Oknum Joged Bumbung Jaruh Terancam Dikenakan Sanksi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pedoman untuk para penari joged bumbung tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2024 tentang Tari Tradisi Joged Bumbung Jaruh serta ILIKITA Majelis Kebudayaan Bali (MKB), Nomor 01/X/MKB/2024 yang terbit pada 21 Oktober 2024.
ILIKITA dari Majelis Kebudayaan Bali ini ditandatangani oleh Prof. Dr. I Made Bandem, M.A., selaku Saba Pemutus Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali.
Ketika ditemui pada, Sabtu 16 November 2024, Prof. Bandem mengatakan ILIKITA merupakan aturan tentang Joged Bumbung.
“Ini memang gagasan besarnya dari PJ Gubernur. Kita kan sudah melakukan FGD tentang joged bumbung jaruh pada Tahun 2016 lalu pada waktu itu masyarakat concern dan prihatin adanya pagelaran Joged Bumbung jaruh di media atau secara langsung. Oleh masyarakat dianggap sedikit menganggu pendidikan moral,” kata, Prof. Bandem.
Lebih lanjutnya, Prof. Bandem mengatakan penari Joged Bumbung bisa saja menampilkan sedikit senyum, goyang dan ‘mengegol’ namun pada Joged Bumbung jaruh ini beberapa gerakan dilebihkan.
“Mereka melakukan gerakan ‘angkuk-angkuk’ dibarengi dengan pengibing yang juga ‘angkuk-angkuk’ sehingga mengganggu perspektif tarian lalu menggunakan busana yang kain nya pendek pahanya terlihat itu kurang baik,” imbuhnya.
Melihat perkembangan ini Prof Bandem menilai Joged Bumbung Jaruh sulit diberantas dengan satu kali ILIKITA.
Maka perlu ada sosialisasi ke Desa Adat kepada masyarakat setidaknya mereka harus berani melarang jika melihat ada Joged Bumbung Jaruh.
Dengan adanya ILIKITA Bendesa Adat berani melarang agar anak-anak tidak jatuh terjerumus.
“Jadi efektivitas (SE dan ILIKITA) kita lihat dalam perjalanan kedepan karena kami juga tidak mau penari-penari itu terjerumus UU Pornografi Bali kan menolak kan UU Pornografi saya datang ke MPR menolak UU Pornografi. Bukan akan menjerumuskan para penari dan penabuh dalam penjara tapi memberikan perhatian mohon ada kewajiban untuk membina etika, moral itu saja maksudnya,” paparnya.
Dengan adanya ILIKITA diharapkan adat memiliki pararem dan awig-awig dan di sanalah para oknum penari Joged Jaruh ini akan diberikan sanksi entah sanksi moral atau sanksi denda.
Sehingga di sana desa adat berkewajiban terlibat terlebih ini berkaitan dengan Tri Hita Karana.
“Nanti sanksinya kembali ke adat dan harapan kami mereka membuat pararem yang spesial karena katanya banyak sekali pararem yang belum jalan juga,” tutupnya. (*)