TRIBUN-MEDAN.COM - Kasus penusukan yang berujung kematian seorang perempuan bernama Hertalina Simanjuntak (46) di rumahnya di Dusun VIII, Desa Suka Damai, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, menjadi sorotan pegiat perempuan dan Komnas Perempuan.
Diketahui, seorang perempuan bernama Hertalina Simanjuntak (46) tewas setelah ditusuk oleh suaminya sendiri, Agus Herbin (47) saat sedang bernyanyi karaoke yang disiarkan secara langsung lewat Facebook pada Sabtu (2/11/2024) lalu.
Komnas Perempuan dan pegiat perempuan menyebut kasus kematian Hertalina Simanjuntak sebagai femisida, yakni pembunuhan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan karena korban adalah perempuan, demikian diwartawakan BBC News Indonesia.
Oleh karena itu, kasus Hertalina menambah panjang rentetan femisida di Indonesia yang "kian mengkhawatirkan".
Sejak 2020, Komnas Perempuan setidaknya mendeteksi ratusan kasus femisida setiap tahunnya.
Femisida atau feminisida adalah sebuah istilah kejahatan kebencian berbasis jenis kelamin, yang banyak didefinisikan sebagai "pembunuhan intensional dari kaum perempuan (wanita atau gadis) karena mereka adalah perempuan".
Meskipun definisinya beragam tergantung pada konteks sejarah. Pengarang feminis Diana E. H. Russell merupakan salah satu pionir awal dari istilah tersebut, dan ia mendefinisikan kata tersebut sebagai "pembunuhan perempuan oleh laki-laki karena mereka adalah perempuan".
Feminis lain menempatkan pengertian pada tujuan atau keperluan dari tindakan tersebut secara khusus ditujukan kepada perempuan karena mereka adalah perempuan; yang lainnya meliputi pembunuhan perempuan oleh perempuan.
Kasus Femisida belum banyak dikenali oleh kalangan masyarakat, dikarenakan kejahatan dalam bentuk ini jarang tersorot dari berbagai media.
Adapun yang melatarbelakangi kasus ini jarang tersorot adalah, karena masyarakat terkhususnya masyarakat yang mengetahui kejadian ini tidak pernah melaporkan dalam lembaga tertentu, misalnya di lembaga Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan).
Sehingga kasus ini tidak masuk dalam aturan perundang-undangan daerah maupun nasional, dan tidak masuk dalam pendataan perempuan di catatan kepolisian.
Rainy dan Siti Aminah Tardi memaparkan tentang laporan Komnas Perempuan tentang kejahatan femisida pada tahun 2023 yang merupakan kejahatan yang belum dikenali akan kejahatan yang berbau sadis.
Bahkan, pembunuhan ini dikenal dengan pembunuhan biasa. Sedangkan pada tahun 2017 kejahatan ini baru dikenal dengan sebutan kejahatan femisida.
Sehingga memunculkan peraturan pantauan Rekomendasi Umum Komite CEDAW Nomor 35 Tahun 3017 tentang Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan.
Adanya peraturan pantauan tersebut, sehingga dapat melihat data statistik perempuan yang mengalami kekerasan dan dapat meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan yang berhujung pada kematian.
Pada malam Minggu itu, Hertalina mengajak adik-adiknya bernyanyi karaoke bersama di rumahnya di Desa Suka Damai, Kecamatan Sei Bamban.
Menurut adik perempuannya, Nani Royana Simanjuntak, 37, kegiatan ini biasa mereka lakukan ketika sedang senggang.
“Dia selalu ajak kami kalau tidak ada kegiatan, ‘Ayo kita nyanyi, karaoke’,” tutur Nani kepada wartawan Nanda Batubara yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Mereka menyiarkan karaoke itu secara langsung lewat Facebook.
Menurut Nani, suasananya sama seperti malam-malam lainnya ketika mereka karaoke bersama.
Hertalina mengenakan daster merah muda dan duduk di depan kamera.
Di sampingnya ada istri dari adik laki-lakinya, Friskawati Tambunan.
Sedangkan Nani duduk di dekat mereka walau tak tampak di kamera.
Mereka menyanyikan lagu-lagu rohani bersama.
Sekitar pukul 21.00 WIB, di tengah alunan lagu “KasihNya Seperti Sungai”, Agus pulang ke rumah mereka setelah pergi sejak sore hari.
