Perubahan Regulasi Waralaba: Peluang Baru atau Hambatan Usaha?
Indra M Wicaksono September 23, 2024 06:20 PM
Waralaba atau franchise merupakan salah satu model bisnis yang cukup populer di Indonesia. Dengan konsep yang memungkinkan duplikasi bisnis yang sudah terbukti sukses, waralaba menawarkan peluang besar bagi para pengusaha, baik pemilik merek maupun mitra yang ingin menjalankan bisnis dengan risiko yang relatif terkendali. Namun, seiring berkembangnya industri dan kebutuhan penyesuaian terhadap dinamika pasar, regulasi terkait waralaba pun mengalami perubahan.
Perubahan regulasi di sektor usaha sering kali memicu diskusi di kalangan pelaku usaha, terutama mengenai bagaimana perubahan ini akan memengaruhi lanskap bisnis secara keseluruhan. Pada 2 September 2024, pemerintah Indonesia melakukan revisi terhadap aturan waralaba dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba yang mencabut PP Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
Perubahan tersebut menyoroti dua tujuan utama, yaitu meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam negeri dan menjaga kualitas bisnis waralaba. Namun, apakah perubahan tersebut memberikan peluang baru bagi para pelaku usaha atau justru menjadi hambatan bagi perkembangan bisnis mereka?
Perubahan Kriteria Pengalaman Kegiatan Usaha: Dari 5 Tahun Menjadi 3 Tahun
Sebelumnya, calon pemberi waralaba harus memiliki pengalaman opersional selama 5 tahun sebelum dapat mewaralabakan usahanya. Dengan regulasi baru, batas waktu tersebut dipangkas menjadi 3 tahun.
Perubahan ini dapat dilihat sebagai peluang bagi para pelaku usaha yang ingin memperluas usahanya lebih cepat. Hal tersebut tentunya dapat mendorong lebih banyak inovasi dan pertumbuhan bisnis, khususnya bagi sektor-sektor yang berkembang pesat seperti makanan dan minuman, retail, serta jasa.
Bagi konsumen, perubahan ini bisa menambah lebih banyak pilihan produk dan layanan yang tersedia melalui skema waralaba. Namun, konsumne juga harus lebih selektif dalam memilih produk atau layanan dari waralaba yang mungkin belum memiliki pengalaman usaha yang cukup matang. Kredibilitas dan kualitas produk dari waralaba yang baru perlu menjadi perhatian konsumen sebelum mereka memutuskan untuk membeli atau menggunakan produk tersebut.
Hal teresebut sejalan dengan kekhawatiran terkait kesiapan dan stabilitas usaha yang baru berjalan selama 3 tahun untuk diwaralabakan. Belum cukup panjangnya pengalam opersional, ada risiko bahwa model bisnis tersebut belum benar-benar teruji dalam berbagai kondisi pasar. Hal ini bisa berdampak pada kualitas dan keberlanjutan usaha waralaba di kemudian hari.
Prioritas Penggunaan Barang dan/atau Jasa Produksi Dalam Negeri dan Kewajiban Bekerja Sama Dengan Pelaku UMKM
Regulasi terbaru memuat ketentuan terkait prioritas penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri, dengan catatan sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan. Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan juga harus bekerja sama dengan pelaku UMKM di daerah setempat sebagai pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan.
Ini adalah langkah yang sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendukung industri dalam negeri dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri di pasar domestik maupun internasional. Bagi pelaku usaha waralaba, hal ini dapat menjadi peluang untuk berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian lokal. Dengan memanfaatkan produk dalam negeri, usaha waralaba dapat memberikan nilai tambah kepada konsumen yang semakin sadar akan pentingnya mendukung produk lokal. Penggunaan produk lokal yang berkualitas juga bisa menjadi keunggulan kompetitif tersendiri di pasar.
