Laporan wartawan wartakotalive.com Yolanda Putri Dewanti
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA — Calon wakil Gubernur Jakarta nomor urut 3, Rano Karno atau bang Doel angkat bicara soal Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) memberi sanksi kepada Poltracking Indonesia karena hasil survei Pilgub Jakarta-nya beda.
“Saya tidak pandai survei, tetapi barang kali itu menjadi suatu konsekuensi kalau memang satu lembaga yang saya melihatnya kredibelitas ya kok bisa terjadi seperti itu saya enggak paham,” ucap bang Doel saat ditemui di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024).
Bang Doel mengaku prihatin suatu lembaga survei yang sudah dianggap terpercaya bisa terjadi perbedaan data seperti itu.
“Artinya saya prihatin saja, karena selama ini kan Survei Poltracking ini saya anggap istilahnya saya selalu mengikuti mas Anta (pendiri Poltracking) saya enggak paham tentang data, tapi artinya keputusannya ada sanksi mungkin ada keputusan secara enggak langsung secara teknis seperti apa, saya merasa prihatin saja,” jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi) menjatuhkan sanksi kepada Poltracking Indonesia imbas beda hasil survei Pilgub Jakarta dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Menurut hasil survei Poltracking yang dirilis Kamis (24/10/2024), pasangan Pramono-Rano berada di urutan kedua dengan elektabilitas sebesar 36,4 persen.
Sedangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono memimpin dengan elektabilitas 51,6 persen.
Selanjutnya, paslon independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, elektabilitasnya sebesar 3,9 persen.
Menurut Pengamat komunikasi politik dan Dosen Metode Penelitian Komunikasi Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan sanksi yang diberikan kepada Poltracking tentu layak diapresiasi selama lembaga survei tersebut benar-benar mengabaikan atau melakukan kesalahan prosedur survei.
“Sebab, kesalahan prosedur, apalagi disengaja, tentu hasil survei itu dapat menyesatkan masyarakat dan merugikan paslon,” ucap Jamil saat dihubungi, Selasa (5/11/2024).
Jamil mengatakan, jika mengacu pada penjelasan Dewan Etik Persepsi, memang ada kesan terjadi kesalahan prosedur yang dilakukan Poltracking Indonesia.
“Poltracking Indonesia tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian jumlah sampel valid sebesar 1.652 data yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2000 data sampel seperti yang dirilis ke publik,” jelas dia.
Jamil menyebut, apabila hal itu benar, tentu hasil data yang di publikasikan dengan data yang ditunjukkan saat pemeriksaan berbeda. Perbedaan itu tentu berimplikasi pada akurasi data yang dimiliki Poltracking Indonesia.
Hasil survei tersebut tentu layak dipertanyakan. Ini artinya, elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono (51,6 persen), Pramono Anung-Rano Karno (36,4 %), dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana (3,6 %) menjadi layak tidak dipercaya.
“Penyampaian hasil survei yang tidak benar ke publik dapat dikatakan sebagai pembohongan publik. Hal ini tentu bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik,” ucap dia.
Dia menuturkan, penyampaian hasil survei yang tidak benar dapat menjatuhkan paslon itu sendiri.
Pasangan Ridwan Kamil-Suswono tentu yang paling dirugikan.
Sebab, pasangan ini dapat dipersepsi masyarakat kongkalikong dengan lembaga survei untuk menaikkan elektabilitasnya.
“Bahkan masyarakat bisa saja menilai, paslon tersebut menggunakan lembaga survei merangkap konsultan politik. Akibatnya, hasil survei digunakan untuk menggalang pendapat umum ke paslon tertentu,” jelas dia.
Untuk itu, kata dia, hasil elektabilitas dikondisikan sesuai pemesan untuk menggiring pendapat umum ke paslon tertentu.
Di sini peneliti merangkap sebagai konsultan politik dengan memanipulasi data agar dapat menggiring masyarakat memilih paslon tertentu.
“Realitas itu sudah menjadi rahasia umum. Karena itu, sudah seharusnya lembaga survei hanya fokus pada penelitian agar ia dapat objektif dalam melaksanakan penelitian. Dengan begitu, lembaga survei bisa bekerja profesional dengan tidak merugikan paslon serta tidak melakukan kebohongan publik,” jelasnya.
Sebagai informasi, Lembaga Survei Poltracking dijatuhi sanksi oleh Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI) terkait hasil survei Pilkada Jakarta yang menyatakan elektabilitas pasangan RIDO unggul.
