TRIBUNJATENG.COM, MOSKOW - Diperkirakan sebanyak 242 warga Rusia telah terbunuh oleh tentara yang kembali dari Ukraina.
Sedikitnya 227 lainnya juga mengalami luka serius oleh tentara Rusia tersebut.
Hal itu diungkapkan salah satu situs independen Rusia, Verstka.
Seperti yang dialami oleh Irina baru-baru ini diserang oleh seorang pria di Artyom, di timur jauh Rusia.
"Saya veteran operasi militer khusus, saya akan membunuhmu!" Itu adalah kata-kata yang didengar Irina saat diserang pria tersebut.
Irina menceritakan bahwa ia sedang keluar rumah pada malam hari, namun bertemu dengan pria tersebut yang menendang dan memukulinya dengan tongkatnya.
"Kekuatan pukulan itu begitu kuat hingga tongkatnya patah," tutur Irina, dikutip dari BBC pada Minggu (17/11/2024).
Saat polisi tiba, pria itu menunjukkan dokumen yang membuktikan bahwa ia pernah berada di Ukraina dan mengeklaim bahwa karena pengabdiannya itu, maka "tidak akan terjadi apa-apa padanya".
Serangan terhadap Irina hanyalah satu dari sekian banyak serangan yang dilaporkan dan dilakukan oleh tentara yang kembali dari Ukraina.
Diketahui, banyak penyerang memiliki catatan kriminal sebelumnya dan dibebaskan dari penjara khusus untuk bergabung perang Rusia di Ukraina.
BBC memperkirakan bahwa kelompok tentara bayaran Wagner merekrut lebih dari 48.000 tahanan untuk bertempur di Ukraina.
Ketika pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin tewas dalam kecelakaan pesawat tahun lalu, Kementerian Pertahanan Rusia mengambil alih perekrutan di penjara.
Sosiolog, Igor Eidman mengatakan bahwa kasus-kasus ini telah berdampak parah pada masyarakat Rusia.
"Ini adalah masalah yang sangat serius, dan berpotensi menjadi lebih buruk. Semua gagasan tradisional tentang baik dan jahat sedang dijungkirbalikkan," katanya kepada BBC.
"Orang-orang yang telah melakukan kejahatan keji seperti pembunuh, pemerkosa, dan kanibal, mereka tidak hanya menghindari hukuman dengan berperang. Ini jadi hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan mereka dipuji sebagai pahlawan," terangnya.
Ada banyak alasan mengapa tentara Rusia yang cukup beruntung untuk kembali dari perang akan berpikir bahwa mereka berada di atas hukum.
Media resmi menyebut mereka "pahlawan," dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjuluki mereka sebagai "elit" baru Rusia. Mereka yang direkrut ke dalam tentara dari penjara telah dicabut hukumannya atau mereka diampuni.
Bukan hal yang aneh bagi narapidana yang dibebaskan setelah perang di Ukraina, melakukan kejahatan lagi, lalu lolos dari hukuman untuk kedua kalinya dengan kembali berperang.
Hal ini membuat beberapa polisi putus asa. "Empat tahun lalu, saya memenjarakannya selama tujuh tahun," kata polisi Grigory kepada situs web Novaya Gazeta.
"Dan sekarang dia ada di hadapan saya lagi, berkata: Anda tidak akan bisa berbuat apa-apa, Pak Polisi," tuturnya.
Pengadilan Rusia secara rutin menggunakan keikutsertaan dalam perang melawan Ukraina sebagai alasan untuk menjatuhkan hukuman yang lebih ringan.
Namun, banyak kasus tidak sampai ke pengadilan. Moskwa telah memperkenalkan undang-undang baru yang melarang mendiskreditkan angkatan bersenjata Rusia.
Karena itulah, beberapa korban kejahatan yang dilakukan oleh para veteran takut untuk melaporkannya.
Sementara itu, Olga Romanova, kepala LSM hak-hak tahanan Russia Behind Bars, mengatakan bahwa rasa impunitas meningkatkan angka kejahatan.
"Konsekuensi utamanya adalah kesenjangan antara kejahatan dan hukuman di benak masyarakat. Jika Anda melakukan kejahatan, belum tentu Anda akan dihukum," ungkapnya kepada BBC.
Pada 2023, jumlah kejahatan serius yang tercatat di Rusia meningkat hampir 10 persen.
Sedangkan pada paruh pertama tahun ini jumlah personel militer yang dihukum karena kejahatan meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (*)