Perjuangan Supik, Srikandi Bangkalan Lestarikan Batik Gentongan, Raja Malaysia dan Brunei Terpesona
Taufiq Rochman November 16, 2024 07:30 PM

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – “Kalau tidak ada yang melestarikan, siapa lagi yang akan melestarikan."

Itulah kalimat pertama yang terucap dari sosok Ny Supik Amin (63), Srikandi Bangkalan, perajin Batik Tulis Gentongan saat ditemui di Galeri Batik Tresna Art miliknya di Jalan KH Moh Kholil XII/29 Kelurahan Demangan, Kota Bangkalan, Sabtu (9/11/2024).

Supik sudah kenyang makan asam garam Batik Tulis Gentongan.

Lebih dari separuh usianya kini, digunakan untuk melestarikan budaya Madura tersebut.

Namun seiring perkembangan era industrialisasi dan globalisasi, teknik otomatisasi cetak kain tekstil bermotif batik atau yang dikenal dengan batik printing, mulai menimbulkan kekhawatiran.

Khususnya di kalangan kaum perempuan perajin batik tulis, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) batik, para pehobi atau kolektor Batik Tulis Gentongan, hingga para pemangku kebijakan di Pemkab Bangkalan.

Secara temurun, Batik Tulis Gentongan menjadi salah satu masterpiece atau karya agung jemari kaum perempuan Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan.

Proses produksi satu helai Batik Tulis Gentongan bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan bahkan 2 tahun, karena proses pembuatannya memang merupakan heritage yang tidak bisa sembarangan dalam menyelesaikannya.

Tidak salah kemudian, Batik Tulis Gentongan menjelma sebagai karya yang berkualitas halus, memuat filosofi mendalam dalam setiap gores motifnya, dan menjadi simbol identitas secara temurun masyarakat Kabupaten Bangkalan, khususnya kaum perempuan Kecamatan Tanjung Bumi. 

“Kalau tidak ada yang melestarikan, siapa lagi yang akan melestarikan. Terutama dengan adanya perkembangan zaman yang melahirkan batik semi tulis, lebih-lebih batik cap atau printing yang sebenarnya bukan batik,” ungkap Ny Supik Amin (63), pemilik Galeri Batik Tresna Art di Jalan KH Moh Kholil XII/29 Kelurahan Demangan, Kota Bangkalan, Sabtu (9/11/2024).

Berawal karena rasa cinta, Ny Supik Amin mulai dikenal sebagai seorang perempuan yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap eksistensi Batik Tulis Gentongan di tahun 1989.

Meski kala itu usianya masih 28 tahun, namun ia sudah dipercaya oleh para perajin batik tulis untuk menerima pesanan Batik Tulis Gentongan dari berbagai daerah di tanah air.  

Dari situlah, Ny Supik Amin secara perlahan mendirikan Tresna Art hingga resmi berizin di tahun 2005.

Tresna Art bukan semata sebuah galeri batik yang concern terhadap eksistensi Batik Tulis Gentongan, namun juga melakukan pemberdayaan terhadap para perajin Batik Tulis Gentongan dari Kecamatan Tanjung Bumi hingga edukasi membatik kepada para pelajar.

Setiap Hari Sabtu dan Minggu, ia selalu menghadirkan dua orang perempuan perajin batik tulis dari Desa Paseseh, Kecamatan Tanjung Bumi di galerinya untuk memproduksi Batik Tulis Gentongan.

Hal itu dilakukan sebagai upaya mengenalkan setiap detail proses produksi Batik Tulis Gentongan kepada para pengunjung galeri.

Ny Supik Amin menjelaskan, motivasi membuka Galeri Tresna Art memang berawal dari rasa cinta terhadap kebudayaan Madura.

Terutama berkaitan dengan kebudayaan Batik Tulis Gentongan, sebagai simbol dan warisan masterpiece para Srikandi Bangkalan.  

“Selain mencari keuntungan, tujuan utama ingin melestarikan batik tulis Bangkalan. Terutama Batik Tulis Gentongan. Karena adanya batik printing pada akhirnya akan membuat batik tulis akan punah, para perajin saya akan bekerja apa kalau tidak ada yang melestarikan,” tutur Ny Supik Amin.

