TIMESINDONESIA, MALANG – Pemikiran Iqbal di bidang kenegaraan dan aktivitasnya dalam mewujudkan negara Islam, dimulai ketika ia pilih menjadi Presiden Liga tahun 1930. Dengan kedudukannya sebagai presiden di wadah in, ia yang semula sebagai nasionalis melihat dengan jeli bahwa ketidakmungkinan bersatu dengan warga India yang berbeda ras, keyakinan dan sosial sangat tinggi. Karenanya, golongan Muslim mesti memisahkan diri dan membentuk negara sendiri. Keinginan tersebut dilontarkan dalam suatu rapat Tahunan di Liga Muslimin. Saat itu pula ia mengemukakan tujuan pembentukan negara Islam. Dengan demikian tidak mengherankan, kalau ia kemudian diakui sebagai Bapak Pendiri Negara Islam Pakistan (Ali, 1993).
Pemikiran Iqbal di bidang ke-Islaman secara umum, mula- mula ia melihat faktor kemunduran Islam banyak ditentukan oleh pelaksanaan hukum Islam. Sebagai ahli hukum, menurutnya, umat Islam mundur karena cenderung melaksanakan hukum secara statis dan konservatif. Kelompok konservatif menuduh golongan pemikir rasionalis Mu'tazilah sebagai biang perpecahan umat Islam. Kelompok yang berpegang teguh kepada tradisi (yang keliru atau dikelirukan) itu membawa umat agar tetap memelihara persatuan dengan jalan lari kepada syariat, ternyata usaha tersebut membuahkan hasil yang paling ampuh dalam membungkam umat menjadi diam (Taufik, 2005).
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Akibat dari gerakan tersebut lahirlah pemikiran yang menutup pintu ijtihad. Para ulama yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan di bidang agama, menganggap kalau dibiarkan umat Islam dengan bebas berpikir yang berkenaan dengan syariat, akan membuat mereka makin terpecah-belah. Akhirnya ijtihad diberhentikan dari konsep hukum Islam. Hukum Islam pun menjadi mandeg dan statis (Taufik, 2005).
Inti pemikiran Iqbal adalah menghargai alam fisik, menghargai diri manusia dan pengukuhan unsur rohani dalam kehidupan manusia. Iqbal melihat kelemahan umat Islam sebagai individu dan jamaah adanya kebekuan pemahaman umat Islam terhadap agamanya, kelesuan umat Islam, khususnya di India dalam menghadapi kehidupan nyata. Iqbal memotrvasi manusia yang lemah dan pasif tersebut untuk berusaha dalam kehidupan dengan kekuatannya melalui suatu pernyataan yang sungguh pedas dan menusuk perasaan umat Islam, yaitu orang kafir yang aktif dinamis lebih baik daripada Muslim yang suka tidur. Karena Iqbal seorang tokoh yang memiliki wawasan intelektual dan intelegensia yang luar biasa. Bakat alam yang tidak banyak dimiliki orang lain adalah sebagai penyair, keahliannya tidak saja di bidang filsafat, tapi juga bidang spiritual, termasuk kepenyairan pun sangat akrab dengan pribadinya, orang selalu mengharapkan ia hadir membacakan sajak, kendati pada acara yang tidak resmi sekalipun (Taufik, 2005).
Iqbal juga berbicara tentang alam fisik, karena melalui pemikiran tersebut mengikis ketakutan umat Islam menghadapi kehidupan duniawi yang merupakan dampak ajaran paham sufisme. Suatu kekeliruan apabila ajaran Islam mengharuskan menjauhi kehidupan fisik, sebab ciri ajaran Islam adalah keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, tidak hanya kehidupan ukhrawi semata atau sebaliknya duniawi semata. Dalam Islam pun mengajarkan bahwa "seorang mukmin yang kuat lebih baik dari yang lemah." Atas dasar tersebut Islam harus maju dalam segala bidang mengikuti perkembangan zaman sesuai dengan nilai- nilai Islam untuk menjadi umat yang kuat agar tidak ditindas dan tersingkirkan, baik dalam budaya maupun politik (Taufik, 2005). (*)
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id