TRIBUNNEWS.COM - Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil memberikan pertanyaan kepada cagub nomor urut 3, Pramono Anung soal konsep bangunan untuk menyikapi permasalahan pertumbuhan penduduk.
Hal tersebut diungkapkan pada segmen keempat debat ketiga Pilgub DKI Jakarta, di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/11/2024).
Pada kesempatan itu, Ridwan Kamil bertanya konsistensi Pramono Anung yang juga kader PDI Perjuangan atas sikap fraksi di partainya menolak pembangunan gedung empat lantai.
"Fraksi PDIP di tahun 2022 pernah menolak ide Pak Anies (Baswedan)untuk membuat rumah jadi empat lantai, dengan alasan katanya bikin beban Jakarta, persiapan Pilpres. Jadi ideologinya kemana dalam merespon masalah ini?" tanya eks Gubernur Jawa Barat, dalam acara yang disiarkan live streaming YouTube KPU DKI Jakarta.
Saat gilirannya menjawab, Pramono menganggap perbedaan itu sebagai hal yang wajar.
Ditambah lagi, ia mengungkap telah berdiskusi dengan Anies Baswedan perihal gagasan mewujudkan bangunan rumah empat lantai.
"Gagasan ide Mas Anies akan saya lanjutkan walau fraksi (PDIP) saya berbeda untuk itu, bagi saya gapapa, inilah yang akan kita bangun untuk Jakarta, apa yang baik kami lanjutkan baik dari Mas Anies, Bang Foke (Fauzi Bowo), dan Pak Sutiyoso. Saya berkomitmen untuk membantun itu," ucapnya.
Pasangan Rano Karno pada Pilgub DKI Jakarta ini sebelumnya juga mengungkap konsep koefisien pemanfaatan luas bangunan di Jakarta untuk mengakomodasi jumlah penduduk yang ideal seperti yang disinggung Ridwan Kamil.
Ia berencana menggunakan lahan-lahan yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta dan BUMD menjadi hunian warga.
Bersama Rano Karno jika terpilih, ia akan mengembangkan kantor pemerintahan di tingkat kecamatan hingga kelurahan serta sekolahan menjadi hunian ke atas.
"Contoh konkret di Jaksel di Blok S ada sekolah dengan luas 1,1 hektare muirdnya hanya 120 jam 3 jam 4 ga ada kegiatan, yang seperti itu saya gunakan. Lantai 1, 2 3 menjadi sekolah kita perbaiki dengan fasilitas lebih lengkap ada lapangan olahraga. Lantai 4 dan 5 jadi co-working space. Dan lantai 5 ke atas untuk hunian," terangnya.
Calon Gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung, mempertanyakan keseriusan rencana pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono, untuk memindahkan Balai Kota dari Jakarta Pusat ke Jakarta Utara.
Pramono berujar bahwa Jakarta sebentar lagi tidak akan menjadi ibu kota.
“Di pusat pemerintahan, balai kota, banyak sekali gedung-gedung yang akan menjadi kewenangan pemerintah Jakarta. Untuk itu, apakah perlu dipindahkan?” tanya Pramono saat debat ketiga Pilkada DKI Jakarta malam ini, Minggu, (17/11/2024).
Selain itu, dia menyinggung Ridwan Kamil yang saat menjadi Gubernur Jawa Barat (Jabar) sempat berencana memindahkan pusat pemerintahan dari Gedung Sate ke Tegalluar. Namun, rencana itu tidak direalisasikan.
Pramono pun bertanya apakah rencana pemindahan Balai Kota merupakan imajinasi yang dihadirkan oleh pasangan nomor urut 1.
Ridwan Kamil kemudian mengawali jawabannya dengan ajakan untuk memperbaiki tata ruang Jakarta.
“Kalau Jakarta ingin mengurangi macet, selain perluasan transportasi publik, mari benerin tata ruangnya. Salah satunya adalah pusat kantor pemerintahan dikurangi dari pusat. Tentu ini harus didialogkan kepada stakeholder di Jakarta,” kata mantan Gubernur Jabar itu.
“Kenapa di Jakarta Utara? Aksesnya bagus. Ancol itu punya hak 200 hektare membangun. Tinggal kita bikin pusat bisnis baru dengan achor tenant-nya adalah akumulasi dari perkantoran-perkantoran pemerintahan Jakarta, dari BUMD-BUMD, sehingga lahan-lahan di kota bisa difungsikan untuk fungsi-fungsi kota global yang menjadi ciri pergaulan internasional kita,” ujarnya menjelaskan.
Dia mengatakan IKN adalah imajinasi, begitu juga wacana pemindahan balai kota.
“Realitanya kita diskusikan,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil itu.
Kemudian, Pramono menanggapinya dengan kembali mempertanyakan apakah pemindahan Balai Kota itu masih diperlukan karena Jakarta sebentar lagi bukan ibu kota.
“Dengan banyaknya gedung-gedung yang akan ditinggalkan di pusat pemerintahan di Jakarta Pusat, apakah itu masih diperlukan?” tanya Pramono.
Ridwan Kamil selanjutnya menanggapi dengan mengatakan bahwa beban pergerakan ke pusat terlalu besar.
“Ini solusi sangat teknokratis. Memang ada keputusan politis. Kalau politis, itulah kenapa saya bilang kita diskusikan dengan stakeholder-nya.”
"Tapi menurut teori planologi, itulah pengurangan beban. Akibatnya, yang bergerak urusan pemerintahan, acara-acara seminar, itu bisa berkurang. Maka, nanti daerah Sudirman-Thamrin, Monas, akan lebih leluasa, lebih luang, yang namanya traffic atau lalu lintasnya."
Dia mengatakan wargalah yang nanti diuntungkan.
“Siapa yang bikin betah? Nanti turis-turis merasa bukan ada lagi kemacetan di pusat kota. Itulah yang saya maksud bahwa imajinasi ini penting," kata Ridwan Kamil.
(Tribunnews/ Chrysnha, Febri)