TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara Israel terhadap Iran bulan lalu dilaporkan telah menghancurkan fasilitas penelitian nuklir rahasia Iran di wilayah Parchin, menurut berbagai sumber dari intelijen AS dan Israel.
Axios melaporkan bahwa serangan pada 25 Oktober itu menargetkan fasilitas Taleghan 2.
Citra satelit yang dianalisis oleh Institut Sains dan Keamanan Internasional (ISIS) mengonfirmasi bahwa bangunan tersebut hancur total.
Dalam laporan sebelumnya, Taleghan 2 dianggap tidak aktif.
Tetapi kini laporan intelijen menyebut Taleghan 2 sebenarnya telah diaktifkan kembali secara rahasia untuk digunakan dalam penelitian senjata nuklir.
Jika laporan ini dikonfirmasi, serangan itu menandai eskalasi yang signifikan dalam upaya Israel untuk menghancurkan program nuklir Iran.
Para pejabat menyebut fasilitas itu sebagai kunci dalam upaya Iran untuk mengembangkan teknologi yang dibutuhkan untuk persenjataan nuklir.
Sebelumnya pada awal tahun ini, badan intelijen AS dan Israel mulai melacak aktivitas baru di Parchin, termasuk pemodelan komputer, penelitian metalurgi, dan uji peledakan.
Semua faktor itu penting untuk mengembangkan senjata nuklir.
Serangan terhadap fasilitas itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran pada bulan Oktober.
Presiden AS Joe Biden juga melakukan intervensi, mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak menargetkan fasilitas nuklir Iran karena khawatir serangan semacam itu dapat memicu konflik regional yang lebih luas.
Menurut Axios, pejabat AS dan Israel mengonfirmasi bahwa Taleghan 2 menampung peralatan penting yang digunakan dalam merancang bahan peledak yang diperlukan untuk meledakkan uranium dalam perangkat nuklir.
Jika benar demikian, serangan Israel terhadap Taleghan 2 dianggap sebagai pukulan bagi Iran yang selama setahun terakhir telah melanjutkan penelitian senjata nuklir.
Namun, Iran telah berulang kali membantah bahwa mereka sedang mengupayakan kemampuan pembuatan senjata nuklir.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan kembali sikap pemerintah.
Minggu lalu, ia menyatakan bahwa "Iran tidak mengejar pembuatan senjata nuklir, titik."
Diketahui secara luas, fasilitas Taleghan 2 memang pernah menjadi bagian dari program senjata nuklir Amad Iran yang sebelumnya aktif.
Namun, program itu dihentikan pada tahun 2003.
Sebelumnya pada hari Kamis (14/11/2024), kepala pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa waktu untuk diplomasi mengenai program nuklir Iran "semakin sempit," seiring dengan kemajuan pengayaan uranium Iran.
Dilansir Newsweek, Rafael Mariano Grossi, Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), sebuah organisasi perdamaian nuklir terkemuka di dunia, mengunjungi Teheran dalam upaya untuk memulihkan akses inspekturnya di Iran.
Iran memberlakukan pembatasan pada organisasi tersebut pada awal tahun 2021.
Tindakan ini mengikuti undang-undang yang disahkan oleh parlemen Iran pada bulan Desember 2020, yang memungkinkan pelonggaran kepatuhan terhadap kegiatan pemantauan IAEA jika sanksi terhadap Iran tidak dicabut.
Iran telah memperluas aktivitas nuklirnya sejak 2018, ketika Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, meninggalkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
JCPOA adalah sebuah kesepakatan nuklir yang membatasi program Iran.
Dengan adanya kesepakatan itu, Iran mendapatkan keuntungan dengan pencabutan sanksi-sanksinya.
Namun karena Donald Trump mundur dari JCPOA, sanksi terhadap Iran kembali diberlakukan, yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomiannya.
Sejak saat itu, Iran "memberontak" dengan memperkaya uranium hingga 60 persen, hampir mencapai tingkat 90 persen yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.
Pengawasan oleh IAEA pun terganggu.
Iran melarang beberapa inspektur IAEA yang paling berpengalaman, sehingga membatasi ruang lingkup negosiasi.
Beberapa negara kini bersiap untuk membahas program Iran pada pertemuan Dewan Gubernur IAEA mendatang.
Sebagai tanggapan, Mohammad Eslami, kepala Organisasi Energi Atom Iran, memperingatkan bahwa Teheran tidak mau ditekan (dalam negosiasi).
"Kami telah berulang kali mengatakan bahwa setiap resolusi yang berupaya untuk campur tangan dalam urusan nuklir Republik Islam Iran pasti akan diikuti oleh langkah-langkah timbal balik segera," katanya.
"Kami tidak akan membiarkan mereka (memberikan) tekanan semacam ini."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)