“Dewan Etik PERSEPI telah menyelesaikan penyelidikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking Indonesia,” kata Ketua Dewan Etik PERSEPI Prof Asep Saefuddin PhD, didampingi Anggota PERSEPI Prof Dr Hamdi Muluk dan Prof Saiful Mujani PhD, saat membacakan Keputusan Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI), Senin (4/11/2024).
Menurut Dewan Etik PERSEPI, dari hasil pemeriksaan secara tatap muka dan dari jawaban tertulis dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia dapat disimpulkan dan diputuskan bahwa Lembaga LSI telah melakukan survei sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) survei opini publik.
“Pemeriksaan metode LSI dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik,” sebut Dewan Etik PERSEPI.
Sebaliknya terhadap pelaksanaan survei Pilkada Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 202, Dewan Etik PERSEPI tidak bisa menyatakan apa yang dilakukan Poltracking sesuai dengan SOP survei opini publik.
“Terutama karena tidak adanya kepastian data mana yang harus dijadikan dasar penilaian dari dua dataset berbeda yang telah dikirimkan Poltracking Indonesia,” sebut Dewan Etik PERSEPI.
Dewan Etik PERSEPI tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan.
Sebab dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik PERSEPI Poltracking beralasan bahwa data asli survei sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor.
Kemudian saat penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama.
Selanjutnya dalam pemeriksaan kedua, 2 November 2024, Dewan Etik PERSEPI kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei.
Namun lagi-lagi Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.
Kemudian, pada 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik PERSEPI menerima raw data dari Poltracking Indonesia yang mengaku telah berhasil memulihkan data dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.
Setelah menerima data dari Poltracking, Dewan Etik PERSEPI lalu membandingkan dua data dari Poltracking dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.
“Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik PERSEPI tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan bahwa pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP,” sebut Dewan Etik PERSEPI.
Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik.
“Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data,” tegas Dewan Etik PERSEPI.
Ketidakmampuan Poltracking menunjukkan data-data itu membuat Dewan Etik PERSEPI memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia.
“Ke depan Poltracking tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota PERSEPI. Keputusan dibuat dan ditandatangani oleh ketua dan anggota Dewan Etik PERSEPI, Jakarta, 4 November 2024,” Demikian Keputusan Dewan Etik PERSEPI.
Sebelumnya, kedua lembaga tersebut adalah anggota PERSEPI yang telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik, dengan waktu pengumpulan data yang sama.
Periode pengumpulan data Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada 10-17 Oktober 2024, dan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024.
Tujuan penyelidikan untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan hasil survei di antara kedua lembaga, dan mengidentifikasi apakah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei hingga publikasi hasil survei.
Pertanyaan ini muncul di media masa secara luas, dan perlu mendapatkan jawaban untuk menjaga integritas lembaga survei dan hak publik untuk mendapatkan informasi publik yang benar dan dipercaya menurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dan etika survei opini publik.
SOP survei opini publik bersandar pada etika kegiatan ilmiah sebagai berikut, yaitu pelaksanaan survei tidak boleh mencederai hak asasi manusia yang tak terbatas hanya pada kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan untuk tidak berpendapat, dan kebebasan untuk menolak menjadi narasumber (responden).
Survei opini publik wajib bersandar pada pengukuran dan metodologi ilmiah yang menjadi pegangan dalam setiap survei yang reliable dan valid, tidak bias, sebagaimana standar dalam penelitian ilmiah.
Dari sisi metodologi, sampel harus mewakili populasi dengan tingkat kesalahan dan tingkat kepercayaan yang bisa ditoleransi.
Untuk itu berbagai teknik digunakan dengan mempertimbangkan unsur representasi dan efisiensi.
Dalam praktik survei yang melibatkan populasi besar dan kompleks digunakan multistage random sampling.
Proses emeriksaan terhadap kedua lembaga menggunakan parameter dan ukuran yang sama.
Pemeriksaan pada Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada Senin, 28 Oktober 2024.
Sementara pemeriksaan Poltracking Indonesia dilakukan pada hari berikutnya yaitu pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Setelah pemeriksaan tatap muka, Dewan Etik meminta kedua lembaga untuk menyampaikan
keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024.
Dewan Etik PERSEPI meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Minggu, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB. Hal ini karena dipandang keterangan tatap muka dan tertulis yang telah disampaikan belum cukup memenuhi standar pemeriksaan.
Terhadap Lembaga Survei Indonesia (LSI) tidak dilakukan permintaan keterangan ulang karena keterangan yang disampaikan dan bahan-bahan yang telah dikirimkan ke Dewan Etik PERSEPI sudah memenuhi standar penyelidikan survei.(m27)