TRIBUNNEWS.COM, SUKOHARJO - Operasional pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dikhawatirkan berhenti total dalam satu bulan ke depan karena indikasi dihentikannya pasokan bahan baku ke pabrik.
“Sudah ada beberapa unit yang off karena bahan baku tidak bisa masuk. Hal ini karena aturan bea cukai, sehingga bahan baku tidak dapat tersedia," ujar Koordinator Serikat Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto, Minggu (22/12/2024).
Apabila kondisi ini tidak segera diputuskan untuk Going Concern, semua operasional akan berhenti total. "Mungkin paling lama satu bulan lagi,” kata dia.
Menurut Slamet, unit produksi seperti benang dan spinning sudah tidak beroperasi karena bahan baku habis. Kondisi serupa juga terjadi di tiga anak usaha Sritex.
“Kalau bahan baku habis, otomatis semua berhenti. Ini menjadi tanggung jawab siapa? Karena pemberhentian bahan baku ini bukan mutlak salah pekerja atau pengusaha, tapi akibat status pailit yang membuat kran bea cukai tidak bisa dibuka,” paparnya.
Slamet menyebut saat ini sekitar 3.000 buruh sudah dirumahkan karena ketiadaan stok bahan baku. Ia menilai solusi going concern sangat penting untuk menyelamatkan operasional perusahaan dan nasib ribuan karyawan.
Serikat pekerja mendesak agar status going concern segera diberlakukan.
Slamet menekankan, meskipun proses kepailitan berjalan, Going Concern dapat menjadi jalan tengah untuk menjaga keberlangsungan produksi sekaligus menyelamatkan puluhan
ribu pekerja.
“Kalau going concern dibuka, biarkan saja proses kepailitannya berjalan, tapi setidaknya ini bisa menyelamatkan semuanya perusahaan, buruh, dan ekonomi lokal,” tandasnya.
Serikat Buruh Sritex Group menyatakan kekecewaannya atas keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi terkait status pailit perusahaan.
Keputusan tersebut diumumkan melalui Putusan Nomor 1345 K/PDT.SUS-PAILIT/2024 pada Rabu, 18 Desember 2024.
Dengan adanya putusan ini, Serikat Buruh mengungkapkan kekhawatiran terhadap nasib puluhan ribu buruh dan karyawan Sritex Group yang kini berada di bawah bayang-bayang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebab, putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut merupakan putusan yang sangat inkrah. Slamet kaswanto mengaku keputusan MA membuat para buruh syok.
"Keputusan itu (MA tolak Kasasi PT Sritex) membuat kami syok di kalangan buruh pekerja. Itukan melihat dari media yang berkembang kasasi Sritex ditolak MA, pailit menjadi inkrah," ujarnya.
Ia menjelaskan, putusan MA tersebut menjadi bayang-bayang yang sangat mencekam bagi para buruh.
"Pemerintah yang kami harapkan melalui mahkamah agung itu untuk mengambil keputusan, mengabulkan pembatalan pailit ini ternyata tidak juga terjadi," kata Slamet.
Selain syok, para buruh yang diwakilkan oleh serikat buruh merasa kecewa atas putusan itu.
Meski demikian, puluhan ribu buruh dan karyawan PT Sritex selalu dikuatkan oleh manajemen PT Sritex.
"Tetapi hal ini sudah kami sampaikan ke manajemen dan manajemen tetap berkomitmen akan melakukan upaya hukum yaitu peninjauan kembali (PK)," lanjutnya.
Dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh manajemen, para buruh akan mendukung secara penuh, upaya yang dilakukan manajemen yakni peninjauan kembali (PK).
Terpisah, Kementerian Ketenagakerjaan terus memantau dan menaruh perhatian terhadap nasib 50 ribu pekerja/buruh PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Hal ini menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi perusahaan tersebut terkait
putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan menyatakan bahwa Kemnaker menghormati putusan MA sekaligus menghormati upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang direncanakan untuk diajukan oleh Sritex.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak berharap terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan mana pun.
“Presiden Prabowo sering berpesan agar sebisa mungkin menghindari terjadinya PHK di perusahaan. Begitu pun kami. Tidak ingin ada PHK. Posisi kami jelas, yaitu melindungi hak-hak pekerja,” kata Wamenaker.
Namun demikian, Wamenaker menegaskan bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak pekerja sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Hal ini menjadi prioritas utama dalam upaya melindungi kesejahteraan pekerja yang terdampak langsung dari situasi tersebut.
“Kami memahami situasi sulit yang dihadapi perusahaan, namun hal itu tidak boleh mengurangi kewajiban mereka terhadap pekerja. Hak-hak buruh, seperti pembayaran pesangon, upah tertunda, dan program jaminan sosial, harus tetap dipenuhi,” ujarnya.
Komisi IX DPR RI mendukung pemerintah untuk menyelamatkan perusahaan tekstil PT
Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang pengajuan kasasinya ditolak Mahkamah Agung.
"Sritex yang telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia tentu berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi kita," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris.
Namun dia mengingatkan upaya itu harus dalam koridor hukum yang ada.
"Jangan sampai upaya penyelamatan ini melanggar peraturan perundangan yang ada," kata dia.
(Tribun Network/den/mat/wly)