Mengenang Kegarangan MA Sentot dan Pasukan Setannya Saat Melawan Belanda di Indramayu
Giri November 10, 2024 05:30 PM

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Warga Indramayu tentu tidak asing dengan nama Muhammad Asmat Sentot atau MA Sentot.

dIa merupakan pahlawan fenomenal asal Indramayu yang gigih mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebagian besar mengenal sosoknya sebagai pemimpin Pasukan Setan, kelompok dengan logo tengkorak tanda silang itu konon sangat disegani oleh tentara Belanda.

“Beliau sangat disegani oleh Belanda dengan pasukan setannya,” ujar Pamong Cagar Budaya Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Indramayu, Suparto Agustinus, kepada Tribun, Minggu (10/11/2024).

Agustinus menceritakan, dalam berperang, MA Sentot menerapkan sistem gerilya. Sosoknya pun sangat ganas di medan perang.

Pasukan Setan yang dipimpin MA Sentot ini tidak pernah bisa terlacak oleh Belanda. 

Keberadaannya menghilang seolah ditelan bumi saat siang hari, kemudian tiba-tiba muncul saat malam hari melakukan penyerangan.

Agustinus menyampaikan, MA Sentot dan pasukannya diketahui terlibat banyak perang di Indramayu. Mulai dari perang di lamaran tarung, perang di Bantarwaru, perang di Gantar, serta perang-perang lainnya.

“Dan yang paling fenomenal itu penyerangan di Jembatan Bangkir,” ujar dia.

Kala itu, kata Agustinus, MA Sentot memimpin pengadangan konvoi pasukan Belanda di Jembatan Bangkir. 

Perang itu berlangsung cukup sengit, kontak senjata antardua kubu pun tidak terelakkan hingga membuat beberapa pejuang gugur.

Meski demikian, aksi heroik itu membuat pasukan Belanda kocar-kacir. Peristiwa yang terjadi pada November 1947 tersebut kemudian diabadikan dalam sebuah tugu yang terletak di sebelah Jembatan Bangkir.

Menurut Agustinus, pada 1951, Pasukan Setan MA Sentot juga berhasil menduduki Gedong Duwur yang kala itu menjadi pusat pemerintahan Belanda di Indramayu. Gedong Duwur ini terletak di Desa Penganjang, Kecamatan Sindang.

“Pergerakan beliau itu setelah kemerdekaan saat agresi militer Belanda,” ujar dia.

Agustinus menyampaikan, MA Sentot sendiri lahir di Desa Plumbon, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada 17 Agustus 1925.

Ia awalnya memulai karier di militer dengan pangkat letnan satu. Kemudian naik menjadi kapten dan menjadi komandan kompi.

MA Sentot juga pernah ikut hijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah kemudian long march kembali ke Jawa Barat.

Setelah perang kemerdekaan selesai dan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, MA Sentot naik pangkatnya menjadi mayor dan menjabat sebagai Komandan Batalyon A Divisi Siliwangi.

Pangkat MA Sentot kemudian naik lagi menjadi Komandan Detasemen Subsistensi KMKB Bandung pada 1951.

Setelah itu, ia menjadi staf TT III Siliwangi pada 1957, siswa SSKAD pada 1957. Dia juga naik pangkat menjadi letkol pada 1957.

Setelah lulus SSKAD, MA Sentot sempat ditempatkan di Kalimantan Selatan menjadi Komandan Batalyon 604 di Kotabaru Kalimantan Selatan dan menjabat Irtepe Koanda Kalimantan hingga menjadi Asisten II Deyah Koanda serta pernah mewakili Kepala Staf Deyah Koanda.

Pada Desember 1961, MA Sentot dipindahtugaskan dan ditempatkan sebagai Pamen SUAD III Mabes AD di Jakarta. 

Kemudian, pada Maret 1963, ia ditugaskan di Operasi Karya menjabat Asisten III dan Juni 1966 dipindahkan kembali ke Mabes AD.

Pangkatnya naik menjadi kolonel pada Oktober 1969.

MA Sentot pensiun dari tentara pada tahun 1980 dengan pangkat terakhirnya, yaitu brigadir jenderal (bintang satu).

Setelah pensiun, MA Sentot kembali ke tengah masyarakat dan tinggal di Desa Bugel, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu.

MA Sentot wafat pada 6 Oktober 2001 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra, Bandung.

Di momen Hari Pahlawan 10 November 2024, Agustinus juga mengajak kepada seluruh masyarakat Indramayu untuk meneladani sosok pahlawan lokal maupun nasional.

“Utamanya dalam meningkatkan rasa nasionalisme dan mempererat rasa kesatuan dan persatuan Republik Indonesia,” ujar dia. (*)

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.