Intisari-Online.com – Sebanyak 10 anak berusia di bawah lima tahun berkumpul di salah satu rumah Kader Posyandu Desa Tanauge, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, pada Sabtu (09/11/2024).
Anak-anak ini adalah balita yang tengah berjuang melawan stunting atau berada dalam kategori garis kuning.
Hari itu, mereka mendapatkan makanan tambahan bergizi sebagai bagian dari upaya perbaikan kesehatan mereka.
Ada binar bahagia di mata anak-anak saat melihat piring-piring berisi makanan sehat tersaji di hadapan mereka.
Hanya dalam hitungan kurang dari 30 menit, piring-piring berisi nasi, sayur bayam, wortel, dan ikan lele goreng atau sup lele segar yang dipanen langsung dari Kebun Gizi habis dilahap tanpa sisa.
Para orang tua yang menemani ikut merasa lega dan gembira melihat anak-anak mereka makan dengan lahap. Di sela-sela suapan, terdengar suara kecil.
“Hmm... enak kuahnya, buburnya, ikannya juga enak, Bu,” ujar salah satu anak sambil tersenyum malu-malu.
Ada pula yang sempat menolak makan sayur, tapi akhirnya semangat mengikuti teman-temannya yang dengan lahap mengonsumsi sayur-mayur. Kebersamaan membuat rasa makanan itu terasa lebih nikmat.
Mengatasi stunting lewat Kebun Gizi
Masalah stunting di Morowali Utara masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan pada 2023, angka prevalensi stunting di wilayah ini masih di berada di angka 24,7 persen, jauh dari target nasional 14 persen.
Memahami kondisi tersebut, PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dan PT Stardust Estate Investment (SEI) tergerak untuk menghadapi masalah ini lewat pembangunan Kebun Gizi.
Head of Corporate Communication PT GNI Mellysa Tanoyo meyakini, Kebun Gizi bisa menjadi solusi efektif untuk membantu menurunkan angka stunting.
“Kami berharap, Kebun Gizi ini tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga membawa perubahan jangka panjang, terutama untuk ibu hamil dan balita,” kata Mellysa.
Di Kebun Gizi, berbagai sayuran kaya nutrisi seperti terong, bayam, oyong, dan kangkung ditanam, sementara ikan lele dibudidayakan.
Hasilnya, balita dan anak-anak yang membutuhkan dapat menikmati sumber pangan segar langsung dari kebun ke piring mereka.
“Program ini memadukan pertanian berkelanjutan dengan upaya perbaikan gizi berbasis komunitas,” ujar Mellysa.
Kebun Gizi tidak hanya hadir di Desa Tanauge, tetapi juga di Desa Bungintimbe dan Bunta yang berdiri di sekitar kawasan industri.
Setiap bulan, hasil panen diolah oleh kader posyandu menjadi hidangan bergizi, sesuai dengan hasil kebun saat itu. Selain itu, para kader juga rutin mengedukasi warga tentang pentingnya gizi seimbang.
“Kami tidak hanya menanam tanaman, tetapi juga menanam kesadaran dan pengetahuan,” ungkapnya.
Kini, hasil program Kebun Gizi mulai terasa. Bidan dari Puskesmas Pembantu (PUSTU) Desa Tanauge, Asma, mengatakan, beberapa balita yang sebelumnya mengalami stunting menunjukkan perbaikan.
Para ibu pun makin sadar pentingnya memberikan makanan variatif untuk anak-anak mereka.
“Kami di Tanauge sangat terbantu. Tidak hanya mendapat pangan bergizi, tapi juga pengetahuan tentang bagaimana mengelola hasil panen. Terima kasih kepada PT GNI dan PT SEI,” ujarnya.
Menurut Asma, program ini benar-benar meringankan beban warga, terutama mereka yang kesulitan mengakses sayuran segar atau ikan. “Ikan-ikan yang kami dapat segar sekali, gizinya terjaga. Itu sangat berarti bagi anak-anak kami,” tambahnya.
Program Kebun Gizi bukan hanya sebuah proyek sosial, tetapi juga bentuk komitmen PT GNI dan PT SEI untuk membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar wilayah operasional mereka.
Dengan adanya kolaborasi ini, para balita di desa lingkar industri kini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh sehat dan optimal.
“PT GNI dan PT SEI berharap, program ini dapat terus berkembang, memberikan manfaat luas, dan menjadi inspirasi bagi inisiatif serupa di berbagai wilayah lain di Indonesia,” tutup Mellysa. (**CM/FE)