Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat menyindir terdakwa eks petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eri Angga Permana karena sempat tak ngaku terima uang dari hasil pungutan liar dari para terpidana.
Saat itu Jaksa menyebut Eri Angga ternyata sama dengan terdakwa lainnya lantaran juga menerima uang hasil pungutan liar yang diperoleh dari narapidana di Rutan KPK.
Awalnya Jaksa menggali pengetahuan Eri soal adanya istilah uang tutup mulut yang terjadi di lingkungan Rutan KPK.
"Tadi rekan saudara sudah mengakui ada bahasanya yang tutup mulut. Saudara tahu ada praktik seperti itu?" tanya Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (15/11/2024).
"Saya tahunya adanya praktik pungli di Rutan itu bulan Desember 2021 antara awal tahun 2022," kata Eri.
Setelah itu Eri bercerita bahwa pada Desember 2021 ia diberikan secara kertas oleh seseorang bernama Rahmat Kurniawan ketika sedang melakukan kegiatan razia rutan.
Adapun lanjut Eri di dalam secarik kertas itu tertuliskan bahwa ia menerima uang sebesar Rp 3 juta yang saat itu bertuliskan ANG 3 JT.
"Ini fakta ada nama saya ANG 3 JT dan lainnya ada nama-nama cuma saya fokus ke nama saya aja. Itu yang pertama saya mengetahui adanya aliran dana itu di awal Desember 2021 atau di awal tahun 2022 seingat saya," ujar Eri.
Setelah itu Eri mengaku langsung mencari tahu maksud daripada penulisan namanya di secarik kertas tersebut.
Hingga pada akhirnya dirinya bertemu terdakwa lain saat itu yakni Muhamamd Abduh dan Ricky Rahmawanto.
"Yang bersangkutan lah yang pada akhirnya menyampaikan ke saya dengan ragu-ragu 'Bang Angga sebetulnya selama ini bang Angga menerima uang bulanan atau tidak?' Saya jawab 'Demi Allah demi Rasulullah saya tidak pernah menerima uang'," ungkap Eri dalam ceritanya.
Akan tetapi lanjut Eri, jatah Rp 3 juta yang semestinya mengalir ke tangan Eri justru kata dia diambil oleh Hengki yang merupakan Petugas Keamanan dan Ketertiban Rutan (Kamtib Rutan).
"Diceritakan lah bahwasanya bang Angga selama ini mendapatkan jatah yg selama ini diambil oleh saudara Hengki. Itulah awal cerita saya pak," kata dia.
"Kemudian perkembangannya gimana akhirnya tetap diem-diem aja?" tanya Jaksa.
Mengetahui hal itu Eri menyebut bahwa dirinya langsung melabrak Hengki secara langsung di depan ruang kerja Kepala Rutan.
Kala itu Eri bahkan melabrak Hengki dengan menggunakan bahasa cukup kasar.
"Saya menyampaikan kalau mau main kenapa harus ada nama saya. Jadi tadi saya sudah bersumpah demi Allah itu yg terjadi. Pak Hengki jawabannya 'kan elu gak mau' gitu jawaban beliau. Itu akhirnya yg saya lakukan barulah saya tau bahwa selama ini ada praktek bulanan uang. Dan yg seharusnya yg mengalir ke saya (tapi) tidak," jelas Eri.
Atas kejadian itu Eri bahkan sampai mengajukan mutasi kepada atasan instansi asalnya di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Saat itu kata dia bahwa Direktur tempat dia berasal sudah menyetujui pengajuan perpindahan dirinya dari KPK.
"Dan sudah diterima dan sudah diwawancara sama beliau," tuturnya.
Tak berhenti disitu, setelah hanya banyak mendengarkan cerita yang dilontarkan Eri, Jaksa kemudian menyindir eks petugas Rutan KPK tersebut.
Jaksa kala itu bilang bahwa Eri layaknya orang yang bersih karena terus mengaku tidak menerima uang pungutan liar tersebut.
Hal itu Jaksa lontarkan ketika Eri kembali mengklaim dirinya tidak mengetahui bahwa banyak narapidana yang mengumpulkan uang untuk petugas-petugas Rutan.