“Tidak ada memberi kabar, tidak ada duduk berbasa-basi, dia masuk, mengambil pisau yang ada di keranjang di samping almarhum, langsung menikam kakak saya,” tuturnya.
Friskawati dan Nani berteriak histeris karena kaget. Lalu seorang laki-laki –yang disebut sebagai adik dari Agus—menahan Agus agar tak lagi menyerang Hertalina. Semua momen itu terekam di kamera.
“Ngeri bang, ngeri. Aku syok. Aku menjerit, andai bisa saya hentikan itu, saya hentikan. Saya mau menghentikan tapi tidak berdaya, dia [Agus] mau menghadapkan pisau itu ke saya, lalu saya teriak minta tolong,” kenang Nani sambil menangis.
Adik-adiknya sempat membawa Hertalina ke klinik terdekat menggunakan becak.
Saat itu Hertalina masih bertahan, namun begitu kesakitan.
“Dia bilang, ‘Matilah aku ini to, matilah aku’,” tutur adik laki-lakinya, Boy, mengulangi perkataan Hertalina.
Begitu tiba di klinik, luka-lukanya diperban. Sayangnya, petugas klinik menyatakan tak mampu menyelamatkan Hertalina. Dia harus dirujuk ke rumah sakit.
“Sampai di rumah sakit, dipakai alat pompa jantung, dia sudah tidak ada lagi,” tutur Boy.
Hertalina pun dinyatakan meninggal dunia. Dia tewas secara tragis di tangan suami yang baru dia nikahi selama satu tahun. Tak satu pun anggota keluarganya menyangka bahwa momen karaoke itu akan berujung tragis.
Polres Serdang Berdagai mengatakan tersangka Agus menikam istrinya sebanyak lima kali menggunakan pisau yang biasa digunakan untuk memotong jeruk.
Agus sempat melarikan diri ketika keluarga yang lainnya sibuk menyelamatkan Hertalina.
Sehari setelahnya, Agus akhirnya ditangkap.
Agus kini terancam hukuman 15 tahun penjara dan dijerat pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto pasal 353 KUHP dan atau pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Ketika diperiksa polisi sebagai tersangka, Agus mengeklaim bahwa dia menikam istrinya karena merasa “sakit hati” dan “cemburu”.
“Korban dan tersangka dalam pernikahannya selama satu tahun ini banyak bertengkarnya. Kemudian saat bertengkar, sang istri mengeluarkan kata-kata yang membuat tersangka sakit hati,” kata Kepala Unit 1 Satuan Reserse Kriminal Polres Serdang Berdagai, Ipda Ibnu Irsyadi.
Menurut Ibnu, Agus juga mengaku cemburu karena istrinya pernah berboncengan dengan mantan suaminya.
“Tapi pernyataan ini dia dasarkan atas informasi temannya. Dia tidak pernah melihat secara langsung sang istri berboncengan dengan mantan suaminya,” tutur Ibnu.
Namun alasan itu dibantah dan disebut sebagai dalih “palsu” oleh keluarga Hertalina.
“Ke mana-mana kakak ini, tidak ada hubungan dengan mantan suaminya. Itu hanya alasan dia untuk membenarkan [tindakan] dirinya, menyelamatkan dirinya,” ujar adik perempuan Hertalina, Nani.
Hertalina menikah dengan Agus pada September 2023.
Bagi Hertalina, ini adalah pernikahan ketiganya, sedangkan untuk Agus ini adalah pernikahan ketiga.
Dalam pernikahan ini, Nani menyebut kakaknya lah yang mencari nafkah.
Hertalina membuka jasa pengobatan tradisional.
Sementara Agus disebut tak bekerja. Keluarga mengeklaim bahwa Agus kerap meminta uang kepada Hertalina, termasuk pada sore hari sebelum kematiannya.
Nani mengaku menyaksikan langsung Agus meminta uang kepada Hertalina, lalu pergi entah ke mana.
Menurut Nani, Agus kemudian pulang untuk menikam istrinya sendiri.
“Itu pun kami kaget setelah mendengar alasan dia itu cemburu. Tidak ada itu. Palsu. Dia malu mengungkap dirinya sebagai laki-laki yang tidak bertanggung jawab, memoroti. ATM berjalan lah kakak kami ini dibuatnya,” kata Nani.
Polres Serdang Bedagai menangani kasus pembunuhan Hertalina sebagai kasus kriminal murni.
