SURYAMALANG.COM, MALANG - Berawal dari masalah sampah di SMPN 30 Kota Malang di kawasan Mulyorejo, akhirnya diperoleh ide untuk mengolahnya menjadi briket (bahan bakar dari limbah) bernama Brikomek, berbasis screw press.
Briket ini antara lain berbahan organik dari daun kering. Awalnya sampah daun kering dibakar biasa di lahan sekolah. Dan dari hasil pameran di MCC pekan lalu, banyak yang menawari kerja sama.
"Kalau untuk sampah anorganik sudah ada skemanya. Untuk briket ini dari sampah organik terutama sampah daun kering, " kata Supriyadi, guru Mapel IPA kepada SURYAMALANG.COM, Senin (18/11/2024) saat ditemui di Lab IPA. Kebetulan ia juga koordinator Adiwiyata di sekolah.
"Beliau punya gagasan ini karena permasalahan sampah di sekolah harus ditangani. Apa yang dilakukan bagus sesuai kebutuhan sekolah kita. Termasuk nanti jika sekolah kami mengarah ke Adiwiyata."
"Karena sekolah Adiwiyata adalah sebuah keniscayaan. Sebab semua sekolah harus masuk kesana meski sekolah kami masih berusia dua tahun," tambah Ir Syamsiyah Wahyuningsih SAg MPd, Kepala SMPN 30 terpisah.
Jumlah sampah cukup banyak karena warga sekolah sudah mencapai 400 an dari siswa dan guru. Sampah campur bisa mencapai empat kantong besar setiap hari.
Sehingga tim mencari solusi agar sampah tersebut dipilah-pilah jadi beberapa bagian. Ada yang sampah organik, anorganik dan berbahaya.
"Dan kebetulan untuk sampah anorganik ada plotnya sendiri. Yang bermasalah adalah sampah organik khususnya daun kering," cerita Supriadi.
Awalnya hanya dijadikan kompos. Akhirnya dibuat juga produk turunan yaitu membuat briket.
"Kompos yang dipakai untuk bahan membuat briket tidak 100 persen dari kompos. Ada beberapa gabungan bahan lain yaitu arang tempurung, arang sekam, perekat dari tapioka," sebut guru ini.
Ia melakukan beberapa kali ujicoba dan hasilnya masih tidak maksimal. Akhirnya ia menemukan komposisi yang pas untuk jadi briket.
Yaitu kompos 45 persen, sekam 20 persen, arang tempurung 30 persen dan sisanya lima persen dari tapioka. Setelah itu dicampur, dicetak untuk jadi briket.
"Banyak kalangan saat kita pameran di MCC yang berminat kerjasama. Tapi kita ada keterbatasan melayani karena kita kan lembaga pendidikan. Maka perlu rekanan untuk memproduksinya jika butuh banyak," katanya.
Hal itu harus ia konsultasikan dulu pada kasek dan tim. Briketnya bisa tahan antara 1 sampai 1,5 jam.
"Awalnya saya ingin ini jadi pembelajaran bagi siswa tentang bagaimana pembuatan briket yang yang direlasikan pada pembelajaran IPA," jawabnya.
Sedangkan untuk alat presnya, ia membuat dari bahan-bahan bekas yang ada di sekolah.
Inovasinya ini pernah diikutkan dalam lomba Inotek 2024 yang diadakan Bappeda Kota Malang dan meraih juara harapan 2 bidang agribisnis dan energi terbarukan.