WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pimpinan DPRD DKI Jakarta memastikan program sekolah gratis swasta hanya untuk golongan yang tak mampu.
Bagi pelajar dengan latar belakang ekonomi keluarganya mampu, mereka tetap diharuskan membayar iuran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) ke pihak sekolah.
"Kami mencoba untuk sekolah gratis swasta dan yang harus dijadikan catatan teman-teman semua bahwa, ini bukan untuk yang kalangan mampu tetapi untuk anak-anak yang memang dia tidak mampu (secara ekonomi)," kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah di DPRD DKI Jakarta pada Kamis (7/11/2024).
Ima mengatakan, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 telah merekomendasikan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menggagas sekolah swasta gratis.
Wacana itu muncul karena banyak anak-anak gagal dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) lewat jalur zonasi karena usianya tidak mencukupi.
"Akhirnya mereka masuk swasta, di swasta pun tidak adapat KJP (Kartu Jakarta Pintar). Akhirnya yang terjadi adalah mereka pun putus sekolah, nunggak (SPP), ijazahnya tertahan sekolah," ujar Ima.
Ima mengatakan, Komisi E DPRD DKI Jakarta kemudian mencari cara agar penerima KJP Plus dari Pemerintah DKI Jakarta bisa tepat sasaran.
Dari temuan di lapangan, ungkap Ima, banyak dana bantuan sosial (bansos) KJP digunakan bukan untuk kepentingan sekolah, tapi kebutuhan lainnya.
Kata dia, Dinas Pendidikan telah melakukan kajian untuk penerapan sekolah swasta gratis. Dinas juga telah menentukan sekolah mana saja yang bisa dilibatkan dalam program ini.
"Jadi yang penting orang (pelajar) tersebut tidak diterima di sekolah negeri dan terdaftar di DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial), bahkan kalau tidak terdaftar DTKS pun yang penting ada surat dari kelurahan setempat, karena DTKS kan kadang offline, harus nunggu enam bulan, jadi kami usulkan biar diterima lewat kelurahan," jelasnya.
Menurutnya, bantuan alat sekolah akan melekat untuk siswa yang mendapat program sekolah gratis.
Ima mencontohkan, misal dalam satu sekolah terdapat 200 siswa dan yang dibiayai oleh pemerintah ada 100 siswa maka siswa yang dibiayai itulah yang mendapat bantuan alat sekolah.
"Jadi bukan yang 200 orang yang ada di sekolah swasta, kalau yang mampu pasti bayar karena kondisinya yang kami targetkan adalah anak-anak yang memang tidak mampu. Kalau anak mampu ya sudah dibiayai oleh orang tuanya, tapi kalau anak yang tidak mampu itu yang jadi prioritas kami, karena kami harus menjalankan keadilan sosial," tuturnya.
Ima menjelaskan, pemerintah hanya mengakomodir anak-anak tidak mampu karena mereka banyak yang putus sekolah akibat ketiadaan uang untuk membayar SPP.
Bahkan jika dipaksakan, ijazah mereka ditahan sekolah karena menunggak iuran SPP.
"Hanya yang tidak mampu kami akomodir, karena banyak yang kondisinya putus sekolah, yang ijazahnya tertahan itu yang kami akomodir," ungkapnya. (faf)