bedah rumah, Jogja Life Cycle memperpanjang usia pakai plastik, mengurangi konsumsi plastik baru.

4. Membangun rantai pasok lokal

Ketika warga Giwangan diajak mencacah, bank sampah memasok, dan pelaku usaha mengolah, terciptalah ekosistem ekonomi sirkular yang kokoh dan berkelanjutan.

5. Mendukung visi kota lestari

Mas JOS bukan hanya mengajarkan warga memilah, tetapi menyalurkan hasil pemilahan itu pada industri kreatif lokal seperti Jogja Life Cycle. Inilah bentuk nyata bahwa pengelolaan sampah dari rumah benar-benar memberi dampak bagi kota.

Jogja Life Cycle dan Forum Bank Sampah Giwang Bersih, menunjukkan bahwa ketika Mas JOS diterapkan secara konsisten, hasilnya bukan sekadar kota yang bersih. Kolaborasi tersebut menghasilkan kota yang inovatif, kreatif, dan penuh peluang ekonomi. 

Warga memilah, bank sampah menyalurkan, pelaku inovasi mengolah, dan pasar menyerap hasilnya.
Inilah bukti bahwa sampah bukan akhir dari sebuah barang—tetapi awal dari nilai yang baru. Mas JOS sudah memulai gerakannya. 

Jogja Life Cycle membuktikan potensinya.
Kini tinggal bagaimana warga Jogja ikut terlibat, dari rumah masing-masing, untuk menjadikan sampah sebagai harapan baru. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.