TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur di Kota Semarang mengalami penurunan.
Hal tersebut disampaikan Kepala BPS Kota Semarang, Rudi Cahyono dalam Seminar Industri dan Konstruksi Tahun 2024, di Khas Hotel Semarang, Selasa (5/11/2024).
Rudi menyampaikan, ada tiga lapangan usaha dominan di Kota Semarang yaitu sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagang besar, ecer, dan reparasi mobil serta motor.
Tren pertumbuhan sektor industri dan konstruksi seiring dengan agregat pertumbuhan ekonomi Kota Semarang membuktikan bahwa industri pengolahan dan konstruksi mampu menjadi barometer pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, ada penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur.
Pada 2022, penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sebesar 28,27 persen.
Angka itu menurun pada 2023 menjadi sebesar 26,25 persen.
Sementara pada sektor jasa, penyerapan tenaga kerja di Kota Semarang mengalami peningkatan dari 70,27 persen pada 2022 menjadi 71,51 persen pada 2023.
Sedangkan pada sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja dari 1,46 persen pada 2022 menjadi 2,24 persen pada 2023.
"Itu jadi sinyal karena industri manufaktur jadi penompang."
"Supaya nanti tidak tambah terpuruk, perlu ada upaya yang lebih konkret bagaimana menangani sektor industri manufaktur," ujar Rudi.
Dia menyebut, ada beberapa faktor penyebab menurunnya penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur.
Di antaranya resesi ekonomi negara tujuan ekspor.
Kemudian kenaikan bahan baku juga bisa menjadi penyebab turunnya penyerapan tenaga kerja.
Disamping itu, adanya penurunan permintaan produk.
"Bisa jadi ada faktor tujuan ekspor yang berubah, adanya kelemahan daya beli karena beberapa kali mengalami deflasi," ujarnya.
Namun demikian, lanjut dia, laju pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang tumbuh rata-rata pada kisaran lima persen.
Rata-rata ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Semarang menurut lapangan usaha dominan mengalami kenaikan.
Pada 2021, angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,16 persen.
Kemudian, naik menjadi 5,73 persen pada 2022.
Sedangkan pada 2023, pertumbuhan ekonomi di Semarang sedikit mengalami kenaikan menjadi 5,79 persen.
Angka ini lebih tinggi dibanding angka Jawa Tengah yang hanya 4,98 persen.
"Setelah pandemi menurut saya sudah kembali normal, tapi harus waspada."
"Jangan sampai ada pelemahan daya beli," ujarnya.
Lebih lanjut, Rudi mengatakan, kontribusi PDRB Kota Semarang terhadap perekonomian Jawa Tengah pada 2023 sebesar 14,57 persen.
Ekonomi Kota Semarang didominasi kelompok manufaktur utamanya industri pengolahan yakni mencapai 55 persen.
Sisanya, kelompok jasa sebesar 43,66 persen dan 0,78 persen pertanian.
Ketua Apindo Kota Semarang, Dedy Mulyadi mengatakan, banyaknya permasalahan global dan lokal bisa faktor yang mempengaruhi keberlangsungan industri manufaktur.
"Mungkin dampak perang Ukraina, Timur Tengah, ekspor terdampak, itu di bidang manufaktur," sebutnya.
Dia menyebut, ada beberapa tantangan industri manufaktur, di antaranya kekurangan pekerja terampil.
Ini disebabkan antara lain tenaga kerja menua dan kurangnya pekerja yang pahan teknologi.
Adanya gangguan rantai pasokan juga menjadi tantangan industri manufaktur.
Gangguan dapat disebabkan konflik geololitikal, peristiwa cuaca ekstrem yang dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman dan pengurangan kualitas produk, peningkatan biaya. (*)