Alibi Supriyani, Keterangan Saksi dan Ahli hingga Pengakuan Korban, Tunjukkan Tak Ada Penganiayaan
Willem Jonata November 08, 2024 03:31 AM

TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan penganiyaan murid yang menjerat Supriyani, guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe, Sulawesi Tenggara, terkesan dipaksakan.

Bahkan sejak awal kasusnya, Supriyani sendiri sebagai tertuduh telah membantah melakukan penganiayaan.

Pun demikian pengakuan korban berinisial D, yang awalnya mengaku ke orang tuanya sebagai korban pemukulan menggunakan sapu oleh Supriyani, sempat menganulir ucapannya.

Korban menganulir pengakuannya saat ditanya oleh Lilis, yang tak lain wali kelasnya di sekolah tersebut.

Diakui korban saat bicara di ujung telepon dengan Lilis, luka pada paha kanannya disebabkan karena jatuh di sawah. Bukan karena penganiayaan.

Demikian pernyataan Lilis usai jalani pemeriksaan di Propam Polda Sulawesi Tenggara. 

Lilis mengaku sempat dimintai keterangan mengenai keberadaan dirinya pada Rabu 24 April 2024 atau saat hari kejadian pemukulan yang dituduhkan ke Supriyani.

"Jadi ada 16 pertanyaan penyidik soal waktu kejadian hari Rabu itu," katanya saat diwawancarai usai diperiksa di Propam Polda Sultra.

Kepada TribunnewsSultra.com, ia yakin Supriyani tak melakukan pemukulan.

Dari pagi hingga pulang sekolah, ia berada di kelas untuk mengajar.

"Sampai anak-anak pulang jam 10 tidak ada kejadian itu, Ibu Supriyani juga mengajar di Kelas 1B," katanya.

Dua hari setelah kejadian, lanjut Lilis, ia baru menerima informasi adanya pemukulan.

Saat itu, ia ditelepon oleh orang tua D.

"Orang tua D bilang anaknya dipukuli sama ibu Supriyani. Terus saya tanya waktu pakai baju apa, Pak Bowo jawab baju batik," kata Lilis.

"Terus saya bilang kalau baju batik hari Rabu sama Kamis. Terus saya tanya lagi ke anaknya kamu luka karena apa, dia jawab jatuh di sawah."

 "Saya tanya lagi mengenai lukanya, HP sudah ditarik oleh Pak Bowo," sambungnya.

Ditambahkan Lilis, saat kasus bergulir di Polsek Baito, ia sudah dimintai keterangan penyidik sebanyak tiga kali.

"Satu kali saya dimintai keterangan waktu masih Pak Jefri, kalau waktu Pak Amirudin, dua kali saya kasih keterangan," tutur Lilis.

Supriyani sendiri telah membantah melakukan penganiayaan terhadap D yang dituduhkan kepadanya.

Ia sudah menyampaikan hal itu saat dimintai keterangan oleh penyidik dari Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan.

Sebab, orang tua murid berinisial D, yakni Aipda WH dan NF, melaporkannya ke polisi dengan tuduhan penganiayaan.

Mereka dituduh memukul murid berinisial D menggunakan sapu ijuk.

Tuduhan itu membuat Supriyani kaget karena merasa tak pernah melakukannya. Apalagi korban bukan muridnya.

"Demi Allah pak, saya tidak melakukan hal itu," ujar Supriyani dalam wawancara khusus di Youtube Tribunnews Sultra Official, Selasa (29/10/2024) lalu.

"Itu anak bukan muridku. Korban ada di kelas 1A. Saya mengajar di kelas 1B," lanjut Supriyani.

Supriyani pun menuturkan, kejadian dugaan penganiayaan terjadi pada Rabu (24/4/2024).

Sementara itu, ia mengaku di hari tersebut, dari pagi hingga jam pelajaran selesai berada di dalam kelas.

 "Dan di kelas 1A pun juga begitu. Ada gurunya, Ibu Lilis, yang mengajar mulai pagi sampai jam pulang sekolah, ada di kelas," lanjut Supriyani.

Supriyani juga menuturkan, di hari tersebut tak ada kejadian apapun di sekolahnya.

"Di situ gak ada kejadian apa-apa," ujarnya.

Kepada Kapolsek, penyidik, dan orang tua korban, Supriyani pun menegaskan bahwa ia tak melakukan penganiayaan terhadap korban.

Namun, alibi Supriyani tak dipercaya oleh orang tua korban hingga membawa kasus tersebut ke ranah hukum.

Saat sidang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, pada 7 November, dugaan penganiayaan terhadap murid berinisial D, juga diragukan oleh saksi ahli, seorang dokter forensik di RS Bhayangkara Kendari sekaligus dosen Fakultas Kedokteran UHO Kendari.

Dokter Raja Al Fath Widya Iswara adalah saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum supriyani.

Luka yang terdapat pada paha kanan korban, anak dari Aipda WH dan NF, telah dikaitkan dengan tuduhan bahwa Supriyani telah memukulinya dengan sapu.

Dalam keterangannya, Dr. Raja mengamati bahwa luka tersebut tampak disebabkan oleh benturan dengan permukaan yang kasar, bukan akibat pukulan dari benda tumpul seperti sapu yang dipersalahkan oleh orang tua siswa.

"Kemungkinan penyebab luka ini bukan dari sapu yang dibawa sebagai barang bukti," tegas Dr. Raja.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jika luka tersebut disebabkan oleh kekerasan tumpul, seharusnya bentuknya tidak menyerupai foto yang ditampilkan di persidangan.

"Luka tersebut mirip memar, tetapi menunjukkan pola yang lebih mengindikasikan gesekan dengan permukaan benda yang cenderung kasar," ungkapnya.

Dr. Raja juga menyoroti bahwa luka yang dialami oleh korban mungkin berasal dari faktor lain, seperti interaksi dengan serangga.

"Ada kemungkinan luka ini disebabkan oleh serangga," katanya.

Ia menjelaskan bahwa luka yang terkelupas akibat gesekan biasanya akan mengalami perubahan warna dalam waktu tiga hari, yang menunjukkan karakteristik luka tersebut.

"Ada kemungkinan luka ini disebabkan oleh serangga," tambahnya. 

 

(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunnewsSultra.com, Laode Ari)

Sumber: Tribun Sultra

 

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.