Jejak Sejarah Corak Batik dari Masa Majapahit
Afif Khoirul M October 02, 2024 02:34 PM

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Sebuah Perjalanan Melintasi Waktu dalam Goresan Canting dan Keindahan Abadi

Intisari-online.com -Angin berbisik lembut di antara rerimbunan pohon beringin di Trowulan, membelai lembut sisa-sisa kejayaan masa lampau.

Di tanah yang pernah menjadi saksi bisu kebesaran Kerajaan Majapahit, tersimpan kisah-kisah yang terukir bukan hanya pada prasasti batu, tetapi juga pada selembar kain yang dihiasi lukisan rumit nan memukau.

Kain batik, warisan budaya adiluhung yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa Indonesia, ternyata telah menyapa dunia sejak zaman keemasan Majapahit.

Bayangkan, di tengah gemerlap istana Majapahit yang megah, para putri raja dan dayang-dayang dengan anggunnya mengenakan kain-kain bermotif indah.

Kain-kain tersebut bukan sekadar penutup tubuh, melainkan kanvas bagi ekspresi seni dan simbol status sosial.

Goresan canting yang lincah menari di atas kain mori, menciptakan motif-motif yang sarat makna, merefleksikan kehidupan, kepercayaan, dan filosofi masyarakat Majapahit.

Jejak-Jejak Sejarah yang Terukir dalam Batik

Bukti-bukti keberadaan batik di era Majapahit memang tidak tercatat secara gamblang dalam prasasti-prasasti kuno.

Namun, para sejarawan dan arkeolog telah menemukan petunjuk-petunjuk berharga yang menguatkan dugaan bahwa seni batik telah berkembang pesat pada masa itu.

Relief-relief di candi-candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran dan Candi Surawana, menggambarkan sosok-sosok manusia yang mengenakan kain bercorak mirip batik.

Selain itu, dalam kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca yang mengisahkan perjalanan Hayam Wuruk, terdapat sebuah bait yang menyebutkan tentang kain dengan hiasan berupa binatang dan bunga.

Meskipun tidak secara eksplisit menyebut kata "batik", gambaran tersebut menunjukkan adanya teknik hias kain yang mirip dengan batik pada masa itu.

“... hana ta siratuhu tan hana wenang lawan, raras ririh sarwa tinon, lwir ning rat kunang kagyat, wastra bhinaturangga puspa...”

(Artinya: “...ada pula yang berjalan kaki, tidak ada yang berani melarang, indah rapi semua dilihat, seakan-akan bintang di langit berjatuhan, kain berhiaskan binatang dan bunga...”)

---

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.