TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Warga Pangandaran laporkan penyebar survey bodong ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pangandaran, Jumat (15/11/2024).
Laporan tersebut dilatarbelakangi beredarnya release hasil survey bodong yang beredar melalui WhatsApp dan facebook.
Release survey bodong tersebut telah disebar oleh pemilik account facebook Dewi Portal dalam grup facebook PILKADA PANGANDARAN 2024.
Postingan rilis survei bodong yang disebar akun facebook Dewi Portal dianggap menimbulkan kontroversi dan propaganda.
Sebaran postingan rilis survei bodong itu juga dipertanyakan validitas dan basis ilmiah serta metodologi pelaksanaan survei.
Miftahudin sebagai pelapor mengatakan, yang termuat dalam unggahan tersebut adalah Katalis Survei Nusantara.
Setelah ditelusuri, lembaga survei diduga tidak terdaftar dalam Perkumpulan Survei Opini Publik.
Katalis Survei Nusantara juga tidak menunjukan data jelas pelaksanaan dan responden survei.
"Release yang disebar adalah penggiringan opini dan menggiring kepada salah satu pasangan calon," kata Miftahudin.
Ditambahkan Miftahudin, pada rilis survei bodong itu juga tidak ada data yang secara terbuka disampaikan ke publik selain angka-angka.
"Harusnya, jika pun memang betul dilaksanakan survei metode apa dan siapa yang mendanai," tambahnya.
Sementara, Tim Hukum Hj. Citra Pitriyami-H. Ino Darsono Pasangan Calon Nomor Urut 01 Anang Fitriana, S.H. C.P.L didampingi Miftah Mujahid, S.H. mengatakan, berdasarkan penelusuran ke KPU sejauh ini belum ada lembaga survei yang terdaftar di KPU Kabupaten Pangandaran.
"Sejumlah kejanggalan dan pertanyaan diantaranya berapa jumlah responden di dalam publikasi survei juga tak dilakukan secara terbuka dalam forum ilmiah," jelasnya.
Anang menegaskan, masyarakat Pangandaran sudah cerdas dalam menentukan pilihan dan memilah informasi.
Berkaitan survei Pilkada, harus jujur, lembaga harus jelaskan ke publik dibiayai atau mandiri, karena hasilnya dipublikasikan, termasuk menjelaskan metodenya seperti apa, ilmiah atau tidak.
"Kami juga mencari tahu jumlah responden dimana saja, bagaimana verifikasi data dan seterusnya," papar Anang.
Anang menegaskan, pelaksanaan survei atau jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga survei harus mendapatkan legitimasi dan sudah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lembaga survei harus memenuhi persyaratan berbadan hukum di Indonesia, bersifat independen, mempunyai sumber dana yang jelas dan terdaftar di KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah kegiatan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat.
"Survei harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan KPU No.9 Tahun 2022. Proses pengumpulan, pengolahan, dan penyampaian data hasil survei harus benar dan jujur," tutur Anang.
Bila ada masyarakat yang merasa dirugikan oleh hasil survei, dapat mengadukan dugaan pelanggaran kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum.
Lembaga survei harus menyatakan bahwa hasil survei bebas dari kepentingan politik. Hasil survei tidak bertujuan untuk mengarahkan masyarakat kepada kepentingan politik tertentu.
Tidak pula menggeneralisasi seolah-olah survei tersebut mewakili pendapat dari suatu pihak tertentu.
Lembaga survei yang membohongi publik dan/atau hasil surveinya menyesatkan, menurut kami dapat dijerat dengan Pasal 55 UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Isinya menyebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 25 Peraturan KPU No.9 Tahun 2022 menyebut KPU dapat memberikan sanksi kepada lembaga survei yang terbukti melakukan pelanggaran etika. Bentuknya adalah peringatan dan/atau mencabut sertifikat terdaftar dalam partisipasi penyelenggaraan pemilu.
Masyarakat mempunyai hak konstitusional untuk mendapatkan informasi akurat soal hasil dari survei pemilu.
Oleh karena itu, setiap lembaga survei yang berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu harus mengedepankan prinsip integritas, transparan, dan independen. (*)