“Tersangka melakukan kejahatan ini pertama kali, terhadap gender perempuan. Tersangka tidak pernah ada riwayat membenci seorang perempuan. Di keluarganya pun dia memiliki saudara perempuan,” kata Kepala Unit 1 Satuan Reserse Kriminal Polres Serdang Berdagai, Ipda Ibnu Irsyadi.
Meski demikian, menurut Komnas Perempuan dan pegiat, kasus ini adalah femisida yang berbeda dengan pembunuhan pada umumnya.
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelaminnya.
Femisida berbeda dengan pembunuhan biasa karena didorong oleh superioritas, dominasi, dan misogini terhadap perempuan.
Ada ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik di dalamnya. Ini bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling ekstrem.
"Femisida tidak hanya alasan kebencian terhadap perempuan, tetapi dipengaruhi dominasi, kontrol dan ketidak setaraan relasi antara laki-laki dan perempuan," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi.
Menurutnya, alasan Agus menikam Hertalina karena "cemburu" memperlihatkan ada dominasi dan keinginan untuk mengontrol pasangannya hingga berujung pada tindakan sadis.
"Cemburu kerap kali dijadikan sebagai alasan pelaku menganiaya atau membunuh pasangannya. Padahal kekerasan dengan alasan cemburu adalah bentuk kontrol laki-laki atas perempuan," kata Siti.
Korban femisida juga kerap kali dinarasikan secara tak adil bahkan setelah dia meninggal dunia, salah satunya melalui alasan “cemburu” itu.
Naila Rizqi selaku pegiat dari The Jakarta Feminist mengatakan narasi semacam itu menempatkan korban sebagai pihak yang “memprovokasi” pelaku untuk "membenarkan" mengapa tindakan sadis itu dilakukan.
“Sayangnya, kita tidak pernah bisa tahu perspektif korban seperti apa karena korbannya meninggal, yang biasanya diketahui adalah narasi tunggal pelaku. Motif sesungguhnya dan bagaimana relasi gendernya sulit diketahui,” kata Naila.
Ada beberapa kasus femisida yang menggemparkan publik seperti kasus Nia Kurnia Sari, perempuan penjual gorengan di Padang Pariaman yang tewas setelah diperkosa dan dibunuh; kasus mutilasi istri oleh suaminya di Ciamis; kasus kematian Dini Sera Afrianti yang dianiaya hingga tewas oleh Ronald Tannur, dan lain-lain.
Namun sampai saat ini, Indonesia tidak memiliki data resmi yang menggambarkan situasi sebenarnya kasus-kasus femisida.
Sejauh ini, kasus-kasus femisida yang bisa ditelusuri adalah kasus yang diberitakan oleh media.
Lewat cara itu, riset Jakarta Feminist menemukan terdapat 180 kasus femisida dengan 187 korban sepanjang tahun 2023. Sebanyak 37 persen di antaranya dilatari oleh motif "cemburu".
Sementara itu, Komnas Perempuan mencatat ada 798 kasus yang terindikasi sebagai femisida pada tahun 2020 hingga 2023.
"Kasus yang sebenarnya bisa jadi lebih besar, karena kalau kami lihat sebaran kasusnya setiap tahun masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra. Di wilayah-wilayah yang tidak terekspos, kita tidak tahu seperti apa," kata Naila.
"Ketiadaan data ini membuat mekanisme untuk menyelesaikan femisida jadi sulit, kita enggak bisa mengenali dulu femisidanya," ujarnya.
Hertalina berada di rumahnya sendiri, dikelilingi oleh keluarganya, dengan suasana yang penuh sukacita ketika peristiwa nahas itu terjadi. Siapa pun akan merasa aman tak terancam dalam situasi seperti itu.
Namun menurut hasil riset Jakarta Feminist, kasus-kasus femisida justru juga terjadi di tempat yang semestinya menjadi ruang aman bagi perempuan.
“Ada pola yang mengkhawatirkan di mana femisida itu terjadi di ruang yang seharusnya aman buat perempuan, di rumah, dilakukan oleh pasangan sendiri,” kata Naila.
Temuan serupa juga pernah diungkap oleh Komnas Perempuan, di mana mayoritas pelaku femisida adalah pasangan atau mantan pasangan.
Kasus semacam ini sering kali berawal dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang eskalasinya meningkat.
