TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Tokoh Willibrordus Surendra Broto Rendra alias WS Rendra masih dikagumi anak muda sampai hari ini. Bagi generasi Z, Rendra masih mendapat perhatian berkat gayanya dalam membaca puisi.
“Kami memang berkenalan dengan Rendra melalui video, baik itu di tiktok atau instagram. Namun, dari sanalah justru jadi penasaran, lalu mulai membaca karyanya,” ungkap Hakim, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPGRIS, dalam diskusi peringatan hari lahir WS Rendra di Kampus 4 UPGRIS, 7 November 2024.
Menurut Hakim, perkenalan generasi sekarang dengan karya-karya Rendra memang bertolak dari konten media sosial.
“Mungkin karena dokumentasi video Rendra baca puisi memang banyak bertebaran di media sosial, itu malah jadi pintu bagi kami mengenalnya lebih jauh,” tambah Hakim.
Acara bertajuk “Sore di Taman: Menanti Senja, Membaca Rendra” digagas oleh kolektif komunitas mahasiswa Semarang “Kenikir”.
Cara ini mencoba membahas seberapa jauh dampak karya-karya Rendra bagi generasi sekarang. Hadir sebagi pembicara Widyanuari Eko Putra (esais dan editor Penerbit Beruang) dan Indana Maulana (UKM KIAS) dan moderator Yasin dari LPM Vokal.
“Rendra adalah seniman multi-medium. Sebagai penyair, ia tak hanya penulis puisi yang bagus, tapi juga membacakannya dengan baik. Belum lagi keterlibatannya di teater, monolog, film, hingga lagu. Jadi karyanya tidak hanya tekstual, tetapi juga visual,” ucap Widyanuari Eko Putra, pemateri diskusi yang juga esais dan editor di Penerbit Beruang Semarang.
Ditambahkan, Rendra banyak sekali mendokumentasikan aksi panggungnya, terutama saat baca puisi.
“Kepiawaiannya memasuki berbagai lini kesusastraan tersebutlah yang membuat Rendra bisa dikatakan sangat besar citranya sebagai seniman multi talenta,” tegasnya.
Untuk itu wajar bila Rendra termasuk sastrawan yang terus digemari dan dibaca lagi oleh pembaca di masa sekarang.
Pemateri selanjutnya, Indana Maulana menyebut, Rendra masih terus menarik pembaca karena secara gaya pembacaan puisinya masih dianggap patron.
“Bagi banyak orang yang menekuni deklamasi puisi, sangat sulit menghindari pengaruh cara baca puisi ala Rendra,” pegiat deklamasi puisi tersebut.
Banyak yang menjadikan Rendra sebagai patokan dalam membaca puisi.
“Mungkin sebagai tahap belajar nggak masalah, ya. Tapi kalau sudah terlalu dijadikan anutan, susah sekali melepaskannya. Di sisi lain, itulah hebatnya Rendra,” tegas Indana.
Acara turut dimeriahkan oleh pembacaan puisi karya WS Rendra oleh Arya Shendi Pratama (Gema) dan Afra Nur Fadhilah.