TRIBUNNEWS.COM - Pengacara guru honorer Supriyani asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), Andri Darmawan, membantah turut menjadi inisiator dalam kesepakatan perdamaian antara kliennya dengan orang tua korban, yakni Aipda Wibowo Hasyim dan Nurfitriana.
Adapun bantahan ini untuk menjawab pernyataan eks tim pengacara Supriyani, Samsuddin, dalam salah satu siniar atau podcast.
Andri mengatakan, sebenarnya pertemuan Supriyani dan orang tua korban hanya sebatas sebagai forum untuk saling memaafkan. Dia pun mengaku tidak keberatan terkait niatan tersebut.
Namun, dia keberatan ketika pertemuan kedua belah pihak justru untuk mempengaruhi proses hukum yang tengah berjalan.
"Saya tidak pernah jadi inisiator, ya. Intinya saat itu ada permintaan untuk mempertemukan antara Bu Supriyani dan Pak Wibowo. Saya dari awal sudah jelaskan, kalau pertemuan itu dalam rangka mau untuk saling memaafkan, saya nggak ada persoalan."
"Tapi kalau salam-salaman, maaf-maafan itu disangkutpautkan dengan konteks hukum, itu yang kami tidak terima dan kami tolak," ujar Andri saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (8/11/2024).
Andri mengaku sebenarnya dirinya juga sudah memerintahkan Samsuddin saat masih menjadi anggota tim kuasa hukum, agar tidak menandatangani apapun.
Nyatanya, kata Andri, Samsuddin justru menjadi sosok yang membuat draf surat kesepakatan perdamaian antara Supriyani dan orang tua korban.
"Tapi, pada saat itu dia seakan-akan bilang susah jaringan lah, apalah. Nanti belakang, saya tahu dari Ibu Supriyani ternyata yang membuat konsep kesepakatan (perdamaian) itu Samsuddin," jelasnya.
Andri juga menyebut, salah satu poin kesepakatan perdamaian yang drafnya dibuat oleh Samsuddin tertulis, proses hukum tidak dilanjutkan dan kedua belah pihak sepakat damai.
Dia menilai kesepakatan perdamaian itu demi mengakali proses persidangan yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo.
"Dari sini kan kelihatan motifnya bahwa sebenarnya perdamaian itu untuk mengakali proses di persidangan seakan-akan bahwa Ibu Supriyani sudah mengaku salah dan meminta maaf dan dengan itu menggugurkan proses hukum terhadap Bu Supriyani," tuturnya.
Lebih lanjut, Andri menuturkan pemecatan Samsuddin sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia (LBH HAMI) Konawe Selatan karena yang bersangkutan menjadi pembuat draf surat hingga pendukung adanya kesepakatan perdamaian.
Padahal, imbuhnya, perdamaian bukanlah strategi untuk mendampingi Supriyani sebagai sosok yang dituduh melakukan penganiayaan terhadap anak Aipda Wibowo Hasyim.
"Jadi ya sudahlah, dia kan sudah melakukan pelanggaran atau perbuatan di luar daripada strategi pembelaan kita dan dia memang ada buktinya juga dari awal ternyata dia juga mengusahakan perdamaian ini, berarti dia main dua kaki kan," pungkasnya.
Sebelumnya, Samsuddin menuturkan Andri turut menjadi inisiator dalam pengupayaan perdamaian antara Supriyani dan orang tua korban.
"Karena persoalannya gini, pertemuan damai ini, ini kan diinisiasi oleh Pak Andri juga," katanya dalam siniar atau podcast di YouTube Diskursus Net, dikutip pada Jumat (8/11/2024).
Samsuddin mengungkapkan kronologi kesepakatan perdamaian ini berawal ketika Andri mengajak dirinya untuk ke Rumah Pejabat (Rumjab) Bupati Konsel, Surunuddin Dangga pada Selasa (5/11/2024).
Pada momen tersebut, Samsuddin menyebut Andri langsung blak-blakan untuk meminta dirinya mengawasi proses mediasi antara Supriyani dan kedua orang tua korban.
Bahkan, dia mengatakan sesampainya di Rumjab Bupati Konsel, Supriyani, orang tua korban, hingga beberapa pejabat publik sudah tiba.
"Kan saya sebagai bawahan, sebagai anggota dia kan saya mengikut saja. Tiba di Rumjab (Rumah Pejabat Konsel) kurang lebih jam 10.30 WITA," jelasnya.
