Revitalisasi Pendidikan Kritis: Membentuk Pemimpin Bangsa di Era Digital
Machiko Maia Purwanto Putri September 16, 2024 08:09 PM
Oleh: Machiko Maia Purwanto Putri
Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.
Tatanan negara yang bobrok dengan masyarakatnya yang abai, perlu mengalami revitalisasi besar-besaran apalagi sebagai siswa yang nantinya memegang tonggak kekuasaan untuk kemajuan negara.
Siswa perlu mengetahui apa yang terjadi pada negaranya sejak awal. Ini disebabkan oleh fakta bahwa mereka akan menjadi calon pemimpin generasi berikutnya. Pendidikan kewarganegaraan dan ilmu pengetahuan sosial selalu berkesinambungan karenanya, kurikulum kewarganegaraan dan ilmu sosial harus dikembangkan notabene adalah untuk menangani isu-isu sosial, ekonomi, dan politik masa sekarang mulai dari bangku Sekolah Dasar. Pengenalan dini kepada diharapkan siswa akan lebih kompeten tentang cara mengambil konsep dan ide yang telah diajarkan kepada mereka ke dalam kehidupan nyata mereka dengan mensintes kemampuan ini dan, dengan demikian, menyebabkan mereka mampu berpikir kritis dan logis dalam isu-isu sosial yang rumit.
Kurikulum dalam pembelajaran selain mengajarkan pengetahuan tetapi juga harus di tinjau ulang untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis pada siswa. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan pengajaran interaktif seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan proyek penelitian. Sebagai hasilnya, siswa didorong untuk menilai materi, membangun argumen yang beralasan, dan menantang ide-ide yang sudah mapan.
Kurikulum harus memasukkan berbagai perspektif dan pengalaman, terutama dari kelompok minoritas dan terpinggirkan. Dengan demikian, siswa akan mendapatkan pemahaman dan apresiasi yang lebih baik terhadap keragaman dalam masyarakat. Dengan meningkatnya inklusivitas, pendidikan memiliki potensi untuk mengurangi prasangka dan meningkatkan toleransi di kalangan siswa terhadap orang-orang dari kelompok sosial yang mempraktikkan sila ketiga Pancasila, yaitu “persatuan Indonesia”.
Pada era globalisasi, di mana kemajuan IPTEK mengalami angka kenaikan yang drasti, maka diperlukannya penggabungan teknologi ke dalam pendidikan kewarganegaraan dan ilmu sosial untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan membuat topik tersebut lebih menarik dan mengasah pola pikir untuk melatih berdiskusi. Teknologi memungkinkan akses ke pilihan alat pembelajaran yang lebih luas, termasuk database daring, film interaktif, dan simulasi digital. Hal ini mejadi refrensi bagi siswa untuk belajar secara individu dan kooperatif, serta mempersiapkan diri mereka untuk lingkungan kerja yang bertransformasi secara digital di era Society 5.0.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.