TRIBUNJATIM.COM - Sebuah apotek di Provinsi Banten ketahuan menjual obat-obatan ilegal hingga pemiliknya ditangkap dan disidang.
Apotek yang dimaksud adalah Apotek Gama milik Lucky Mulyawan Martono.
Lucky menjalani sidang kasus peredaran sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu ini pada Senin (29/1/2025).
Dalam persidangaj tersebut, ia dituntut membayar denda sebesar Rp 1,8 miliar.
Baca juga: Siswa 15 Tahun Harus Cuci Darah karena Kecanduan Obat Keras Kedaluwarsa, Ternyata Kini Ramai Diburu
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Banten, Hendra Melyana, menyatakan terdakwa terbukti secara sah melanggar Pasal 435 UU RI No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lucky Mulyawan Martono dengan pidana denda sebesar Rp 1.800.000.000.
"Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ujar Hendra saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Serang, Senin (29/12/2025), melansir dari Kompas.com.
Selain Lucky, pegawainya yang menjabat sebagai apoteker penanggung jawab, Popy Herlinda Ayu Utami, juga dituntut denda sebesar Rp 312,5 juta atau subsider 2 bulan kurungan.
Baca juga: Daftar 32 Obat Herbal Ilegal yang Mengandung Bahan Kimia, ada Pil Sakit Gigi Hingga Pelangsing
Jaksa menilai perbuatan kedua terdakwa menghambat program pemerintah dalam memberantas peredaran obat keras tanpa izin edar.
Hal yang memberatkan adalah obat-obatan tersebut tidak memenuhi standar persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Sementara hal yang meringankan, keduanya belum pernah dihukum.
Kasus ini terungkap setelah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Serang menerima laporan warga terkait maraknya penjualan "obat setelan" atau obat racikan tanpa label.
Sebagai informasi, pada Januari 2024, petugas BBPOM menyamar sebagai pembeli obat sakit gigi di Apotek Gama.
Saat itu, petugas ditawari satu plastik klip berisi 15 butir obat tanpa label seharga Rp 25.000.
Plastik tersebut berisi kapsul dan tablet berbagai warna tanpa keterangan jenis obat, cara pakai, maupun tanggal kedaluwarsa.
Puncaknya, pada sidak 19 September 2024 di Apotek Gama, petugas menemukan ruangan di lantai 3 yang digunakan untuk menyimpan cangkang kapsul tak berizin.
Baca juga: Polisi Malang Gerebek Rumah Produksi Obat Ilegal, Ciduk 2 Pelaku, Terkuak Lokasi Penjualan
Ditemukan pula obat-obat keras yang telah dikeluarkan dari kemasan aslinya untuk dikemas ulang (repacking) dalam plastik klip dan dijual bebas tanpa resep dokter.
Dalam perkara ini, Lucky berperan sebagai penanggung jawab operasional yang menerima keuntungan langsung ke rekening pribadinya.
Sementara Popy, selaku apoteker, dinilai turut mengetahui dan membiarkan praktik ilegal tersebut. Sidang yang dipimpin hakim ketua Hasanuddin ini akan dilanjutkan pada Senin (5/1/2026) dengan agenda pembacaan pledoi dari pihak terdakwa.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), menyita ratusan obat ilegal dan kedaluwarsa yang beredar di Kabupaten Pulang Pisau.
Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin keamanan, kemanfaatan, khasiat, dan mutu sediaan farmasi hingga ke tangan pasien.
Kepala BBPOM Palangka Raya, Ali Yudhi Hartanto, mengungkapkan bahwa penyitaan ratusan obat ilegal tersebut dilakukan setelah adanya pengawasan komprehensif terhadap sarana produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi.
Pengawasan tersebut mencakup pemeriksaan sarana, sampling-pengujian, serta pengawasan label dan iklan.
Ia mengaku masih menemukan pelaku usaha nakal yang tidak bertanggung jawab melakukan perbuatan melanggar hukum dengan mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar (TIE).
Baca juga: Kejari Ponorogo Musnahkan 74 Ribu Barang Bukti, dari Bahan Peledak hingga Obat Terlarang
Selain itu, juga jamu mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dan obat keras tanpa keahlian dan kewenangan.
"Serta obat mengandung obat-obat tertentu (OOT) TIE yang berpotensi disalahgunakan dan lain-lain,” beber Ali kepada Kompas.com melalui keterangan tertulisnya, Kamis (27/11/2025).
Pelaku yang mengedarkan obat-obatan ilegal tersebut teridentifikasi melakukan perbuatan melanggar hukum, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hingga ke proses pro justitia.
"Oleh karenanya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBPOM di Palangka Raya pada tanggal 20 November 2025 melaksanakan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II) di Kejaksaan Negeri Pulang Pisau,” ujarnya.
Perkara yang dilakukan pada Tahap II ini adalah penjualan obat dan obat tradisional tanpa izin edar yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu, serta sarana yang menjual obat di lapak pasar.
Sarana tempat menjual ini, lanjut Ali, juga tidak memenuhi syarat untuk menjamin mutu dan keamanan obat tetap terjaga, dan pelaku merupakan tenaga non-kefarmasian yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan.
Baca juga: 11 Pengedar Okerbaya di Bondowoso Diringkus Polisi, Modus Dibungkus di dalam Botol Obat Hewan Ternak
Adapun obat-obatan yang disita dan menjadi barang bukti itu di antaranya adalah obat keras sebanyak 377 macam, obat keras kedaluwarsa sebanyak 14 macam, obat bebas ada 2 macam, obat bebas terbatas mengandung OOT ada 4 macam, obat bebas terbatas sebanyak 3 macam, suplemen kesehatan kedaluwarsa ada 2 macam, obat tanpa izin edar sebanyak 2 macam, serta obat bahan alam tanpa izin edar sebanyak 48 macam.
"Pelaku usaha tersebut telah melanggar Pasal 435 dan Pasal 436 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” ungkapnya.
Dari kasus ini, Ali mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap ancaman dan bahaya jika membeli obat di sarana yang tidak berizin.
Seyogyanya, obat yang dikonsumsi diperoleh dari sarana resmi, seperti apotek, puskesmas, rumah sakit, dan toko obat untuk obat bebas/bebas terbatas.
“Jika menemukan potensi pelanggaran di bidang sediaan farmasi dan pangan olahan, bersedia menghubungi BBPOM di Palangka Raya,” pungkasnya.