Pemerintah Indonesia menargetkan untuk mendeteksi 1 juta kasus Tuberkulosis (TBC) pada 2025, sebagai bagian dari upaya eliminasi TBC pada tahun 2030. Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah akan memperkenalkan inovasi deteksi melalui teknologi PCR dan USG berbasis artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
“Kami menargetkan dapat menemukan sekitar 1 juta kasus TBC tahun depan. Dari 1.060.000 kasus yang ditemukan, saya ingin 1 juta di antaranya terdiagnosis,” katanya dalam konferensi pers Pertemuan Tingkat Tinggi Inovasi Tuberkulosis (High Level Meeting TBC Innovation).
Budi mengatakan metode skrining TBC akan diperluas, tidak hanya menggunakan alat TCM, tetapi juga dengan alat PCR seperti pada tes Covid-19. “Skrining TBC sulit karena harus diambil dari batuk. Sekarang dengan teknologi PCR, kami sedang mencoba di Jawa Barat untuk swab bukan di hidung, tapi di tenggorokan. Jadi, nanti kita swab lalu tes PCR seperti Covid-19. Itu inovasi yang sedang kami coba,” jelas Menkes.
Selain teknologi PCR, pemerintah juga sedang menguji teknologi terbaru USG yang biasanya digunakan untuk memeriksa kondisi janin dan deteksi dini kanker payudara, namun kini dicoba untuk identifikasi pneumonia atau TBC dengan bantuan AI. “Ternyata dengan bantuan AI, USG bisa digunakan untuk identifikasi pneumonia atau TBC. Ini sedang kami coba karena kami memiliki banyak USG,” tambahnya.
Dari aspek pengobatan, masih banyak pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan TBC karena durasi yang cukup lama, yaitu sekitar 6 bulan. Kemenkes berupaya mempercepat penyembuhan pasien TBC dengan mengembangkan obat dengan sekali suntik.
“Kami tertarik untuk mengikuti uji klinis obat TBC yang hanya sekali suntik atau alternatif lainnya yang menurunkan durasi pengobatan dari 6 bulan menjadi 1 bulan. Kami ingin terlibat,” ungkap Menkes.
Inisiatif ketiga adalah pengembangan vaksin TBC. Indonesia telah terlibat dalam uji klinis vaksin TBC M72, namun tingkat keberhasilannya sangat rendah. Ke depan, Menkes menyatakan bahwa Indonesia tertarik untuk mengikuti uji klinis berbagai jenis vaksin TBC lainnya.
“Kombinasi vaksin dan pengobatan jika dilakukan dengan baik bisa menjadi pengubah permainan yang sukses. Mari Indonesia ikut berpartisipasi dalam uji klinis berbagai jenis vaksin. Jadi, jika gagal satu, masih bisa mencoba yang lainnya,” tutupnya.