KPK Sita Uang Ratusan Juta dan Dokumen Penting di Kalsel
GH News October 22, 2024 11:07 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai ratusan juta rupiah serta barang bukti lainnya saat melaksanakan penggeledahan di berbagai lokasi di Kalimantan Selatan (Kalsel). Langkah tersebut merupakan bagian dari pengembangan kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

"Informasi yang kami dapatkan dari rekan-rekan penyidik untuk penggeledahan di beberapa lokasi ditemukan dokumen, bang bukti elektronik serta uang dengan jumlah kurang dari Rp300 juta," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2024).

Dalam penggeledahan tersebut, sejumlah lokasi di Kalimantan Selatan menjadi target, termasuk kediaman pribadi dan rumah dinas Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor.

Namun, KPK belum merinci secara detail barang bukti apa saja yang ditemukan di kedua lokasi tersebut.

Sebelumnya, pada Selasa (8/10/2024), KPK telah menetapkan Gubernur Sahbirin Noor sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proses lelang proyek di Kalimantan Selatan.

Selain Sahbirin, KPK juga menetapkan sejumlah pejabat lain sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel Ahmad Solhan, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel Yulianti Erlynah, Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, serta Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean.

Selain para pejabat tersebut, dua orang dari pihak swasta, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, juga turut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Kasus suap ini terkait dengan proyek pembangunan di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan, antara lain proyek pembangunan lapangan sepak bola senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, serta proyek pembangunan kolam renang yang bernilai Rp9 miliar.

Modus yang dilakukan dalam kasus ini mencakup manipulasi dalam proses lelang proyek, seperti membocorkan harga perkiraan sendiri (HPS) dan kualifikasi perusahaan yang dibutuhkan dalam lelang, hingga rekayasa proses pemilihan di e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang bisa memberikan penawaran. KPK juga menemukan bahwa pekerjaan pada proyek-proyek ini sudah dimulai bahkan sebelum kontrak resmi ditandatangani. (*)

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.