Siswa Nyebrang Laut Tiap Hari Demi Sekolah Biar Bisa Jadi Tentara, Ingin Ada Jembatan di Kampung
Mujib Anwar October 21, 2024 07:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Perjuangan siswa tinggal di pulau demi menuntut ilmu ini patut diapresiasi.

Kisah mereka juga bisa menjadi inspirasi.

Pasalnya, para siswa tinggal di pulau harus nyebrang laut tiap hari demi bisa bersekolah.

Mereka harus menaiki perahu untuk tiba di sekolah.

Mereka melakukan hal ini agar bisa meraih cita-cita menjadi seorang tentara.

Adapun pemandangan ini ditemui di Kelurahan Bulang Kebang, Kecamatan Bulang, Kota Batam, Provinsi Kepri.

Siswa di wilayah itu harus mengarungi lautan demi bisa bersekolah.

Hal itu disampaikan Fadil, seorang pelajar SMA di hinterland Batam yang tinggal di Bulang.

Ia mengatakan, di kampungnya tidak ada sekolah SMA dan SMP. 

Sekolah jenjang SMA dan SMP berlokasi di Bulang Lintang, ibu kota Kecamatan Bulang.

Maka dari itu, setiap hari mereka harus mengarungi lautan demi bisa sampai ke sekolah.

"Pakai bot (boat) pagi-pagi dah nyebrang lewat laut," ceritanya kepada Tribun Batam, Minggu (20/10/2024).

Fadil dan teman-temannya harus menempuh perjalanan laut saat hari sekolah untuk menuntut ilmu. 

Bulang Kebang, kampung di mana Fadil tinggal dengan Bulang Lintang sebagai ibukota memang terpisahkan laut.

AKTIVITAS WARGA - Aktivitas boat pancung mengantar warga pulang pergi antar pulau di Kecamatan Bulang, Kota Batam, Minggu (20/10/2024). Aktivitas menyebrangi lautan ini juga dihadapi pelajar di Kelurahan Bulang Kebang setiap hari. Karena tak ada SMP dan SMA di kampung mereka.
AKTIVITAS WARGA - Aktivitas boat pancung mengantar warga pulang pergi antar pulau di Kecamatan Bulang, Kota Batam, Minggu (20/10/2024). Aktivitas menyebrangi lautan ini juga dihadapi pelajar di Kelurahan Bulang Kebang setiap hari. Karena tak ada SMP dan SMA di kampung mereka. (AMINUDDIN/TRIBUNBATAM.id)

Bulang Kebang berada di pulau sendiri, berhadapan dengan Bulang Lintang.

Untuk saling berkomunikasi, warga kedua pulau harus menggunakan boat atau sampan, termasuk untuk aktivitas belajar mengajar. 

"Setiap hari kami pergi dan pulang sekolah naik bot (boat). Kadang kalau lagi hujan deras, ombaknya besar," kata Fadil.

Meskipun harus menghadapi tantangan menyeberangi laut setiap hari, Fadil tetap bersemangat bersekolah.

Ia memiliki cita-cita yang mulia, yaitu menjadi seorang Tentara Angkatan Laut.

"Cita-citanya mau jadi tentara, tentara angkatan laut," ujarnya dengan penuh semangat.

Keinginan Fadil untuk menjadi prajurit TNI Angkatan Laut didorong kekagumannya terhadap prajurit Angkatan Laut.

Menurutnya, menjadi Tentara Angkatan Laut sangat keren karena setiap hari hidupnya dekat dengan lautan. 

Ia sering membantu ayahnya yang berprofesi sebagai nelayan mencari ikan dan mencari udang. 

Kondisi geografis Kecamatan Bulang yang terdiri dari pulau-pulau memang menjadi tantangan tersendiri bagi warga, terutama anak-anak sekolah.

Mereka harus bergantung pada transportasi laut yang terkadang terkendala cuaca.

Warga berharap pemerintah dapat membangun infrastruktur jembatan penghubung antar pulau di Kecamatan Bulang.

"Kasian anak-anak sekolah kami, kalau sekolah masih pakai boat atau sampan. Mudah-mudahan bisa terealisasikan jembatan penghubung antara Bulang Lintang dan Bulang Kebang," kata Zulkarnain, tokoh masyarakat Bulang Lintang.

"Mudah-mudahan kita ikhtiar sama-sama, mudah-mudahanlah nanti APBD ke depan makin banyak, biar bisa bangun jembatan," harapnya.

Kisah ini serupa dialami siswa di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.

Jika air pasang, para siswa ini tak jarang melepas sepatu supaya tidak basah ketika menaiki perahu.

Para siswa harus membayar ongkos perahu untuk nyebrang laut sebesar Rp2000 tiap harinya.

Kisah inspiratif ini datang dari anak-anak di pulau Bontu-Bontu, Kecamatan Towea, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.

Mereka menempuh perjalanan yang tidak mudah untuk mencapai SMA Negeri 1 Napabalano di Kabupaten Muna.

Setiap hari, puluhan siswa dari pulau ini harus menyeberangi lautan dengan menaiki perahu.

“Ya, setiap hari kami, anak-anak di sini (pulau Bontu-Bontu), kalau pergi sekolah harus naik perahu. Setiap hari menyeberangi laut, baik pergi sekolah maupun pulang sekolah,” ungkap Ali Sahar, seorang pelajar asal pulau Bontu-Bontu, saat ditemui di rumahnya, Kamis (10/10/2024), dikutip dari Kompas.com.

Sebelum menaiki perahu, Ali dan teman-temannya berkumpul terlebih dahulu.

Namun, jika air surut, mereka harus melepas sepatu, dan para siswa laki-laki harus membuka celana mereka.

“Ini karena air surut. Kalau air surut, harus lepas sepatu dan celana supaya tidak basah. Lebih suka kalau air laut sedang pasang,” kata Ali.

Setelah melewati pasir, mereka melangkah ke laut dengan air setinggi lutut.

Setelah itu, Ali dan teman-temannya menaiki perahu yang disewa dengan harga sekitar Rp 2.000 per siswa.

Perjalanan menyeberangi lautan memakan waktu sekitar 20 menit hingga mereka tiba di pelabuhan Tampo, Kabupaten Muna.

“Kalau ombaknya keras, kami semua masuk ke dalam tenda perahu. Kalau musim hujan, biasanya kami tidak bisa pergi ke sekolah karena basah,” kata Ali, menggambarkan tantangan yang mereka hadapi dalam perjalanan.

Setelah tiba di pelabuhan, para siswa ini harus berjalan kaki sekitar 300 meter menuju sekolah mereka.

Meskipun perjalanan yang mereka tempuh sangat berat, semangat untuk bersekolah tetap tinggi.

Ali juga berharap agar pemerintah dapat membangun sekolah SMA di desa tempat tinggalnya.

“Saya harap kepada pemerintah supaya dapat membangun sekolah SMA Negeri di desa tempat tinggal saya,” ujarnya, mencerminkan harapan yang besar bagi kemajuan pendidikan di daerahnya.

Kisah perjuangan siswa-siswa ini bukan hanya sekadar tentang perjalanan fisik.

Akan tetapi juga tentang semangat dan tekad untuk meraih cita-cita mereka meskipun harus menghadapi rintangan yang cukup berat.

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.