BANGKAPOS.COM - Kuasa Hukum Harvey Moeis Cecar Ahli Soal Perhitungan Kerugian Negara Rp 271 T, Lantas Bagaimana Jawaban Ahli? Simak Selengkapnya.
Penasihat Hukum Harvey Moeis mencecar saksi ahli lingkungan hidup, Bambang Hero Saharjo yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Adapun Bambang Hero merupakan Ahli yang menghitung total kerugian negara yang terjadi akibat korupsi tata niaga timah tersebut.
Bambang dihadirkan JPU dalam sidang kasus korupsi tata niaga komoditas timah untuk terdakwa Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dan Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Awalnya, pada sidang tersebut Penasihat Hukum Harvey Moeis mananyakan rincian kerugian negara berupa kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun yang dihitung oleh Bambang sebagai acuan Kejaksaan Agung dan BPKP.
"Karena kami tidak punya laporannya, apakah bisa ditunjukkan rincian yang IUP PT Timah tadi, yang 88.900 hektare itu. Data bukaannya, apakah ada rinciannya itu di IUP mana saja, karena kan IUP PT Timah itu kan ada 127," tanya Penasihat Hukum.
"Fokusnya itu pada yang tadi 396.000 hektare sekian itu, dan di dalam itu kami temukan ternyata 75.000 hektare itu ada di dalam kawasan hutan, dan yang 95.000 hektare sekian itu ada di dalam non kawasan hutan," jawab Bambang.
Belum puas puas dengan jawaban Bambang, tim hukum pun kembali mempertanyakan pembagian kluster yang dilakukan oleh Bambang dalam perhitungan tersebut.
Saat itu kubu Harvey bertanya apakah kerusakan lingkungan yang jadi kerugian negara itu hanya terjadi di wilayah IUP PT Timah, atau ada juga IUP bukan milik PT Timah.
"Kalau memang itu IUP PT Timah, apakah bisa kami ditunjukkan, karena kan ada 127 (IUP PT Timah)," tanya tim penasihat hukum.
Akan tetapi saat itu Bambang mengaku tidak bisa menunjukkan rincian daripada perhitungan tersebut.
"Saya tidak bisa (menunjukan) Yang Mulia," jawab Bambang.
Kemudian Hakim Ketua Eko Aryanto pun sempat mengambil alih persidangan.
Kala itu Hakim sempat menegaskan kembali kepada Bambang, apakah dirinya bisa menunjukan rincian dari perhitungan kerugian lingkungan tersebut.
"Terus sekarang ahli bisa enggak menunjukan apa yang diminta oleh penasihat hukum terdakwa," tanya Hakim.
Setelah melakukan diskusi dengan JPU, Bambang masih tidak ingin menunjukan rincian hasil perhitungannya seperti apa yang dilaporkan ke Kejaksaan Agung dan BPKP.
"Saya tidak mau menginikan lagi, yang jelas saya sampaikan bahwa rincian itu adalah IUP yang berada di dalam PT Timah dan di luar PT Timah dan sekali lagi khusus untuk smelter ini batasnya disini," jawab Bambang.
Kemudian, Penasihat hukum kembali menanyakan apakah terdapat pemisahan antara kerugian dari IUP PT Timah dan di luar PT Timah dari paparan yang ditampilkan dengan judul data luas galian tambang di masing-masing perusahaan.
"Tapi saudara ahli di dalam laporan kerugiannya tidak memisahkan mana yang PT Timah dan non PT timah," tanya Penasihat Hukum.
Mendengarkan pertanyaan tersebut, Bambang justru mengaku enggan memberikan keterangan terkait pertanyaan yang diajukan oleh Penasihat hukum.
"Waduh saya males jawabnya Yang Mulia," kata Bambang.
Menanggapi hal itu, tim hukum Harvey pun merasa kebingungan mendengar pernyataan Bambang yang malas memberikan keterangan terhadap pertanyaannya.
"Makanya kalau males dijawab saya juga bingung," pungkas penasihat hukum Harvey.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.
(*/Tribunnews/Bangkapos.com)