TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi kembali mengusut kasus kematian Akseyna, mahasiswa Universitas Indonesia (UI).
Sembilan tahun lebih kasus ini jadi misteri karena penyebab kematiannya tidak pernah terungkap.
Akseyna ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di Danau Kenanga UI pada Kamis (26/3/2015) pukul 09.00 WIB.
Jasadnya ditemukan sudah mengambang di Danau Kenanga oleh seorang mahasiswa UI bernama Roni.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (26/3/2021), pada saat jasad Akseyna ditemukan, ada batu di dalam ransel korban.
Keluarga menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) ketiga terkait kasus kematian Akseyna Ahad Dori.
Kakak Akseyna, Arfilla Ahad Dori mengungkapkan, SP2HP ketiga diterimanya pada Jumat (25/10/2024).
“Benar, SP2HP diterima keluarga tanggal 25 Oktober 2024,” kata Arfilla saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/11/2024).
Berdasarkan isi SP2HP yang diunggah di Instagram @peduliakseynaui, melalui surat dengan nomor B/6228/X/RES 1.7/2024/Reskrim yang ditandatangani Kasat Reskrim Polres Depok Kompol Suardi Jumaing hanya berisi satu poin.
Poin itu menyampaikan upaya polisi melanjutkan penyidikan perkara dengan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi.
Arfilla tidak dapat membeberkan nama ketiga saksi yang dipanggil sebab telah menjadi kewenangan polisi. Namun, para saksi yang dipanggil juga tidak terjamin apakah saksi baru atau lama.
“Kami enggak tahu ini saksi baru atau saksi lama yang dipanggil kembali. Kami enggak pernah dapat info dari polisi terkait nama-nama saksi yang sudah diperiksa siapa saja,” ungkap Arfilla.
Oleh sebab itu, Arfilla juga tidak dapat menjamin apakah pemanggilan saksi ini menjadi langkah baru atau pemeriksaan ulang.
“Tidak dijelaskan hasil dari pemanggilan dan pemeriksaan tiga orang saksi tersebut. SP2HP yang kami terima hanya selembar itu saja,” terangnya.
Temuan jasad Akseyna menjadi pertanyaan banyak pihak karena ditemukan batu di dalam ransel korban yang tenggelam di dasar danau.
Pada saat itu, batu tersebut diduga dimasukkan ke dalam ransel Akseyna untuk menenggelamkan jasadnya.
Polisi membutuhkan waktu selama empat hari untuk mengidentifikasi jasad yang ditemukan benar adalah Akseyna karena kondisinya sudah rusak.
Jasad Akseyna diidentifikasi oleh orangtuanya yang tinggal di Yogyakarta ketika mereka datang ke Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati, Jakarta Timur pada Senin (30/3/2015).
Menurut Agus Salim yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Depok, orangtua Akseyna UI mengenali jasad buah hatinya berdasarkan bentuk hidung.
Selain itu, mereka juga mengenali pakaian dan sepatu yang diberikan kepada Akseyna ketika mengidentifikasi jasad anaknya.
“Saat pihak keluarga memeriksa jenazah korban, ada kemiripan fisik dari bentuk hidung korban. Selain itu, pakaian dan sepatu pemberian orangtua menambah keyakinan keluarga jika itu memang anaknya,” ujar Agus.
Agus menjelaskan, orangtua Akseyna sudah putus kontak dengan anaknya selama beberapa hari.
Orangtua Akseyna langsung menghubungi pihak UI, Polsek Beji, dan Polresta Depok begitu mendapat kabar bahwa ada jasad yang ditemukan mengambang di Danau Kenanga UI.
Pada saat jenazah Akseyna diidentifikasi, polisi menduga bahwa mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam tersebut meninggal karena bunuh diri.
Dugaan tersebut didasarkan pada surat wasiat yang ditemukan tertempel di dinding kamar kos Akseyna.
Ketika ditemukan, surat wasiat tercantum tulisan tangan dalam bahasa Inggris yang menyiratkan Akseyna ingin mengakhiri hidupnya.