Penerapan ketentuan ini memerlukan kesiapan dari para pemilik usaha waralaba maupun penyedia barang/jasa produk dalam negeri dan pelaku UMKM. Mereka perlu memastikan bahwa produk yang digunakan memenuhi standar mutu yang diharapkan oleh konsumen. Penyesuaian ini juga dapat menjadi tantangan bagi waralaba yang sudah tebiasa dengan produk impor, terutama dalam hal kualitas dan kesesuaian dengan standar operasional yang telah diterapkan.
Pengaturan Laporan Keuangan Yang Menunjukan Adanya Keuntungan
Pada regulasi yang baru, mensyaratkan bahwa Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan membuktikan bahwa usahanya telah memberikan keuntungan dengan laporan keuangan 2 tahun terakhir yang menunjukan adanya keuntungan dan telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian. Aturan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa usaha yang diwaralabakan memang benar memiiki kesehatan finansial yang baik. Dengan demikian, calon mitra waralaba dapat lebih yakin bahwa usaha yang mereka masuki memiliki fondasi yang kuat dan prospek keuntungan yang jelas.
Meskipun ini dapat meningkatkan kepercayaan mitra potensial, biaya audit yang tidak murah dapat menjadi beban tambahan bagi para pelaku usaha. Bagi sebagian pelaku usaha, terutama yang baru saja merintis usaha dan belum memiliki rekam jejak keuangan yang panjang, mungkin tidak mudah, terutama di masa awal pertumbuhan usaha. Pelaku usaha perlu lebih cermat dalam merencanakan keuangan dan memastikan bahwa usaha mereka memiliki arus kas yang sehat sebelum memutuskan untuk mewaralabakan usahanya.
Pengecualian Laporan Keuangan Yang Telah Diaudit Oleh Akuntan Publik Bagi UMKM
Perubahan lain yang cukup penting adalah kemudahan bagi pelaku UMKM dalam laporan keuangan sebagai bukti keuntungan 2 tahun terakhir. Ini merupakan langkah positif yang memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM dalam mengakses peluang usaha waralaba. Kemudahan tersebut memungkinkan mereka untuk tetap bersaing dan memulai waralaba tanpa harus dibebani oleh biaya audit laporan keuangan. Sehingga diharapkan dapat mendorong lebih banyak pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya ke model waralaba.
Meskipun kemudahan tersebut memberikan akses yang lebih luas, pelaku UMKM tetap harus menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Tanpa audit, ada risiko bahwa kualitas pelapotan bisa menurun, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kepercayaan mitra bisnis dan kredibilitas usaha.
Peluang atau Hambatan?
Melihat beberapa perubahan regulasi yang disebutkan di atas, pertanyaan yang muncul adalah, apakah ini menjadi peluang batu atau justru hambatan bagi usaha? Jawabannya bisa berbeda tergantung pada perspektif dan kesiapan masing-masing pelaku usaha.
Bagi mereka yang siap beradaptasi dengan perubahan, regulasi ini jelas menawarkan banyak peluang. Penurunan syarat penglaman usaha memungkinkan ekspansi lebih cepat, sedangkan dukungan terhadap produk dalam negeri dan UMKM dapat memperkuat posisi hal tersebut di pasar. Namun, bagi mereka yang belum siap. Perubahan ini bisa menjadi tantangan tersendiri. Risiko penurunan kualitas usaha waralaba karena pengalaman berusaha yang lebih singkat, serta tantangan dalam penyesuaian penggunaan produk dalam negeri, perlu dikelola dengan baik.
Pada akhirnya, keberhasilan dalam menghadapi perubahan regulasi ini sangat bergantung pada bagaimana para pelaku usaha mempersiapkan dirinya dan menyesuaikan strategi usaha masing-masing. Dengan pendekatan yang tepat, regulasi baru ini dapat menjadi landasan bagi pertumbuhan usaha yang lebih berkelanjutan dan kompetitif di masa yang akan datang.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.