"Itu seharusnya bisa dicegah, ada perangkat hukum soal KDRT, tapi perangkat hukumnya gagal mendeteksi bahaya dari KDRT yang dibiarkan sehingga eskalasinya bisa sampai pada femisida," jelas Naila.
Berkaca pada situasi ini, Naila mengatakan penting bagi negara untuk mengakui dan mengenali femisida sebagai pembunuhan yang punya motif dan nuansa berbeda dengan kasus pembunuhan lainnya.
"Penting agar femisida itu diakui secara sosial dan hukum. Di kemudian hari, perlu ada pasal khusus dalam KUHP bahwa pembunuhan terhadap perempuan yang memenuhi definisi femisida, ada pemberatan hukuman," tuturnya.
Agus Herbin Tambun (AHT) merupakan pria pengangguran yang tak memiliki pekerjaan dan tanggung jawab mencari nafkah. Adapun Agus Herbin Tambun adalah warga Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai.
Bahkan, rumah yang ditempati Agus Herbin Tambun dan Hertalina Simanjuntak selama ini merupakan rumah keluarga dari pihak perempuan yang dibangun bersebelahan dengan rumah sang mertua.
"Rumah yang ditempati kakak dan suaminya itu adalah milik orangtua kami yang kebetulan dibangun bersebelah dinding dengan orangtua,"jelas adik korban, Boy Edu Simanjuntak.
"Kakak kami dan si Agus itu baru satu tahun menikah. Nikah September 2023. Kemudian dia tinggal di sini bersama kami. Dia itu orang Dolok Masihul. Dia nggak ada pekerjaan, cuma makan tidur alias mokondo. Kalau mendiang kakak kami itu pengobatan,"lanjut Boy.
Boy dan keluarga besar merasa apapun ungkapan yang diucapkan Agus Herbin Tambun usai membunuh kakak mereka adalah kebohongan besar.
Menurutnya, tidak ada apapun yang bisa dibuat Agus untuk membanggakan keluarga.
"Setelah kami dengar dari media sosial bahwa dia kerja, itu bohong. Dia enggak ada pekerjaan, istilahnya cuma mocok-mocok,"tegas Boy.
Tidak pernah cekcok
Boy menjelaskan bahwa sebelum tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku, tak pernah ada cekcok besar yang terjadi beberapa hari sebelumnya, atau beberapa pekan terakhir. Menurutnya, semua hubungan berjalan normal.
Hubungan Hertalina dengan Agus Herbin Tambun, ujar Boy berjalan seperti biasa, walaupun sebenarnya Agus tidak terlalu berbaur dengan keluarga mereka.
"Kalau pagi sampai malam tidak ada pertengkaran. Kami tetap di rumah itu. Kami tidur di ruang tamu lah di situ. Mulai dari Senin-Jumat tidak ada pertengkaran. Nggak ada tanda tanda kasar itu. Pengaduan dia (korban) ke kami nggak ada," kata Boy.
Namun demikian, adik mereka yang lain mengaku pernah mendengar curhatan Hertalina semasa hidup bahwa suaminya ingin meminum darah dari keluarga mereka. Ucapan itu sempat dinilai sebagai ucapan yang dianggap tidak perlu dihiraukan kala itu.
"Dia (korban) pernah curhat mengatakan bahwa suaminya mengatakan "harus kuminum darah orang di rumah ini". Omongan itu terjadi sekitar satu atau dua minggu yang lalu. Di mata kami kalau sama kami ya nggak ada basa basinya. Jarang basa basi. Kami nggak tahu sifat dia gimana," kata Boy.
Korban sudah 3 kali menikah
Boy menyebut bahwa Agus merupakan suami ketiga kakak mereka. Sebelumnya Hertalina menikah dengan dua pria lain, namun sayang hubungan tersebut berakhir perceraian.
Hertalina Simanjuntak hanya memiliki anak dari mantan suami pertamanya, bermarga Saragih. Sementara, dari mantan suami kedua dan ketiga (Agus Herbin Tambun) tidak memiliki anak.
"Kakak kami punya keturunan itu dengan suami pertamanya dengan tiga orang anak. Dengan suami kedua dan suami ketiga ini (pelaku) tidak punya anak. Anak-anak ikut suami pertamanya," ungkap Boy.
Lebih lanjut, Boy juga menjelaskan awal perkenalan kakaknya dengan pelaku Agus Herbin Tambun. "Jadi pelaku ini dulu kerjanya ngangon (jaga dan mengawasi) bebek dan datang ke sini. Disitulah kakakku ini kenal sama dia," ujar Boy.
