---
Intisari-online.com -Angin laut berbisik lembut di antara dedaunan pohon kelapa yang menjulang tinggi di pesisir Aceh.
Di bawah langit senja yang merona, sekelompok nelayan dengan langkah tegap dan penuh semangat melangkah menuju pantai.
Hari ini, mereka bukan hanya pulang dengan jala penuh ikan, tetapi juga membawa sebongkah tradisi yang telah mengakar kuat dalam jiwa mereka: Tari RatohTaloe.
Tarian ini bukan sekadar rangkaian gerak dan lantunan syair, melainkan sebuah manifestasi dari nilai-nilai luhur, sejarah panjang, dan kearifan lokal yang diwariskan turun temurun.
Seperti halnya sebuah pohon yang tumbuh dari biji kecil, Tari RatohTaloe juga memiliki akar sejarah yang dalam.
Konon, tarian ini telah ada sejak abad ke-15 Masehi, bermula dari aktivitas para nelayan di Desa Gapuy, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.
Di sela-sela kesibukan mereka mencari ikan di lautan lepas, para nelayan ini menciptakan Tari RatohTaloe sebagai hiburan dan sarana untuk mempererat tali persaudaraan.
Bayangkan, di atas perahu kayu yang bergoyang lembut diiringi deburan ombak, mereka duduk bersila membentuk lingkaran, memainkan tali dengan gerakan ritmis, dan melantunkan syair-syair pujian kepada Tuhan.
Syekh Ahmad Badhrun, Sang Pencipta yang Abadi dalam Syair
Meskipun Tari RatohTaloe lahir dari kearifan lokal para nelayan, namun ada satu nama yang terukir abadi dalam sejarah tarian ini: Syekh Ahmad Badhrun.
Beliau adalah seorang ulama yang diyakini sebagai pencipta Tari Taroh Taloe.
Kecerdasan dan kepekaan spiritual Syekh Ahmad Badhrun tertuang dalam syair-syair yang mengiringi Tari RatohTaloe.
Syair-syair tersebut sarat dengan pesan moral, ajaran agama, dan nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Kehadiran Syekh Ahmad Badhrun tidak hanya memperkaya nilai estetika Tari RatohTaloe, tetapi juga menjadikannya sebagai media dakwah yang efektif.
Mengungkap Makna Tersirat dalam Gerakan dan Syair
Tari RatohTaloe bukanlah tarian yang lahir dari ruang hampa. Setiap gerakan dan lantunan syairnya memiliki makna dan filosofi yang mendalam.
Gerakan tangan yang ritmis dan dinamis, dipadukan dengan tali yang meliuk-liuk, melambangkan kerja sama, keselarasan, dan semangat gotong royong.
Syair-syair yang dilantunkan dalam bahasa Aceh yang puitis, bercampur dengan bahasa Arab yang indah, berisi pujian kepada Tuhan, nasihat-nasihat bijak, dan kisah-kisah inspiratif.
Syair-syair ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak para penari dan penonton untuk merenungkan makna kehidupan dan meningkatkan keimanan.
Lebih dari Sekadar Tarian, Sebuah Identitas Budaya
Tari RatohTaloe telah melampaui batas-batas sebuah tarian. Ia telah menjadi identitas budaya bagi masyarakat Aceh, khususnya di daerah pesisir.
Tarian ini bukan hanya dipentaskan pada acara-acara adat dan keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Anak-anak muda belajar Tari RatohTaloe dengan penuh semangat, mewarisi tradisi nenek moyang mereka.
Orang tua dengan bangga menyaksikan anak-anak mereka menari, melestarikan budaya yang telah menyatukan mereka selama berabad-abad.
Tari RatohTaloe adalah bukti nyata bahwa seni dan budaya dapat menjadi perekat sosial yang kuat.
Seiring berjalannya waktu, Tari RatohTaloe tidak hanya terkungkung dalam tradisi lama. Tarian ini terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan esensi dan nilai-nilai aslinya.
Kini, Tari RatohTaloe tidak hanya ditarikan oleh laki-laki, tetapi juga perempuan. Kostum yang digunakan pun semakin beragam, dengan tetap mempertahankan ciri khas Aceh.
Kreativitas para seniman muda Aceh telah memberikan warna baru pada Tari RatohTaloe, menjadikannya semakin menarik dan dinamis.
Menjaga Api Tradisi agar Tetap Berkobar
Di tengah arus globalisasi yang deras, menjaga kelestarian budaya tradisional bukanlah hal yang mudah.
Namun, masyarakat Aceh telah membuktikan bahwa mereka mampu menjaga api tradisi Tari RatohTaloe agar tetap berkobar.
Melalui berbagai upaya pelestarian, seperti festival budaya, sanggar tari, dan pendidikan di sekolah, Tari RatoTaloe terus diwariskan kepada generasi muda.
Semangat untuk menjaga warisan budaya ini adalah bukti kecintaan masyarakat Aceh terhadap akar budaya mereka.
Tari RatohTaloe bukan sekadar tarian, ia adalah cerminan dari jiwa masyarakat Aceh yang religius, pekerja keras, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan.
Tarian ini adalah warisan berharga yang harus dijaga dan dilestarikan, agar generasi mendatang dapat merasakan keindahan dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.
Semoga Tari RatohTaloe terus hidup dan berkembang, menjadi sumber inspirasi dan kebanggaan bagi masyarakat Aceh, dan menjadi jembatan penghubung antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
*
---