Prabowo dan Coelho
Hari Widodo October 21, 2024 07:31 AM

Mujiburrahman, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin

BANJARMASINPOST.CO.ID - KEMARIN, 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029.

 “Lima belas tahun kami berjuang, akhirnya berhasil juga. Kami sangat bersyukur,” kata politisi Gerindra, Habiburrokhman kepada media.

Saking gembiranya, katanya, pada malam menjelang pelantikan, para pentolan Gerindra masih asyik berdialog di Grup WhatsApp hingga jam 3 dini hari. 

 Prabowo memang pernah kalah berturut-turut: sebagai cawapres pada 2009 dan sebagai capres pada 2014 dan 2019. Baru pada 2024 dia menang.

Kegembiraan itu bertambah lagi dengan upacara pelantikan yang megah, dijaga ketat oleh 115 ribu personel TNI/Polri dan dihadiri 1.100 undangan, serta para pemimpin dan utusan khusus 33 negara sahabat.

Lebih dari itu, ada pula 14 panggung hiburan rakyat di seputar Jakarta, yang diisi oleh artis-artis ternama. Tak ketinggalan pula wartawan media nasional dan internasional yang siap siaga meliput secara langsung upacara pelantikan tersebut dengan segala pernak-perniknya. Tentu saja, Istana Negara juga dihias dan dirapikan, guna menyambut presiden dan wakil presiden baru.

Dalam satu wawancara dengan Najwa Shihab, Prabowo mengaku bahwa di antara buku-buku yang dia sukai adalah karya Paulo Coelho. Karena itu, menarik untuk melihat sebagian yang ditulis Coelho.

Dalam manuskrip yang ditemukan di Accra, Coelho (2012: 34) menulis, “Kekalahan diperuntukkan bagi mereka yang menjalani hidup dengan penuh semangat dan keyakinan, walaupun dihantui rasa takut. 

Kekalahan adalah untuk orang yang gagah berani. Sebab hanya merekalah yang mengerti tentang kehormatan dalam kekalahan, dan suka cita dalam kemenangan.”

Politik memang soal menang-kalah, tetapi setelah menang, lantas mau apa? Pertanyaan ini tentu sangat penting, lebih-lebih kemenangan dalam merebut kekuasaan pemerintahan.

Pertanyaan ini tidak hanya untuk Prabowo-Gibran, tetapi juga untuk semua elit politik yang terlibat dalam proses pemilu, yang tahun ini duduk di kursi empuk DPR/MPR dan kabinet yang baru. 

Dalam kampanye pemilu, mereka telah menjanjikan berbagai program kepada rakyat sebagai pelaksanaan amanat konstitusi kita, yaitu mewujudkan Indonesia “yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”

Untuk mewujudkan janji-janji itu dalam kenyataan, tentu diperlukan tim yang kompak dan pekerja keras. Minggu lalu, kita menyaksikan di media, Prabowo telah memanggil calon-calon menteri dan wakil menteri yang jumlahnya paling banyak dalam sejarah Indonesia.

Konon ada 44 kementerian, dan sebagian menteri akan dibantu oleh lebih dari satu orang wakil menteri. Ini koalisi besar, yang mencoba merangkul berbagai pihak. Ada yang dari partai-partai pendukung. Ada pula dari kalangan profesional. Ada lagi dari kabinet Jokowi. Konon, ada juga orang-orang titipan para bohir, dst.

Tak sedikit pengamat yang ragu bahkan pesimistis dengan kabinet yang “gemoy” ini. Mereka khawatir bahwa kabinet ini tak lebih dari bagi-bagi kekuasaan kaum elit saja, sementara kepentingan rakyat hanya hiasan bibir belaka.

 Ada lagi yang berpendapat, bergabungnya banyak partai politik dan bahkan perwakilan ormas dalam pemerintahan akan menghambat demokrasi yang sehat, karena suara-suara kritis penyeimbang pemerintah bisa jadi makin sepi. Lebih jauh lagi, hal ini dilihat sebagai manifestasi dari konsep negara integralistik atau kekeluargaan yang alergi terhadap oposisi.

Kita berharap, pandangan kritis tersebut justru menjadi motivasi bagi pemerintahan Prabowo. Harapan itu terasa bergema dalam pidato pelantikannya yang berapi-api.

Prabowo menegaskan bahwa para pemimpin harus bersih, tidak korupsi, dan hukum harus ditegakkan dengan keras dan tegas. Rakyat miskin masih banyak. Mereka harus disejahterakan. Pemimpin harus bekerja untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri. Kita harus swasembada pangan. Kekayaan alam harus dikelola bangsa sendiri dengan baik. Ini semua sulit diwujudkan, tetapi jika kita bersatu, kita pasti bisa.

Kita berharap, pidato Prabowo yang penuh semangat bahwa dia akan mengabdikan jiwa-raganya demi rakyat Indonesia, akan dibuktikannya selama menjabat sebagai presiden.

Untuk itu, sudah selayaknya kita memberi kesempatan yang adil (fair-chance) kepada beliau untuk bekerja keras memenuhi janji-janjinya. Kita berharap, seperti nasihat Raja Tua dalam novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho: ”Kalau seseorang sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, seisi jagat raya akan bahu membahu membantu orang itu mewujudkan impiannya” (2005: 83).

Kesungguhan seseorang dalam berjuang jiwa-raga mewujudkan janji-janjinya bahkan lebih penting daripada hasil yang kelak didapatkannya. “Tak ada hati yang menderita saat mengejar impian-impiannya, sebab setiap detik pencarian itu bisa diibaratkan pertemuan kembali dengan Tuhan dan keabadian” (Coelho 2005:169).  Coelho juga menulis, “Keberhasilan tidak diukur dari pengakuan orang lain atas karya kita. Keberhasilan adalah buah dari benih yang kau tanam dengan penuh cinta. Saat panen tiba, bisa kau katakan pada dirimu, ‘Aku sukses’,” (2014: 135).

Selamat bekerja, Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran bersama kabinet. Kami rakyat Indonesia menunggu pembuktian janji-janjimu! (*)

 

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.