TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA – Di tengah era modern dan globalisasi, tentu bukan perkara mudah menjual produk tradisional seperti anyaman rotan, apalagi untuk dijadikan bisnis.
Namun, Niang (46), satu di antara perajin rotan di Kalimantan Tengah, bisa membantah hal itu. Dia mengembangkan bisnis anyaman rotan yang dibalut dengan gaya kekinian.
Anyaman rotan begitu melekat di keluarga Niang. Sejak akhir tahun 1980 an, Niang kecil sudah sering melihat dan membantu ibu dan neneknya serta keluarganya menganyam rotan. Seisi rumah Niang saat itu adalah pengrajin rotan.
Dari situlah dia tertarik melanjutkan bisnis rotan yang dimulai oleh keluarganya yang kini diberi nama ‘Jawet Niang’. Jawet merupakan bahasa Dayak Ngaju yang berarti anyaman.
Niang merupakan generasi keempat dalam bisnis rotan keluarganya. Meski keluarganya telah menjalankan bisnis sejak tahun 90 an, Jawet Niang ini baru didirikan 9 tahun yang lalu, tepatnya pada 2015.
“Waktu pertama kali belajar saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Saya sering melihat keluarga saya yang sedang menganyam rotan dan menjalankan bisnis rotan,” kata Niang, saat ditemui Tribunkalteng.com di galeri Jawet Niang, Jalan RTA Milono Km 8, Perumahan Kereng Indah, Palangka Raya, Rabu (30/11/2024) lalu.
Dia ingat betul, saat masih kecil, keluarganya kala itu memproduksi anyaman rotan tradisional, pun begitu dengan alat dan tekniknya, semuanya dilakukan menggunakan cara tradisional.
Baik tikar, tas, topi, dan segala produknya murni dari bahan rotan yang menonjolkan kekhasan Kalimantan Tengah.
Waktu itu, kata Niang, untuk membuat produk dari anyaman rotan, keluarganya memiliki kebun rotan di sekitar rumahnya yang berada di Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas.
Ayahnya bertugas untuk mencari rotan, sedangkan Niang bersama ibu dan neneknya memilah setiap bilah rotan terbaik untuk dijadikan bahan dasar anyaman.
Niang mengenang masa kecilnya yang lebih tertarik dengan belajar menganyam ketimbang bermain dengan anak-anak sebayanya kala itu.
Tak heran, dengan galeri Jawet Niang, dia bisa meneruskan warisan keluarganya dengan inovasi produk yang lebih modern yakni memadukan rotan dan bahan kulit.
Berdasarkan pengalaman Niang sedari kecil, belajar menganyam rotan bisa jadi sulit bisa juga tidak, tergantung keuletan dan kemauan untuk belajar.
Seperti keuletan Niang ketika mengembangkan usaha keluarganya melalui Jawet Niang. Bahkan, pada 2014, dia masih belajar menganyam rotan lalu menggabungkannya dengan bahan kulit.
Waktu itu, lanjut Niang, karena memiliki dasar menganyam rotan, dia diajak oleh temannya untuk mengikuti pelatihan mendesain produk kerajinan anyaman rotan yang dipadukan dengan bahan kulit.
Pelatihan itu diadakan oleh Dinas Perdagangan dan Perindutrian (Disdagperin) Kalteng. Dari pelatihan itulah Niang belajar membuat produk anyaman rotan yang dipadukan dengan bahan kulit.
Tak berhenti di situ, dia masih tekun mempraktikan ilmu yang didapatnya selama pelatihan.
“Melihat prospeknya cukup bagus saya melanjutkan belajar sendiri, awal 2015, saya coba membuat dompet dari kulit dan rotan. Saya butuh waktu seharian untuk membuat dompet yang sederhana itu. Tetapi, saya bersyukur pertama kali mencoba ternyata dompet yang saya buat dihargai oleh teman saya Rp 200 ribu,” tuturnya.
Setelah produk pertama yang dibuatnya dari rotan dan kulit diakui oleh orang lain, Niang coba membuat produk anyaman rotan dan kulit lebih sering.
Sebelum ada galeri Jawet Niang, dia menjual hasil karyanya di toko-toko yang bersedia menampung produknya. Hingga akhirnya dia mampu berdiri sendiri dan menjual produknya di galeri Jawet Niang.
Di awal mendirikan Jawet Niang ini, Dia bersama suaminya mengerjakan segalanya sendiri, mulai dari mencari bilah rotan yang masih bulat, memisahkan bagian kulit luar dan inti rotan, menghaluskan inti rotan, hingga memastikan konsistensi panjang dan lebar rotan yang digunakan sebagai bahan baku anyaman.
Dalam perjalanan mengembangankan usahanya, Niang menghadapi sejumlah kendala. Satu di antaranya ketika pandemi Covid-19 menyerang Kalteng sekira 2020. Saat itu, omzet Jawet Niang turun lebih dari 50 persen.
Beruntung, berkat komitmen dan kerja keras Niang, galeri Jawet Niang mampu bertahan sampai saat ini. Bahkan lebih berkembang, mulai dari mengerjakan segalanya sendiri, kini Niang sudah bisa menggajih 6 pengrajin anyaman rotan.
Meski Jawet Niang sudah berkembang pesat, keahlian Niang dalam menganyam rotan tak hilang. Hal itu berkat kecintaannya dan keinginannya yang kuat untuk melestarikan budaya anyaman rotan.
Saat ditemui Tribunkalteng.com, Niang yang juga merupakan seorang pengajar PAUD di Palangka Raya ini baru saja pulang dari sekolah.