Gentongan merupakan proses pewarnaan dari bahan alami yang dilakukan dengan cara merendam kain ke sebuah gentong berukuran besar.

Pembuatan sehelai kain Batik Gentongan bisa memakan waktu hingga enam bulan atau bahkan satu tahun hingga dua tahun.

Hal itu dikarenakan, satu proses pewarnaan pada satu motif batik bisa memakan waktu rendam selama satu bulan.

Sehingga Batik Tulis Gentongan tidak bisa diproduksi secara masif dan singkat, seperti hal batik printing.

Kehalusan dan warna cerah menjadi ciri khas Batik Tulis Gentongan.

Semakin lama, warna kontras dari batik legendaris ini semakin terang karena pewarnaannya menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuhan.

Batik-batik Tulis Gentongan kuno atau lawasan berusia di atas 100 tahun hingga 200 tahun tersimpan rapi pada salah satu lemari khusus di Galeri Tresna Art.

Meski berusia kuno, motif maupun warna kain batik masih tampak cerah.

Hanya ada sedikit robekan pada kain karena mulai sedikit lapuk.

Motif-motif batik kuno itu tampak anggun dan terkesan mewah.

Di antaranya gabungan dua motif sekaligus; motif kapper atau kupu-kupu dan daun membeh yang selalu menjadi sasaran para kolektor batik.

“Saya membeli ke cucunya yang sudah berusia sekitar 70 tahun, nah ini punya neneknya. Bisa dibayangkan usia batik ini, bisa lebih dari 100 tahun mungkin sudah 200 tahun. Ini motif berawan dan motif mata ikan, ada dua motif atau dulu disebut isuk sore, sekarang disebut selingkuh,” kenangnya.

Pemilik Galeri Tresna Art, Ny Supik Amin menunjukkan koleksi batik tulis lawasan atau kun, yakni Batik Tulis Gentongan berusia sekitar 200 tahun dengan motif berawan dan mata ikan yang warna dan tampilan motifnya masih cerah
Pemilik Galeri Tresna Art, Ny Supik Amin menunjukkan koleksi batik tulis lawasan atau kun, yakni Batik Tulis Gentongan berusia sekitar 200 tahun dengan motif berawan dan mata ikan yang warna dan tampilan motifnya masih cerah (TribunMadura/ Ahmad Faisol)

Tidak salah jika kemudian harga satu helai maupun satu sarimbit atau satu setel yang terdiri dari sarung, kemeja, dan selendang Batik Tulis Gentongan harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.  

Ia menambahkan, para pengunjung Galeri Tresna Art kebanyakan berasal dari luar daerah di seluruh Indonesia untuk kebutuhan batik tulis berkualitas.

Bahkan belakangan ini, pengunjung dari mancanegara datang hingga lima kali kunjungan dalam setiap minggu. 

“Raja Malaysia dan Raja Brunei juga pernah datang berkunjung sebelum masa Covid-19. Ada juga pengunjung dari mancanegara datang sekedar melakukan penelitian, jarang membeli. Beda halnya dengan para pengunjung dari Jepang, mereka suka mengoleksi. Terutama mengoleksi Batik Tulis Gentongan yang mempunyai kualitas, nilai sejarah, dan filosofi,” pungkasnya.  

Hingga saat ini, jumlah perajin batik tulis yang telah dirangkul dan diberdayakan oleh Ny Supik Amin lebih dari 30 orang.

Dua di antaranya Sutiyah (60) dan Sofiyah (44), warga Desa Paseseh, Kecamatan Tanjung Bumi yang selalu membatik di joglo Galeri Tresna Art di setiap Hari Sabtu-Minggu.

Sofiyah merupakan perajin batik dengan keterbatasan fisik atau penyandang disabilitas, yakni tanpa lengan kanan.

Sehingga ia melukis motif batik menggunakan tangan kiri.

“Iya Mas, karena saya tidak punya tangan kanan,” singkat Sofiyah yang kala itu mengenakan hijab berwarna hitam.

Sementara Sutiyah duduk di sisi kiri Sofiyah.

Keduanya kala itu sama-sama sedang melakukan tahapan nglowong atau menempelkan lilin malam cair di kain dengan menggunakan media canting.

Sehingga tercipta kontur garis, bidang, dan pola ragam hias.

