TIMESINDONESIA, JEPARA – Di tengah derasnya arus Pilkada 2024, ada satu pesan singkat namun penuh makna yang dilontarkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU), Dr KH Nasrulloh Afandi, Lc, MA atau yang akrab disapa Gus Nasrul.
"Sudah waktunya para guru menjadi pelita di kegelapan, memberi contoh di tengah suasana panas ini," katanya, Rabu (13/11/2024), seraya menyeru para guru untuk ikut turun tangan dan mengambil peran.
Sebagai sosok yang lama berkecimpung di dunia pendidikan, Gus Nasrul bukan cuma bicara soal teori. Ia ingin agar para guru, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), benar-benar menjadi teladan dalam berpolitik yang cerdas, matang, dan dewasa.
Menurutnya, peran guru bukan hanya mendidik di dalam kelas, tetapi juga memberi contoh di ruang publik.
"Pilkada serentak hanya beberapa hari lagi, kawan-kawan guru perlu jadi contoh politik yang arif dan bijaksana, bukan hanya bagi siswa yang berusia pemilih pemula, tapi juga untuk masyarakat luas," ucap Gus Nasrul.
Ucapannya menohok. Memang, siapa lagi yang diharapkan menjadi penjaga moral kalau bukan mereka yang mengaku sebagai pendidik bangsa?
Bagi Gus Nasrul, para guru perlu menjadi benteng yang kokoh di tengah moralitas politik yang kian kropos. Ia mengingatkan, jangan sampai generasi muda yang masih hijau terseret arus politik kotor yang seringkali berputar dengan ‘uang receh’ sebagai pelumasnya.
"Jangan sampai pola pikir generasi muda yang menjadi aset termahal bangsa ini tercemar oleh politik yang menghalalkan segala cara," tegasnya dengan nada penuh prihatin.
Lebih lanjut, Gus Nasrul menekankan pentingnya para guru SLTA untuk mengenalkan politik dan demokrasi yang sehat kepada siswa-siswa mereka. Ini bukan perkara kecil. Siswa SLTA yang baru menginjak usia 17 tahun adalah pemilih pemula yang masih polos dalam hal politik.
Di sinilah, menurutnya, para guru harus hadir, mengarahkan mereka agar tidak mudah tergoda oleh janji kosong atau sekadar rayuan politik uang. Peran Guru di Tengah Masyarakat Tak hanya di lingkungan sekolah, Gus Nasrul mendorong para guru untuk berperan aktif di ruang publik.
Mereka diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang demokrasi yang sehat, termasuk kepada para wali siswa dan alumni. Katanya, ini semua demi menjaga masa depan bangsa agar tidak tergadaikan hanya karena terpikat janji atau rayuan uang dalam politik.
"Para guru punya akar di masyarakat. Lebih-lebih mereka yang mengajar di pondok pesantren, jangan sampai terombang-ambing oleh arus politik yang tak karuan arahnya," lanjut Gus Nasrul.
Ucapannya tegas, tapi sekaligus menenangkan. Sebagai seorang pendidik yang juga berlatar belakang pesantren, ia tahu benar bahwa guru memiliki posisi terhormat di mata masyarakat.
Di ujung pesannya, Gus Nasrul berpesan bahwa dalam memilih pemimpin, jangan sampai hanya karena termakan retorika manis semata.
"Kalau ada calon yang enggan meminta dukungan kita, itu sinyal untuk waspada. Kalau dalam kondisi butuh suara saja dia tidak butuh kita, apalagi setelah jadi nanti," katanya sambil tersenyum, namun sarat dengan sindiran.
Meski begitu, Gus Nasrul juga tak asal bicara. Bukan berarti mendukung siapa saja yang datang minta dukungan. "Yang lebih baik, pilih pemimpin yang benar-benar menunjukkan kualitasnya. Jangan asal-asalan," katanya dengan mantap.
Begitulah pesan Gus Nasrul, lugas dan langsung. Sebagai seorang akademisi sekaligus ulama yang lahir dari pesantren Balekambang, Jepara, Gus Nasrul tak hanya bicara soal cita-cita besar, namun juga peduli akan realitas.
Gus Nasrul berharap para guru NU bisa menjadi contoh, membimbing para siswa dan masyarakat agar berpolitik dengan santun, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Karena pada akhirnya, masa depan bangsa ini adalah cerminan dari generasi yang dibentuk saat ini. (*)