"Di dalam ini sudah ada Ibu Supriyani, Pak Camat, kepala desa. Di situ sudah bertemu semua," sambung Samsuddin.
Singkat cerita, Samsuddin menyebut kesepakatan perdamaian terwujud dengan Supriyani meminta maaf kepada orang tua korban dan begitu juga sebaliknya sembari disaksikan oleh Bupati hingga Wakapolres Konsel, Kompol Selam.
Pada momen tersebut, Samsuddin pun turut dihubungi via chat untuk bertanya kepadanya apakah ada tekanan yang dialami Supriyani dalam proses mediasi tersebut.
Menurutnya, proses mediasi pun berjalan lancar dan sekaligus membantah tidak ada tekanan dari pihak manapun.
"Pada saat proses berjalan mediasi ini, Pak Andri masih pantau dia, chattingan dengan dia. 'Ada nggak Bu Supriyani ditekan atau tidak'. Nggak ada penekanan di sini," jelas Samsuddin.
"Pak Bowo ini kan juga meminta maaf kalau ada kesalahan, Bu Supriyani juga menyampaikan bahwa maaf kalau ada kesalahan. Orang mereka minta maafnya sama-sama," sambungnya.
Sebelumnya, Supriyani telah mencabut kesepakatan perdamaian dengan orang tua korban pada Rabu (6/11/2024).
Dikutip dari Tribun Sultra, kesepakatan tersebut tertuang dalam surat yang ditandatangani Supriyani di atas meterai Rp10.000.
Dalam surat itu, Supriyani mengaku tertekan ketika menandatangani kesepakatan perdamaian tersebut.
Bahkan, dia juga menyebut tidak tahu isi keseluruhan dari surat perdamaian tersebut.
"Dengan ini menyatakan mencabut tanda tangan dan persetujuan saya dalam surat kesepakatan damai yang ditandatangani di Rujab Bupati Konsel tanggal 05 November 2024 karena saya dalam kondisi tertekan dan terpaksa dan tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan tersebut," tulis Supriyani dalam surat pernyataannya.
Terkait pencabutan itu pun turut dibenarkan oleh kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan.
"Benar (Supriyani mencabut kesepakatan damai)," jelasnya.
Di sisi lain, dalam wawancara di salah satu stasiun televisi nasional, Andri mengatakan kesepakatan perdamaian ini adalah ilegal.
Dia menyebut Supriyani telah diarahkan agar berdamai dengan Aipda Wibowo Hasyim dan istrinya.
Padahal, kata Andri, sejak awal, Supriyani tidak menginginkan perdamaian tersebut.
"Dari awal kami fokus sebenarnya untuk membuktikan Ibu Supriyani tidak bersalah," ujarnya.
Andri mengungkapkan kesepakatan perdamaian ini sia-sia karena pada tahap ini, Supriyani sudah tegas untuk menjalani persidangan untuk membuktikan tidak bersalah.
Ia juga menuturkan perdamaian itu atas inisiatif dari pemerintah kabupaten (pemkab) Konawe Selatan dan Polres Konsel.
"Tapi ada perdamaian terkait dengan proses hukum sekali lagi itu sikap kami tegas bahwa itu tidak ada."
"Kami ingin supaya di persidangan ini kami bertarung dan membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah," tegasnya.
Nyatanya, pencabutan perdamaian ini berbuntut panjang lantaran Supriyani justru disomasi oleh Pemkab Konsel.
Surunuddin Dangga lewat Bagian Hukum Pemkab Konsel menyebut pencabutan kesepakatan damai oleh Supriyani itu dianggap telah mencemarkan nama baik sang Bupati Konsel.
"Dalam hal ini, perbuatan Saudari (Supriyani) telah mencemarkan nama baik Bupati Konawe Selatan," bunyi surat somasi tersebut.
Supriyani diberi waktu 1x24 jam untuk memenuhi tuntutan tersebut. Apabila tidak, maka Surunuddin akan menempuh jalur hukum untuk memproses Supriyani atas kasus dugaan pencemaran nama baik.
"Kami meminta Saudari untuk segera melakukan klarifikasi, permohonan maaf, serta mencabut Surat Pencabutan Kesepakatan Damai tersebut dalam waktu 1x24 jam," bunyi surat somasi.
"Jika sampai batas waktu yang kami berikan Saudari tidak melakukan yang kami minta, maka kami akan menempuh jalur hukum," imbuh surat tersebut.
(Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Sultra/Laode Ari/Samsul/Sugi Hartono)