Kendati demikian, polisi tidak serta merta percaya bahwa surat wasiat yang ditemukan di kamar kos adalah tulisan Akseyna.
Hasil Pusat Laboratorium Forensik menunjukkan bahwa tulisan pada surat wasiat memang identik dengan tulisan Akseyna, namun masih perlu didalami.
Seiring berjalannya waktu polisi semakin tidak percaya bahwa Akseyna mengakhiri hidupnya, melainkan menduga korban dibunuh.
Dugaan tersebut didasarkan polisi pada hasil visum, keterangan para saksi, dan bukti.
Salah satu bukti yang menguatkan dugaan polisi terhadap pembunuhan adalah Akseyna masih berkuliah pada Senin (23/5/2024) sebelum ia dilaporkan tidak pulang ke kos.
Selain itu, ahli grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation, Deborah Dewi, yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan, tulisan pada surat wasiat yang diduga ditulis oleh Akseyna bukanlah tulisan tangan korban.
Krishna Murti yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan masih berpangkat Kombes menyatakan, Akseyna diduga sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri ketika ditenggelamkan di Danau Kenanga UI.
Ha tersebut didasarkan pada hasil visum yang menunjukkan paru-paru Akseyna terdapat air dan pasir.
Menurut Krishna, hal tersebut tidak akan terjadi jika Akseyna sudah tidak dapat bernapas.
Hal lain yang ditemukan polisi adalah robekan pada bagian tumit sepatu Akseyna yang memperkuat dugaan bahwa korban dibunuh.
Polisi menyebutkan, ada kemungkinan korban diseret dan ditemukan pula luka-luka tidak wajar pada wajah Akseyna.
“Danaunya dangkal, kalau dia bunuh diri kenapa tidak nyemplung di laut. Menenggelamkan diri itu proses bunuh diri yang sangat lambat. Kalau mau bunuh diri, kenapa tidak loncat saja dari atap gedung,” jelas Krishna.
Krishna menjelaskan, polisi sulit mengungkap penyebab kematian Akseyna UI dan pelaku karena lokasi yang terkait dengan kondisi korban sudah rusak lantaran dimasuki orang yang tidak berkepentingan.
Teguh Nugroho yang menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Depok pada 2016 menyampaikan, pihaknya sulit menetapkan siapa tersangka di balik pembunuhan Akseyna.
Sebabnya, ada jarak empat hari antara penemuan jasad Akseyna hingga korban dapat diidentifikasi.
Jeda waktu seperti itu, menurut Teguh, memberi waktu bagi pelaku untuk menghilangkan bukti.
Pada 2020, kasus kematian Akseyna kembali dibuka, namun Kolonel (Sus) Mardoto selaku ayah korban mengaku, progres penyelidikan belum terlihat.
Kendala Ungkap Kasus Akseyna UI
Arya mengutarakan, salah satu kendala yang dihadapi polisi ketika mengungkap kasus kematian Akseyna UI adalah jasad korban yang terlambat diidentifikasi.
Proses identifikasi yang lama menyebabkan polisi terlambat menggelar penyelidikan sampai sembilan tahun kematian Akseyna masih menjadi misteri.
“Lima hari dari penemuan jenazah itulah yang membuat kita terhambat melakukan penyidikan di awal. (Karena) baru setelah itu kita melakukan otopsi, lalu pencarian lagi ke TKP, ke kost korban, dan sebagainya,” ujarnya dikutip dari Kompas.com, Rabu (5/6/2024).
“Kalau saya baca dari berita acara, saat sudah ditemukan, setelah itu kita tidak tahu identitasnya siapa, itu di awal. Sehingga 4-5 hari kemudian, setelah orangtua korban datang, mereka lah yang mengenali 'oh ini anak saya'," tambahnya.
Arya mengatakan, polisi akan menggelar audiensi dengan kampus dan keluarga Akseyna guna membuka kembali penyelidikan kasus kematian mahasiswa UI ini.
“Maka kami berupaya menyempurnakan dengan mengoreksi penyidikan terdahulu dengan keadaan sekarang,” jelas Arya.
Sumber: Kompas.com