Pelaku pengganguran
Selama pernikahan ini, Boy mengungkap kalau pelaku lebih banyak malas malasan di rumah. Selain itu juga sering ke warung tuak. Sosialisasi ke masyarakat juga tidak pernah. "Sama kami saja yang keluarga nggak ada basa basinya itu. Kurang lebih begitulah, kalau ada yang penting saja baru bersapa,"pungkas Boy.
Untuk kebutuhan rumah tangga, disebutnya, mendiang kakaknyalah yang selama ini banyak berkorban. Disebut Boy, kalau kakaknya itu dikenal sebagai orang "pintar" dan bisa membantu mengobati orang yang sedang sakit.
Bahkan, sudah satu bulan ini adik pelaku yang laki-laki juga tinggal di rumah kakaknya itu.
"Laki-laki yang sempat nampak di video (live facebook yang sekarang viral) itulah adik pelaku. Dia ke sini berobat sama kakak. Kalau ada apa-apa kebutuhannya, kakak aku itunya yang keluarkan duit, karena banyak juga orang yang datang ke sini (berobat). Dia baru pulang dari warung tuak saat kejadian itu jadi bukan warung kopi. Dari sore dia itu keluar rumah," kata Boy.
Adik korban lainnya, Nani Simanjuntak mengungkapkan, kalau pisau yang digunakan pelaku untuk menusuk kakaknya adalah pisau yang sehari-hari dipakai untuk membelah jeruk perut.
"Ketika ada orang yang butuh pengobatan jeruk purut sering dipotong. Pisau itu selalu pada keranjang tidak pernah pindah tempat. Pisau itulah yang diambil baru ditusukkannya. Aku pun sempat mau kena (tusuk) juga dibuatnya. Cuma aku lari dan menjerit lah saat itu," ucap Nani Simanjuntak, adik korban lainnya.
Sementara itu warga yang menjadi tetangga korban mengakui kalau selama ini korban dikenal sebagai orang pintar yang bisa mengobati.
Meski tidak begitu terkenal di kampung sendiri, namun banyak orang luar yang datang untuk berobat. Sementara mengenai suaminya disebut memang kurang bergaul. "Nggak mau itu ngumpul-ngumpul kalau negur pun sesekali saja, itu sama aku ya. Kalau sama yang lain nggak mau itu (menegur). Dia bukan orang sini baru menikahnya mereka," kata Situmorang.
Saat ini rumah yang ditempati korban dan pelaku sudah dipasang garis polisi. Belum boleh ada orang yang bisa masuk ke dalam rumah. Posisi rumah tersebut bersebelahan dan satu dinding dengan rumah orangtua korban di Dusun VIII Desa Suka Damai Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai.
Keluarga sedang kumpul di rumah korban dan pelaku
Adik korban, Boy Edu Simanjuntak mengaku saat kejadian, ia sebenarnya ada di dalam rumah. Rumah kakaknya itu pun bisa dibilang sedang ramai. Selain dirinya juga ada ibunya, adik kandungnya, istrinya hingga seorang adik pelaku.
Disebut Boy, kalau perempuan yang menemani kakaknya menyanyi adalah istrinya sendiri. Mereka nyanyi karaoke lagu-lagu rohani.
"Tiba-tiba masuk ke dalam rumah si pelaku itu dan mengambil pisau baru ditusukkannya kayak yang divideo itu (live facebook sudah viral). Aku bingung juga posisinya saat itu pingin juga mau nangkap pelaku ini (abang iparnya Agus Herbin Tambun) cuma aku tengok kakakku ini butuh pertolongan. Pelaku langsung kabur dari belakang rumah saat itu,"ujar Boy.
Ia mengatakan karena di tubuh korban sudah banyak keluar darah ia pun lebih memilih untuk bisa cepat-cepat membawanya ke klinik.
Dari dalam rumah ia pun langsung menggendong kakaknya itu ke becak barang milik mereka. Setelah itu mereka membawanya ke klinik yang ada di kampung.
"Adik pelaku pun ikut saat itu karena adiknya itu sudah sekitar sebulan juga ada di sini. Sampai klinik nggak sanggup karena lukanya parah. Itulah kami bawa untuk ke rumah sakit Chevani (di kawasan Tebing Tinggi). Kalau dibecak saat itu sudah nggak bayak bicara," kata Boy.
