TRIBUNNEWS.com - Wali Kota Haifa, Israel, Yona Yahav, mengatakan wilayahnya telah menjadi target utama kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah.
Pernyataan ini disampaikan Yahav setelah Hizbullah menghujani Haifa menggunakan roket pada Sabtu (16/11/2024) malam.
Roket-roket Hizbullah menghantam Haifa di tengah-tengah bunyi sirene peringatan di seluruh wilayah dan sekitarnya, terutama di Krayot.
Serangan itu mengakibatkan kerusakan dan kehancuran yang signifikan di Haifa, termasuk pemadaman listrik yang berdampak pada beberapa wilayah, lapor Al Mayadeen.
"Mereka tidak memberi kami (para pemukim) ampun," kata Yahav, Sabtu malam.
Yahav menambahkan, Haifa merupakan kota terbesar ketiga di Palestina yang diduduki.
Haifa adalah tempat bagi banyak lembaga dan tempat usaha.
Sebelumnya, Hizbullah telah mengumumkan tujuh operasi, lima di antaranya terkoordinasi dan serentak.
Operasi-operasi itu menargetkan Haifa menggunakan drone dan roket canggih.
Sejumlah fasilitas penting menjadi target serangan. Di antaranya adalah markas besar komando Angkatan Laut (AL) Shayetet 13 di Atlit, sebelah selatan Haifa.
Pangkalan AL Stella Maris diketahui telah menjadi sasaran Hizbullah sebanyak dua kali.
Kemudian, ada Pangkalan Teknis dan AL Haifa, Pangkalan Tirat Carmel, dan Pangkalan Bahan Bakar Nesher.
Semua pangkalan yang menjadi sasaran terletak antara 35-40 kilometer dari perbatasan Palestina-Lebanon.
Sebelumnya, Yona Yahav mengungkapkan Haifa telah mengalami pukulan telak dalam hal ekonomi, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Semuanya terhenti, jalan-jalan kosong dan toko-toko tutup," ungkapnya, Selasa (12/11/2024).
Dalam pernyataan kepada militer Israel, Yahav memperingatkan, jika ekonomi Haifa terganggu, hal itu akan berdampak pada seluruh "Israel".
Ia juga menekankan, "Israel hanya akan kuat jika Utara kuat."
Selama lebih dari sebulan, Hizbullah telah menembaki Haifa. Pada Senin (11/11/2024), media Israel menggambarkan situasi tersebut sebagai "kegilaan di Teluk Haifa" menyusul peluncuran sekitar 100 roket oleh Hizbullah yang menargetkan wilayah Krayot dan Haifa.
"Israel" juga menderita kerugian besar di wilayah utara, terutama karena Hizbullah memperluas operasinya hingga mencakup Haifa dan operasi ini menjadi rutin.
Eskalasi ini berdampak parah pada industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata di wilayah tersebut.
Agresi Israel terhadap Lebanon telah mengakibatkan beban keuangan yang berat.
Pemerintah terpaksa membayar kompensasi yang besar kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Palestina utara yang diduduki atas kerugian yang mereka derita.
Situasi ekonomi di utara diketahui kian memburuk karena Hizbullah terus menyerang Haifa, memecahkan rekor peluncuran lebih dari 100 roket ke Krayot pada Senin.
Media Israel mencatat, hal ini menandai serangan rudal Hizbullah terberat di Krayot sejak dimulainya perang yang sedang berlangsung.
Pasukan pendudukan Israel (IDF) mengakui roket tersebut diluncurkan dari daerah perbatasan, yang diklaim telah dibersihkan baru-baru ini.
IDF mengonfirmasi sekitar 90 roket ditembakkan ke arah utara dalam waktu 40 menit dari lokasi yang mereka katakan sebelumnya telah diduduki pasukan Hizbullah.
Setelah serangan itu, Yona Yahav mengatakan kepada Channel 12, jumlah roket yang ditembakkan ke Haifa termasuk yang tertinggi sejak Hizbullah mulai menargetkan pemukiman Israel utara pada 8 Oktober 2024.
Terkait hal itu, surat kabar Israel Hayom melaporkan pada 23 September 2024, serangan roket dan rudal Hizbullah berdampak langsung pada Haifa, membuat jalan-jalan di sana benar-benar kosong dari pemukim Israel.
Surat kabar itu mengutip seorang pemukim yang mengatakan, tidak ada peringatan yang diberikan di Haifa sebelum serangan Hizbullah.
Akibatnya, Rumah Sakit Rambam memindahkan semua kegiatannya ke garasi mobil. Sementara itu, otoritas pendudukan di Haifa mengumumkan penghentian kegiatan belajar mengajar.
Dengan ini, Hizbullah menepati janjinya untuk mengubah "Haifa menjadi Kiryat Shmona dan Metulla."
(Pravitri Retno W)