“Ini adalah motif uday. Betul, ini pengerjaan Batik Tulis Gentongan. Saya di sini setiap Sabtu-Minggu sejak tahun 2014 karena ibu (Ny Supik Amin) baik, membuat saya tenang dalam menulis motif Batik Gentongan. Kalau Gentongan, di sini laku semua,” tutur Sutiyah.

Memakai Batik Tulis Gentongan Menambah Percaya Diri

Melalui proses pembuatan yang rumit dan lama, tidak salah jika kualitas Batik Tulis Gentongan mendapatkan tempat tersendiri di hati para pecintanya yang memang mayoritas kaum perempuan.

Kehalusan dan warna cerah tetapi tidak norak merupakan ciri khas Batik Tulis Gentongan.

Sebagaimana koleksi Batik-batik Tulis Gentongan milik Hj Wasilah (42), warga Jalan Sidingkap, Kelurahan Mlajah, Kota Bangkalan.

“Jadi kalau sudah berbicara Batik Tulis Gentongan, tidak bisa diukur dengan harga. Saya suka dan pasti koleksi, kalau Batik Tulis Gentongan kan halus karena dikerjakan berbulan-bulan bahkan hingga tahunan,” ungkap Hj Wasilah yang merupakan perempuan kelahiran Kecamatan Tanjung Bumi.

Sebagai perempuan yang lahir di lingkungan para perajin batik tulis, benih-benih cinta terhadap keanggunan Batik Tulis Gentongan telah bersemi secara alami sejak dirinya masih berusia remaja hingga saat ini.

Rasa cintanya pun semakin tumbuh dan turut melestarikan budaya Batik Tulis Gentongan yang dikerjakan secara telaten oleh para perempuan sebagai upaya mencari nafkah dari menulis batik untuk tambahan penghasilan keluarga.

“Kebetulan juga saya suka seni, kalau batik saya memang pilih-pilih. Ada perasaan bangga mengenakan batik sebagai warisan leluhur kami ketika menghadiri acara. Seperti menambah kepercayaan diri, batik seolah punya nyawa,” pungkas isteri dari Efendi, anggota DPRD Bangkalan sekaligus eks Ketua DPRD Bangkalan periode lalu.

Di sisi lain, perjuangan melestarikan Batik Tulis Gentongan juga digelorakan Delly Septiani (48), warga Kota Bangkalan.

Selaku Kepala Bidang Usaha Perdagangan di Dinas Perdagangan Pemkab Bangkalan, Delly turut memasarkan produk-produk unggulan.

Termasuk Batik Tulis Gentongan yang memang menjadi ikon batik unggulan Kabupaten Bangkalan.

Dalam beberapa kesempatan kunjungan tamu dari luar daerah, Delly membawakan Batik-batik Tulis Gentongan sebagai oleh-oleh untuk para tamu.

“Agar bisa dikenal lebih luas oleh masyarakat di luar Bangkalan dan Madura. Bukan Batik-batik di Galeri Tresna Art saja, kami juga memfasilitasi produk-produk unggulan lainnya. Setiap ada pameran selalu kami ikutkan, biasanya di Grand City Surabaya. Alhamdulillah di stand pameran Batik Bangkalan, selalu ramai pengunjung,” pungkas Delly.

Upaya melestarikan Batik Tulis Gentong sebagai karya agung kaum perempuan Kecamatan Tanjung Bumi tak luput dari perhatian Dinas Koperasi dan UMKM Pemkab Bangkalan.

Melalui Kepala Bidang Pemberdayaan UMKM, Musninah kerap memberikan pelatihan-pelatihan membatik kepada para santri entrepreneur di tahun-tahun sebelumnya.

“Kebetulan tahun ini tidak ada program pelatihan membatik. Selain pelatihan membatik, kami juga memberikan bantuan permodalan usaha maupun modal kerja. Seperti pasca Covid-19, ada   pemberian bantuan modal usaha meski tidak seberapa, ada yang Rp 400 ribu hingga Rp 1,2 juta,” ungkap Musninah.

Hingga saat ini, jumlah UMKM di Kabupaten Bangkalan terdata sekitar 82 ribu UMKM.

Jumlah tersebut sebelumnya mencapai 100 ribu lebih UMKM dengan tambahan dari sektor pertanian dan perikanan. 

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.