Kata-kata terakhir korban
Saat diperjalanan ke rumah sakit, kakaknya itu pun sempat mengeluarkan sepatah kata. Disebut kata-kata terakhir yang diucapkan adalah mate nama au on (matinya aku ini). "Setelah itu nggak ada suaranya lagi dan di rumah sakit pun disampaikan sudah nggak ada," ucap Boy.
Atas nama keluarga Boy menyampaikan sampai saat ini mereka belum bisa menerima apa yang telah dilakukan oleh pelaku. Ia mengatakan kalau korban dan pelaku baru menikah selama 13 bulan dan dibangunkan rumah di sebelah rumah pihak perempuan di Dusun VIII, Desa Suka Damai, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai.
Saat itu keluarga besar Hertalina masih berkumpul. Ada juga adik korban bernama Endang Simanjuntak yang sedang bersiap-siap untuk balik ke Malaysia karena bekerja di sana.
Ia mengaku sudah dari hari Minggu tiba di kampung. Saat diwawancarai ia pun mengaku begitu terkejut ketika mendapat kabar kalau kakaknya itu meninggal dunia, Sabtu (2/11/2024) malam.
"Kami 7 bersaudara kakak (korban) nomor 2 dan saya yang paling kecil. Baik kali kakakku ini bang orangnya. Selalu aja memberikan nasihat samaku," ucap Endang Simanjuntak sambil menangis.
Endang mengaku kakaknya itu selalu berpesan kepadanya agar tetap memperhatikan kedua orangtua mereka. Disampaikan juga agar tetap rajin bekerja agar bisa menyelesaikan kuliah ke depannya.
Ia tidak menyangka kalau kakaknya itu bisa mati di tangan suaminya sendiri. "Kakakku ini nggak pernah jahat sama orang, menghina orang. Nggak tau apa-apa dia itu bang, yang baik kali dia orangnya. Suaminya aja kalau minta duit dikasih, minta duit lagi dikasih," kata Endang yang terus meneteskan air mata.
Ia menceritakan saking baiknya kakaknya itu sama suaminya (pelaku) sampai-sampai kalung kakaknya pun disebut pernah dijual dan diberikan kepada pelaku untuk kepentingan keluarga abang iparnya itu.
Mengenai hukuman ia berharap kalau ke depan nyawa bisa dibayar dengan nyawa. "Hukuman harus setimpal nyawa harus dibayar nyawa. Kalau nyawa kakakku hilang nyawa dia (pelaku) pun harus hilang. Hukuman mati yang pantas. Dia itu nggak ada kerjanya, tidur-tidur aja dia. Kakakku yang ngidupin dia," ucap Endang.
Tangis Pilu Anak Korban
Devi Saragih merenung meratapi kepergian sang ibu di balik kursi tamu. Gadis berusia 23 tahun ini kehilangan sang ibunda, Hertalina Simanjuntak setelah dihabisi sang ayah tiri bernama Agus Herbin Tambun. Parahnya, sang ibu ditikam saat sedang live streaming karaoke.
Kepada Tribun-Medan.com di rumah duka yang berada di Dusun 8, Desa Sukadamai, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdangbedagai, Rabu (6/11/2024), Devi Saragih menyebut sebelum tewas dibunuh, ibunya sempat menolak panggilan darinya.
"Awak (saya) yang nelpon mama, cuma nanya kabar doang. Komunikasi biasa memang begitu. Malam minggu udah nelpon mama, aku nelpon waktu itu di-reject kemudian ditelpon balik di-reject lagi," kata Devi.
Devi yang saat ini tinggal di Kota Medan untuk menjalani training di salah satu Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) menuju Korea Selatan mengaku baru tahu peristiwa yang menimpa sang ibunda dari ayah mereka.
"Yang ngabarin mama meninggal itu bapak. Dikabarinya pas sudah hari Minggu pagi," ujar Devi yang merupakan satu dari tiga anak Hertalina br Simanjuntak dari suami pertama.
Setelah perceraian Hertalina dengan suami pertama bermarga Saragih, Devi dan ketiga adiknya ikut tinggal bersama sang ayah yang merupakan warga Seribudolok, Kabupaten Simalungun.
Wartawan BBC INDONESIA di Medan Sumatera Utara, Nanda Fahriza Batubara berkontribusi dalam laporan ini.
(alj/dra/tribun-medan.com)