Oleh : Emita Ika Imaniar
Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak
PERTUMBUHAN perdagangan digital dalam beberapa tahun terakhir membuat pola transaksi di Indonesia berubah sangat cepat. Banyak usaha kecil, menengah, hingga besar yang kini bergantung pada marketplace untuk menjual produk mereka.
Di sisi lain, pemerintah perlu menyesuaikan mekanisme perpajakan agar tetap relevan dengan cara jual beli modern yang serba otomatis.
Karena seluruh transaksi sudah tercatat secara digital, sistem marketplace menjadi titik paling logis untuk pemungutan yang rapi dan akurat.
PMK 37/2025 hadir sebagai jawaban atas perubahan besar tersebut. Banyak yang mengira ini adalah pajak baru yang membebani pelaku usaha, padahal esensinya hanya mengatur cara pungutan pajak yang sudah ada bukan menciptakan objek pajak baru.
Peraturan ini memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha melalui Marketplace untuk menjalankan kewajiban perpajakannya.
Inti aturan ini adalah penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh dan PPN tertentu atas transaksi yang terjadi di platform mereka. Artinya, ketika pedagang berjualan melalui marketplace, pajaknya akan dipotong atau dipungut otomatis oleh platform, lalu disetorkan ke kas negara.
Sebelumnya, pedagang harus menghitung dan membayarnya sendiri. Banyak yang patuh, tapi banyak juga yang kesulitan baik karena kurangnya pemahaman, administrasi yang kompleks, atau keterbatasan waktu.
Dengan mekanisme baru ini, proses pemungutan menjadi jauh lebih sederhana: otomatis, terintegrasi, dan tidak mengganggu aktivitas jual beli.
Dalam aturan ini, Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang online dalam negeri sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui Marketplace dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0.5 persen dari Peredaran Bruto yang diterima atau diperoleh.
Mekanisme pemungutan dilakukan dengan cara membuat dokumen tagihan atas penjualan barang dan/atau jasa dengan mekanisme yang ada pada Marketplace.
Dokumen tagihan tersebut berupa dokumen tagihan atas nama Pedagang yang dihasilkan melalui Marketplace.
Sehingga, kewajiban pemungutan tidak membebani proses jual beli online yang sudah ada karena disesuaikan dengan proses bisnis Marketplace. Dokumen tagihan tersebut merupakan dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh Pasal 22 bagi Pedagang Dalam Negeri.
Atas pemotongan PPh Pasal 22 yang telah dilakukan oleh pihak Marketplace wajib disetorkan dan dilaporkan oleh pihak Marketplace melalui pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi.
Asas Keadilan: Menyamakan Kewajiban Perpajakan Pedagang Online dan Offline
Selama ini, pedagang offline yang memiliki toko fisik lebih mudah terpantau dan biasanya menjalankan kewajiban pajak dengan lebih teratur.
Di sisi lain, pedagang online kadang tidak tercatat atau pajaknya tidak otomatis teradministrasi. Ini menimbulkan ketidaksetaraan. Pedagang offline memikul beban regulasi lebih berat. Pedagang online terlihat “lebih ringan” dari sisi kewajiban pajak.
PMK 37/2025 mencoba menghilangkan ketimpangan tersebut. Dengan pemungutan otomatis di marketplace, seluruh pedagang baik offline maupun online, berada dalam posisi yang lebih setara dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Bagi pedagang barang atau jasa yang merupakan Wajib Pajak UMKM yang memilki kewajiban menyetorkan sendiri PPh Final atas perdearan bruto tertentu, dapat memperhitungkan nilai PPh Pasal 22 yang telah dipungut marketplace sebagai pengurang kewajiban penyetoran PPh final.
Jadi, jika pedagang hanya melakukan penjualan secara online saja, maka pedagang tersebut tidak perlu melakukan penyetoran sendiri PPh final dari omzet setiap bulan.
Mekanisme ini justru membantu para pelaku usaha UMKM untuk menjalankan kewajiban perpajakannya tanpa membebani administrasi perpajakan yang komplek.
Dampak Positif Bagi Ekosistem Ekonomi Digital
Dengan aturan baru ini:
* Marketplace menjadi lebih profesional dan terlibat langsung dalam tata kelola ekonomi digital.
* Pedagang mendapatkan sistem yang lebih rapi dan mudah dipatuhi.
* Pemerintah memperoleh data dan penerimaan pajak yang lebih akurat.
* Persaingan antara pedagang offline dan online menjadi lebih adil.
* Ekonomi digital bergerak semakin formal, tertata, dan berkelanjutan.
PMK 37/2025 bukanlah upaya pemerintah menambah beban pedagang, melainkan langkah untuk memperbarui sistem perpajakan agar cocok dengan perkembangan zaman. Dengan penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak, mekanisme yang sebelumnya manual menjadi otomatis, lebih sederhana, dan lebih adil untuk semua pelaku usaha.
Peraturan ini adalah contoh bagaimana kebijakan fiskal dapat mengikuti perubahan perilaku ekonomi masyarakat tanpa menciptakan objek pajak baru, tanpa memberatkan UMKM, dan tetap menjaga keadilan antara pedagang online maupun offline. (*)