Saat siang menjelang sore, setelah menceritakan perjalanannya bersama anyaman rotan, Niang memperlihatkan kebolehannya menganyam rotan.
Jari jemarinya nampak begitu lihai menyilangkan dua sumbu anyaman rotan yang dibentangkan secara diagonal. Dua sumbu anyaman rotan itu dia silang dengan teliti.
Di usianya yang hampir setengah abad, matanya masih tajam memastikan setiap sumbu rotan yang disilangkan tak salah sehingga bisa membentuk motif rotan khas dayak. Teknik yang digunakan Niang sore itu adalah anyaman sasag, teknik yang relatif mudah bagi pemula.
Teknik sasag ini yang tengah dipelajari dua anak Niang. Karena kecintaanya pada tradisi anyaman rotan, dia berharap anak-anaknya kelak melanjutkan usaha Jawet Niang generasi kelima.
“Jawet Niang ini bagi saya bukan sekedar bisnis keluarga, tapi juga upaya melesatarikan anyaman rotan sekaligus membantu para pengrajin rotan. Tentu saya berharap bisnis ini nanti dilanjutkan oleh anak-anak saya,” ungkap Niang.
Rasa cinta Niang pada anyaman rotan ini sedang dalam kegundahan. Pasalnya, mayoritas perajin rotan sudah lanjut usia, begitu juga dengan perajin yang bekerja sama dengan Niang.
Selain faktor bisnis yang membuat produksi usahanya lebih lambat, dia juga khawatir lambat laun tak ada lagi generasi penerus yang melestarikan tradisi menganyam rotan.
Karena kekhawatirannya itu, saat ini Niang sedang mengembangkan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk memfasilitasi para pengrajin rotan. Selain itu lembaga tersebut juga ingin mengenalkan anyaman rotan pada generasi muda.
Tak hanya itu, di beberapa daerah di Kalteng, kerajinan anyaman rotan juga dimasukan ke dalam muatan lokal di sekolah sebagai upaya melestarikan kerajinan anyaman rotan khususnya di kalangan anak muda.
Satu di antara generasi muda yang masih tertarik untuk melestarikan kerajinan anyaman rotan ini adalah, Peggy Remawa, anak sulung Niang.
Saat ditemui Tribunkalteng.com di galeri Jawet Niang pada Rabu (30/10/2024), Peggy tengah menjelaskan produk perpaduan anyaman rotan dan kulit kepada konsumen. Dia begitu lihai dan fasih memberi penjelasan tentang produk yang sedang dipegangnya.
Kelihaian Peggy menjelaskan produk Jawet Niang pada pelanggan bukan tanpa alasan, dia mengungkapkan, punya rasa ketertarikan terhadap anyaman rotan. Apalagi, gadis 24 tahun ini adalah calon penerus usaha turun temurun keluarganya.
“Saya tertarik sekali dengan kerajinan anyaman rotan dan melanjutkan usaha ini, karena jarang-jarang ada anak muda di Kalteng yang bisa atau meneruskan apa yang sudah dijalani kedua orang tuanya, ini kan juga satu di antara kearifan lokal kita,” ucapnya.
Peggy mengungkapkan, apa yang sudah dilakukan oleh ibu dan neneknya membuatnya terinspirasi untuk melanjutkan usaha Jawet Niang.
Meski saat ini masih dalam proses belajar menganyam, dirinya tetap berkontribusi dalam menjalankan usaha keluarganya seperti memasarkan produk. Karena kontribusi Peggy itu juga, Jawet Niang kini banyak dikenal oleh masyarakat khususnya Palangka Raya.
Satu di antara pelanggan yang sering membeli produk Jawet Niang adalah Mira (34). Setelah mengetahui informasi tentang Jawet Niang dari teman dan media sosial, dia tertarik dengan tas rotan yang dipadukan dengan kulit.
“Banyak teman yang menyarankan untuk membeli tas di Jawet Niang ini, karena modelnya bagus. Walaupun tradisional tapi desainnya tidak ketinggalan jaman,” kata dia.
Kekhawatiran Niang mungkin juga dirasakan pelaku usaha pengrajin rotan lainnya. Menanggapi hal itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kalteng, Adiah Chandra Sari mengatakan, memadukan kerajinan rotan dengan nuansa modern seperti yang dilakukan Niang, membuat produk anyaman rotan lebih diminati dan dilirik oleh berbagai kalangan termasuk anak muda.
“Inovasi kerajinan rotan ini bisa mempengaruhi banyak orang, sehingga permintaan terhadap anyaman pun bertambah, dan otomatis membuat pesanan kepada pengrajin rotan juga bertambah,” ujar Adiah, saat ditemui Tribunkalteng.com, Minggu (4/11/2024).
Pemprov Kalteng, kata Adiah, sudah beberapa kali mengadakan pelatihan untuk para pengrajin rotan. Selain itu, Disbudpar Kalteng juga memiliki UMKM binaan khususnya di bidang kerajinan rotan.
Untuk melestarikan kerajinan anyaman rotan ini, Disbudpar Kalteng berencana melaksanakan lomba menganyam pada Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) tahun 2025 nanti. FBIM adalah festival tahunan yang diadakan dalam rangka hari jadi Provinsi Kalteng.
“Semoga dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, kreatifitas pengrajin rotan bisa semakin berkembang dan anyaman rotan bisa semakin berkembang,” jelas Adiah.
Meski tak banyak, Adiah menyebut, masih ada generasi muda yang tertarik dengan kerajinan anyaman rotan di Kalteng khususnya di wilayah yang banyak memproduksi rotan.