Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Yulianus Magai
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Kesaksian pihak RS Marthen Indey terkait meninggalnya pasien ibu hamil yang tengah menjalani persalinan, Martha Ngurmetan, berbeda dengan kronologis yang disampaikan pihak leuarga korban.
Martha Ngurmetan meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya saat menjalani proses persalinan di RS Marthen Indey, Kota Jayapura, Papua, Jumat (26/12/2025).
Peristiwa ini menyita perhatian publik setelah foto dan video korban beredar luas di media sosial.
Berbagai reaksi pun bermunculan, termasuk dugaan adanya kelalaian dalam penanganan medis.
Berikut kronologi berbeda terkait kejadian ini.
Versi Rumah Sakit Marthen Indey
Dokter penanggung jawab pasien, dr David, menjelaskan bahwa penanganan medis terhadap pasien telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
Menurut pihak rumah sakit, pasien tiba di RS Marthen Indey pada Jumat (26/12/2025) sekitar pukul 09.40 WIT dengan surat pengantar dari Poliklinik Obgyn RSMI tertanggal 18 Desember 2025.
Diagnosis pasien saat itu adalah G5P4A0 usia kehamilan 37–38 minggu dengan janin tunggal hidup, serta direncanakan menjalani induksi persalinan.
Baca juga: Martha Meninggal Saat Bersalin di RS Marthen Indey Jayapura, Keluarga Tegaskan Tempuh Jalur Hukum
Pada pukul 09.45 WIT, dilakukan pemeriksaan awal dengan kondisi umum pasien dinyatakan baik, tanda-tanda vital stabil, denyut jantung janin 150 kali per menit, serta pembukaan serviks 1 sentimeter.
Sekitar pukul 11.00 WIT, pasien dipindahkan ke ruang bersalin (VK) dan dipasang infus cairan.
Dokter kemudian memberikan advis induksi persalinan menggunakan misoprostol dengan rencana persalinan normal.
Edukasi medis, termasuk kemungkinan tindakan operasi sesar, telah disampaikan kepada pasien dan suami.
Keduanya kemudian memilih metode induksi dan menandatangani persetujuan tindakan medis.
Induksi pertama diberikan sekitar pukul 13.00 WIT dengan kondisi janin masih dalam batas normal.
Memasuki dini hari Sabtu (27/12/2025), kondisi pasien dilaporkan memburuk. Pada pukul 02.39 WIT, dokter jaga melaporkan kondisi tersebut kepada dokter penanggung jawab.
Satu menit kemudian, dokter menginstruksikan persiapan operasi sesar dan segera menuju rumah sakit.
Namun, pada saat itu pasien mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest).
Tim medis melakukan upaya resusitasi jantung paru secara berulang, namun tidak membuahkan hasil.
Dokter David tiba di rumah sakit pada pukul 03.17 WIT, dan sekitar pukul 03.55 WIT pasien dinyatakan meninggal dunia dengan dugaan penyebab kematian emboli air ketuban.
Pihak RS Marthen Indey menyatakan siap menjalani proses evaluasi dan penelusuran sesuai ketentuan yang berlaku.
Versi Keluarga Korban
Sementara itu, pihak keluarga korban menyampaikan kronologi yang berbeda.
Suami almarhumah, Maikel Pariama, menilai adanya keterlambatan penanganan dan minimnya kehadiran dokter secara langsung selama proses persalinan.
Menurut keterangan keluarga, almarhumah tiba di RS Marthen Indey pada sekitar pukul 09.15 WIT dan setelah pemeriksaan awal dipindahkan ke ruang kebidanan.
Di ruangan tersebut, pasien diberikan obat perangsang persalinan, namun selama berjam-jam hanya ditangani oleh bidan.
Keluarga menyebut dokter spesialis kandungan tidak hadir secara fisik sejak pagi hingga dini hari.
Kondisi almarhumah dikatakan terus memburuk dan mengalami kesakitan hebat selama kurang lebih 17 jam.
“Kami tidak menyalahkan rumah sakit, tetapi kami tidak terima jika saat istri saya kritis, dokter tidak berada di tempat,” ujar Maikel saat ditemui Tribun-Papua.com di rumah duka, Senin (29/12/2025).
Baca juga: Keluarga Ungkap Kronologi Kematian Ibu Hamil di RS Marthen Indey: 17 Jam Tanpa Dokter
Selain itu, keluarga juga menyoroti komunikasi medis yang dinilai kurang jelas serta penggunaan istilah medis yang sulit dipahami oleh suami korban.
Keluarga mengaku sempat dilarang mendampingi almarhumah saat berada dalam masa observasi.
Pukul 03.00 WIT, kondisi pasien semakin kritis. Keluarga menyebut dokter baru hadir setelah almarhumah dinyatakan meninggal dunia.
Atas kejadian ini, pihak keluarga menyatakan akan menempuh jalur hukum.
“Kami ingin keadilan. Ini bukan hanya soal prosedur, tetapi soal kemanusiaan,” tegas adik korban, Yermina Ngurmetan.
Insiden ini sempat memicu ketegangan di area RS Marthen Indey. Namun, situasi kini telah kembali kondusif. Pihak RS Marthen Indey bersama Dinas Kesehatan Provinsi Papua telah menggelar pertemuan internal dan menyatakan siap melakukan pertemuan lanjutan dengan keluarga korban.
Kasus ini menambah sorotan publik terhadap layanan kesehatan ibu dan anak di Papua serta memunculkan desakan agar evaluasi menyeluruh dilakukan demi mencegah kejadian serupa terulang kembali. (*)