---
Intisari-online.com -Angin berbisik di antara daun-daun nipah, menghembus kisah dari masa silam yang jauh.
Di tepian Mahakam yang lebar, di tanah yang subur dilimpahi berkah, berdirilah sebuah kerajaan yang megah, Kutai Kartanegara.
Di sanalah, di jantung Kalimantan Timur, terlahir sebuah tradisi yang usianya menyamai perjalanan panjang peradaban Nusantara: Erau.
Lebih dari sekadar pesta rakyat, Erau adalah sebuah upacara adat yang sakral, sebuah perayaan kehidupan yang mengakar kuat dalam sejarah dan budaya masyarakat Kutai.
Asal-usul Erau berkelindan dengan legenda Aji Batara Agung Dewa Sakti, raja pertama Kutai Kartanegara.
Konon, ketika sang raja masih berusia lima tahun, ia melakukan upacara "Tijak Tanah" dan "Mandi ke Tepian", sebuah ritual penyucian diri dan permohonan restu kepada Yang Maha Kuasa sebelum memulai kepemimpinannya.
Upacara inilah yang kemudian berkembang menjadi Erau, sebuah tradisi yang dilestarikan turun-temurun hingga kini.
Pada masa lalu, Erau merupakan hajat besar bagi Kesultanan Kutai.
Perhelatan akbar ini berlangsung selama 40 hari 40 malam, melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari rakyat jelata hingga bangsawan.
Erau menjadi simbol persatuan, sebuah momen di mana seluruh elemen kerajaan bersatu dalam harmoni, merayakan kehidupan dan memohon berkah kepada Tuhan.
Seiring berjalannya waktu, Erau tak hanya menjadi upacara penobatan raja, tetapi juga sebagai ajang pemberian gelar kehormatan dari raja kepada tokoh-tokoh masyarakat yang berjasa.
Gelar-gelar seperti "Pangeran", "Raden", dan "Demang" dianugerahkan dalam upacara Erau, sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian mereka kepada kerajaan dan masyarakat.
Keindahan dan Keunikan Erau
Erau adalah sebuah permadani budaya yang kaya akan warna dan makna.
Di dalamnya terjalin berbagai unsur seni, ritual, dan kepercayaan yang menciptakan sebuah mosaik budaya yang memukau.
Salah satu daya tarik utama Erau adalah upacara adat yang sarat akan nilai-nilai luhur.
Upacara "Menjamu Benua" misalnya, merupakan ritual memberi makan makhluk halus penunggu Sungai Mahakam sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki dari sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Kutai.
Ada pula upacara "Beliung", ritual mengantar sesaji ke Kutai Lama, ibu kota kerajaan pertama.
Upacara ini merupakan simbol penghormatan kepada leluhur dan sejarah kerajaan Kutai.
Tak kalah menarik adalah pertunjukan seni yang memukau.
Tarian-tarian tradisional seperti Tari Gong, Tari Jepen, dan Tari Gantar menghiasi panggung Erau dengan gerakan yang dinamis dan penuh ekspresi.
Musik tradisional yang mengiringi tarian-tarian tersebut menambah semarak suasana.
Gendang, gong, dan seruling mengalun merdu, menciptakan harmoni yang menggetarkan jiwa.
Selain tarian dan musik, Erau juga dimeriahkan oleh berbagai lomba dan atraksi menarik.
Lomba perahu naga di Sungai Mahakam, lomba sumpit, dan lomba melukis menjadi ajang unjuk kebolehan bagi masyarakat Kutai.
Atraksi kesenian tradisional seperti wayang kulit dan wayang golek juga turut memeriahkan perhelatan Erau, menghibur masyarakat dengan cerita-cerita klasik yang sarat akan nilai-nilai moral.
Erau di Era Modern
Meskipun zaman terus berganti, Erau tetap lestari sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara terus berupaya melestarikan dan mengembangkan Erau sebagai salah satu ikon pariwisata daerah.
Festival Erau yang diselenggarakan setiap tahun kini menjadi magnet bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Erau telah bertransformasi menjadi sebuah festival budaya berskala internasional, namun tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal.
Erau bukan hanya sekadar pesta rakyat, ia adalah cerminan identitas dan jati diri masyarakat Kutai Kartanegara.
Erau adalah simbol dari harmoni antara manusia dengan alam, manusia dengan sesama, dan manusia dengan Tuhan.
Di tengah arus modernisasi yang deras, Erau tetap tegar berdiri sebagai benteng budaya, menjaga nilai-nilai luhur agar tak lekang oleh waktu.
Erau adalah bukti nyata bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan, saling melengkapi dan memperkaya.
Erau, sebuah warisan leluhur yang patut dijaga dan dilestarikan, sebuah nyala api budaya yang terus menyala, menerangi perjalanan panjang peradaban Nusantara.
*
---