WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Hasil survei Pilkada 2024 kini kembali menjadi sorotan. Setelah hasil survei Pilkada Jakarta 2024 menjadi polemik karena hasil berbeda dari lembaga survei, kini, hasil survei pada Pilkada Jawa Tengah 2024 juga mendapat sorotan.
Diketahui, dalam waktu berdekatan dua lembaga survei merilis elektabiltas pasangan calon.
Dua lembaga survei ini adalah Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Dalam rilis survei periode 7-12 November, SMRC menyatakan elektabilitas dari pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi atau Hendi berada di angka 50,4 persen.
Kemudian elektabilitas pasangan nomor urut 2, Ahmad Lutfi-Taj Yasin di angka 47,0 persen.
Hasil survei dari SMRC secara jelas memperlihatkan keunggulan dari pasangan Andika-Hendi.
Sejurus kemudian Indikator mengeluarkan hasil survei berbeda di periode yang sama yakni 7-13 November di mana elektabilitas pasangan Lutfi-Taj Yasin terekam unggul yakni di angka 47,19 persen dan pasangan Andika-Hendi di angka 43,46 persen.
Pakar Politik, Prof Asrinaldi, mengatakan, Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) semestinya bisa mengambil tindakan adil dan segera melakukan pemeriksaan mendalam. Persepi didesak mengekspose kedua lembaga tersebut membuka data hasil survei mereka.
Ia menyebut jika ditemukan fakta kebenaran bahwa memang hasilnya terlampau jauh, tentu hal ini harus menjadi perhatian Persepi.
“Kalau memang ada fakta bahwa hasilnya berbeda jauh. Tentu ini akan menjadi perhatian Persepi. Idealnya tentu Harus ada pemeriksaan terhadap perbedaan ini,” kata Prof. Dr. Asrinaldi.
Kejadian ini sebenarnya sebagaimana terjadi dengan Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Jika Poltracking saja diberikan sanksi akibat perbedaan hasil survei, maka sudah sepantas dan sebaiknya hal sama juga dilakukan atas dasar perbedaan hasil survei di Jateng.
Perbedaan yang jauh itu terjadi diantara lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI) dengan perolehan elektoral Andika Perkasa sebesar 43,46 persen, sementara lembaga milik Saiful Mujani berada pada angka 50,4 persen untuk Andika Perkasa.
Idealnya, Persepi melirik perbedaan data ini, mungkin karena pemilik SMRC merupakan bagian dari Dewan etik sehingga penanganan diabaikan.
Jika merunut periode survei, SMRC dan IPI berada dalam kurun waktu yang sama, SMRC melakukan survei pada periode 7-12 November sementara IPI pada 7-13 November. Tetapi beda hasil survei antara kedua lembaga ini mencapai 9 persen untuk elektabilitas Andika Perkasa dan Hendar Prihadi.
Kendati demikian, Prof. Dr. Asrinaldi tetap menyarankan agar Persepi juga membedah perbedaan data yang terjadi di Jateng. Jika pemeriksaan akan berlangsung, maka satu hal yang harus ditaati Saiful Mujani tidak boleh mengikuti atau bahkan cawe-cawe dalam pengambilan keputusan.
“Artinya, anggota dewan etik yg diperiksa tidak dilibatkan dalam pemeriksaan kalau memang ada indikasi ke arah itu,” tegas Prof. Dr. Asrinaldi.