"Saya tidak tahu bahwa tahanan itu mengumpulkan uang. Saya sudah disumpah Saya tidak tahu tahanan mengumpulkan uang, saya pikir adalah tahanan hanya memberikan saja ke saya secara personal tidak harus dikumpulkan, tidak ada bulanan itu yg saya tahu Pak," ucap Eri.
"Oh gitu, saudara bersih sekali kalau gitu ya?," sindir Jaksa.
"InshaAllah kalau waktu itu," timpal Eri.
Hingga pada akhirnya Jaksa pun mencecar Eri soal berapa sebenarnya uang yang diterima olehnya pada saat kasus Pungli itu mencuat di Rutan KPK.
Awalnya Eri tak menjawab langsung pertanyaan Jaksa dan malah bercerita diluar konteks pertanyaan.
Mendengar hal itu sontak Jaksa pun tanpa ragu langsung memotong pembicaraan daripada Eri Angga.
"Saya adalah salah seorang yg tidak pernah diperiksa oleh dewas..," ujar Eri yang kemudian dipotong oleh Jaksa "Udah udah..," tegas Jaksa.
"Kalau di rekening saya, saya terima Rp 24 juta," aku Eri.
"24 juta, uang apa itu?" tanya Jaksa.
"Itu adalah uang dari tahanan," jawab Eri.
"Berati saudara terima uang dari tahanan?," tanya Jaksa
"Betul," jawab Eri.
"Oh yasudah sama aja dengan yang lain toh?," sindir Jaksa.
"Iya sama," kata Eri sambil tertawa kecil.
Adapun dalam perkara ini sebelumnya diberitakan, 15 orang eks petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didakwa menerima uang sebesar Rp 6,3 miliar terkait kasus pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah tahanan di lembaga antirasuah tersebut.
Adapun ke-15 orang eks petugas Rutan KPK itu menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024).
Mereka yang telah didakwa bersalah yakni:
Mantan Karutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Karutan KPK Deden Rochendi, eks Kepala Cabang Rutan KPK tahun 2021 Ristanta dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK 2018-2022 Hengki.
Selain itu terdapat nama-nama lainnya yaitu eks petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh dan Ramadhan Ubaidillah.
Dalam dakwaannya, Jaksa dari KPK menyebut bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatannya itu sekitar bulan Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana korupsi di lingkungan Rutan KPK.
Selain itu perbuatan mereka pun dianggap bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang, Peraturan KPK, dan Peraturan Dewan Pengawas KPK.
"Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya yaitu partai terdakwa selaku petugas rutan KPK telah menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangannya terkait penerimaan, penempatan, dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan selama berada di dalam tahanan," ucap Jaksa di ruang sidang.
Tak hanya itu Jaksa juga meyakini bahwa ke-15 terdakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hal itu lantaran para terdakwa dianggap telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dalam perkara tersebut.
"Terdakwa telah melakukan, menyuruh, melakukan atau turut serat melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dengan maksud menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain," tuturnya.
Kemudian Jaksa turut menguraikan jumlah penerimaan masing-masing daripada terdakwa dalam perkara pungutan liar terhadap para narapidana tersebut.
Berikut rinciannya:
1. Deden Rochendi seluruhnya sejumlah Rp 399.500.000
2. Hengki seluruhnya sejumlah Rp 692.800.000
3. Ristanta seluruhnya sejumlah Rp 137.000.000
4. Eri Angga Permana seluruhnya sejumlah Rp 100.300.000
5. Sopian Hadi seluruhnya sejumlah Rp 322.000.000
6. Achmad Fauzi seluruhnya sejumlah Rp 19.000.000
7. Agung Nugroho seluruhnya sejumlah Rp 91.000.000
8. Ari Rahman Hakim seluruhnya sejumlah Rp 29.000.000
9. Muhammad Ridwan seluruhnya sejumlah Rp 160.500.000
10. Mahdi Aris seluruhnya sejumlah Rp 96.600.000
11. Suharlan seluruhnya sejumlah Rp 103.700.000
12. Ricky Rachmawanto seluruhnya sejumlah Rp 116.950.000
13. Wardoyo seluruhnya sejumlah Rp 72.600.000
14. Muhammad Abduh seluruhnya sejumlah Rp 94.500.000
15. Ramadhan Ubaidillah seluruhnya sejumlah Rp 135.500.000