APBN 2025 Boncos Bayar Utang, BPN Disebut Jadi Solusi Genjot Penerimaan Negara
kumparanBISNIS October 09, 2024 05:21 PM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diperkirakan mengalami tekanan berat. Padahal, tahun depan merupakan tahun pertama kepemimpinan Prabowo Subianto.
Ekonom sekaligus Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, mengatakan pembayaran utang dalam APBN 2025 berpotensi menyedot anggaran yang signifikan. Sehingga ruang fiskal untuk belanja lainnya, seperti infrastruktur dan pelayanan publik, menjadi semakin sempit.
Drajad menjelaskan, pemerintah memiliki beban pembayaran utang jatuh tempo dan bunga utang mencapai Rp 1.353 triliun. Angka tersebut sekitar 45 persen dari total pendapatan pada tahun depan yang direncanakan senilai Rp 3.005,1 triliun.
Sementara itu, total belanja pemerintah di 2025 mencapai Rp 3.621,3 triliun. Menurutnya, angka tersebut masih kurang untuk membiayai tahun pertama Prabowo-Gibran.
“Di mana ruang fiskalnya? Nah, jawabannya memang kita melalui BPN (Badan Penerimaan Negara),” kata Drajad dalam Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Le Meridien, Rabu (9/10).
Drajad mengungkapkan memang saat ini BPN masih belum banyak didiskusikan. Namun, ia menekankan pembentukan BPN harus mengandung tiga unsur transformasi. Antara lain, transformasi kelembagaan, transformasi teknologi, dan transformasi kultur.
“Transformasi kultur ini yang paling susah tetapi kultur itu bisa dipaksa oleh teknologi,” tegasnya.
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
Drajad mengaku, pemerintahan Prabowo kekurangan dana sekitar Rp 300 triliun untuk belanja negara. Dia menyebut, angka jumbo ini perlu digelontorkan untuk mengerek pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen
“2025 itu pertumbuhan minimal harus sampai ke 5,8 persen atau 5,9 persen supaya kita punya batu loncatan untuk ngejar 6 persen-7 persen kemudian ke 8 persen. Kekurangannya berapa? Itu masih kurang Rp 300 triliun,” ungkap Drajad.
Sebelumnya, International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional) atau IMF, menyoroti rencana pembentukan BPN di Indonesia. Menurut lembaga tersebut, pembentukan BPN harus dilakukan secara hati-hati karena memerlukan anggaran yang besar.
Prabowo dan Gibran berencana membentuk BPN untuk menyatukan penerimaan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak melalui satu institusi.
"Rencana untuk membentuk BPN harus dirancang dengan hati-hati, karena restrukturisasi tersebut terbukti mahal," tulis IMF dalam laporan 2024 Article IV Consultation dikutip Senin (12/8).
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.