Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Angin berbisik lirih di antara dedaunan pohon kelapa yang menjulang tinggi, mengiringi riak Sungai Musi yang mengalir tenang.
Namun, ketenangan pagi itu terusik oleh bayang-bayang kapal-kapal berbendera asing yang perlahan mendekati muara sungai.
Mereka datang membawa ambisi, dahaga akan kekuasaan, dan nafsu untuk menguasai kekayaan bumi pertiwi.
Ya, mereka adalah Belanda, bangsa dari seberang lautan yang mengincar kejayaan Kesultanan Palembang.
Sejak awal abad ke-17, Belanda, yang diwakili oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), telah menancapkan kukunya di Nusantara.
Didorong oleh semangat gold, glory, gospel, mereka menjelajahi samudera, menaklukkan wilayah, dan mengeksploitasi sumber daya alam demi keuntungan semata.
Palembang, dengan segala potensinya, tak luput dari incaran mereka.
Rempah-rempah, Harta Karun yang Memikat
Lada, si emas hitam, menjadi komoditas primadona yang mengundang hasrat VOC. Tanah subur Palembang menjadi surga bagi tanaman merambat ini.
Aroma lada yang khas menguar dari gudang-gudang penyimpanan, menandakan kemakmuran Kesultanan.
Tak heran jika Belanda tergiur untuk memonopoli perdagangan lada, menguasai jalur distribusi, dan meraup keuntungan berlipat ganda.
"Pada awal abad ke-15, kebutuhan Eropa akan lada meningkat tiga kali lipat," tulis M. Adnan Amal dalam bukunya Kepulauan Rempah-Rempah. (Amal, M. Adnan. Kepulauan Rempah-Rempah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001).
Permintaan yang tinggi ini mendorong Belanda untuk mencari sumber lada baru, dan Palembang menjadi target utama.
Timah, Logam Mulia dari Pulau Bangka
Selain lada, kekayaan alam Palembang lainnya yang memikat hati Belanda adalah timah.
Pulau Bangka, yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang, menyimpan cadangan timah yang melimpah.
Logam ini menjadi bahan baku penting dalam industri Eropa, terutama untuk pembuatan peralatan rumah tangga dan persenjataan.
Sejak awal Masehi, timah Bangka telah menjadi komoditas perdagangan internasional.
"Hasil timah di Bangka Belitung bahkan membawa Kesultanan Palembang menjadi salah satu kerajaan terkaya di Nusantara saatitu," ungkap sejarawan Didi Kwartanada dalam artikelnya “Timah dan Kolonialisme di Bangka Belitung” yang dimuat di Jurnal Sejarah dan Budaya. (Kwartanada, Didi. “Timah dan Kolonialisme di Bangka Belitung.” Jurnal Sejarah dan Budaya, vol. 12, no. 1, 2020).
Kekayaan inilah yang membuat Belanda semakin bernafsu untuk menguasai Palembang.
Tak hanya faktor ekonomi, ambisi politik juga menjadi alasan utama Belanda ingin menguasai Palembang.
Kesultanan Palembang merupakan kekuatan maritim yang berpengaruh di Selat Malaka.
Letaknya yang strategis menjadikan Palembang sebagai pusat perdagangan yang ramai, menghubungkan jalur perdagangan antara Timur dan Barat.
Belanda ingin menguasai Selat Malaka untuk mengontrol jalur perdagangan rempah-rempah dan mengamankan hegemoni mereka di Nusantara.
Menguasai Palembang berarti mengendalikan pintu gerbang penting di Selat Malaka.
Perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin II
Kedatangan Belanda disambut dengan perlawanan sengit dari Sultan Mahmud Badaruddin II, penguasa Kesultanan Palembang yang pemberani.
Beliau menyadari ancaman yang dibawa oleh bangsa asing tersebut.
Dengan gagah berani, Sultan Mahmud Badaruddin II memimpin rakyatnya untuk mempertahankan kedaulatan dan kehormatan Kesultanan Palembang.
Perang berkecamuk di darat dan laut. Meriam-meriam berdentum, pedang beradu, dan darah para pahlawan membasahi bumi pertiwi.
Sultan Mahmud Badaruddin II, dengan strategi perang gerilya yang cerdik, berhasil memukul mundur Belanda beberapa kali.
"Perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin II menunjukkan semangat juang yang tinggi dari rakyat Palembang dalam mempertahankan kemerdekaan," tulis sejarawan Djohan Hanafiah dalam bukunya “Sultan Mahmud Badaruddin II: Pahlawan Nasional dari Palembang”. (Hanafiah, Djohan. Sultan Mahmud Badaruddin II: Pahlawan Nasional dari Palembang. Palembang: Pemerintah Kota Palembang, 2003)
Namun, Belanda tidak mudah menyerah. Mereka terus mengirimkan pasukan dan persenjataan yang lebih modern.
Pada tahun 1821, setelah pertempuran yang sengit, Belanda berhasil menduduki Keraton Kuto Besak, pusat pemerintahan Kesultanan Palembang.
Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap dan diasingkan ke Ternate.
Jatuhnya Kesultanan Palembang menandai berakhirnya sebuah era kejayaan.
Belanda berhasil menguasai perdagangan rempah-rempah, menguasai tambang timah, dan mengontrol jalur pelayaran di Selat Malaka.
Meskipun Kesultanan Palembang telah takluk, semangat perlawanan rakyatnya tetap berkobar.
Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Kisah perlawanan Kesultanan Palembang merupakan bagian penting dari sejarah Indonesia.
Ia mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kedaulatan bangsa, menghargai jasa para pahlawan, dan terus berjuang demi masa depan yang lebih baik.
---