TRIBUNNEWS.COM - Yenny Wahid, putri dari Presiden keempat Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mengkritik rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.
Dalam acara Haul ke-15 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Yenny menyatakan bahwa jika ayahnya masih hidup, ia akan berdiri bersama rakyat untuk menolak kebijakan tersebut.
Yenny menegaskan, "Jika Gus Dur masih ada, saya yakin beliau akan berdiri bersama rakyat kecil dan mengatakan hentikan rencana ini."
Ia mengungkapkan keprihatinan terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit, dengan harga kebutuhan pokok yang melonjak dan tingkat pengangguran yang meningkat.
Yenny mempertanyakan kebijakan pemerintah yang justru menaikkan PPN di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh rakyat.
"Apakah ini bijak?" ujarnya.
Ia juga membandingkan dengan kebijakan negara tetangga seperti Singapura yang memberikan bantuan tunai kepada rakyat dan Vietnam yang menurunkan pajak.
Dalam pandangannya, pemerintah seharusnya memprioritaskan kesejahteraan rakyat ketimbang angka-angka di atas kertas.
"Prioritaskan kesejahteraan rakyat bukan hanya angka-angka di atas kertas. Turunkan angka korupsi bukan malah rakyat yang harus dibebani," katanya.
Ia mengingatkan bahwa Gus Dur selalu mampu membedakan antara kekuasaan dan kemanusiaan.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan keputusan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang disahkan pada 7 Oktober 2021.
Kebijakan ini diinisiasi oleh PDI Perjuangan dan telah disetujui oleh delapan fraksi di DPR, termasuk Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP.
Sementara itu, fraksi PKS menolak usulan tersebut.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).